Ini malam.
Rembulan merekah bungah. Sesosok putri sedang memangku bayinya–cerita dari
nenek kala bulan purnama datang–dan menimang-nimangnya. Bintang pula
bertaburan. Membentuk resi-resi. Layang-layang, kalajengking, sejajar, dll.
Kau tahu di
malam bulan purnama, orang-orang sering melafalkan doa-doa. Menatap dan
mengutarakan keinginan diterbangkannya bersama kesunyian. Atau ia hanya sekadar
duduk untuk dijemput oleh keinginan.
Kala gelap
gulita tanpa listrik. Kami akan berada di teras menyalakan uplik dan menatap Bulan. Aku selalu rindu pada kegelapan. Sebab
kami bisa berkumpul. Dalam terangnya cahaya terkadang kami terlalu asyik bermain
petak umpet.
Ah, betapa
indahnya menjadi bulan yang menerangi di setiap celah kegelapan. Manusia hanya
dapat memandang gelap kala dipertemukan dengan cahaya. Sebab, gelap dan cahaya
menjadi penyalur untuk lebih yakin lagi menatap Tuhan. Bahwa manusia bukan
(si)apa-apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar