Minggu, 16 Maret 2014

16 Februari

Ini malam. Rembulan merekah bungah. Sesosok putri sedang memangku bayinya–cerita dari nenek kala bulan purnama datang–dan menimang-nimangnya. Bintang pula bertaburan. Membentuk resi-resi. Layang-layang, kalajengking, sejajar, dll.

Kau tahu di malam bulan purnama, orang-orang sering melafalkan doa-doa. Menatap dan mengutarakan keinginan diterbangkannya bersama kesunyian. Atau ia hanya sekadar duduk untuk dijemput oleh keinginan.
Kala gelap gulita tanpa listrik. Kami akan berada di teras menyalakan uplik dan menatap Bulan. Aku selalu rindu pada kegelapan. Sebab kami bisa berkumpul. Dalam terangnya cahaya terkadang kami terlalu asyik bermain petak umpet.


Ah, betapa indahnya menjadi bulan yang menerangi di setiap celah kegelapan. Manusia hanya dapat memandang gelap kala dipertemukan dengan cahaya. Sebab, gelap dan cahaya menjadi penyalur untuk lebih yakin lagi menatap Tuhan. Bahwa manusia bukan (si)apa-apa. 

Tidak ada komentar: