Wati datang dari Bogor
mantap dengan pilihan anaknya kuliah di Unnes. Kali ini, Unnes tidak tepat
waktu dalam mengumumkan mahasiswa cadangan yang diterima. Uang sejumlah delapan
juta yang disetor Wati di Akademi Kimia Analis Bogor hangus.
Dua perempuan berjalan sejajar di teras gedung rektorat Unnes.
Satu diantara mereka menyeret koper hitam ukuran sedang di tangan kirinya,
dengan mengapit tas kecil di ketiak kanan. Remaja yang berada disebelahnya menyangking
kresek putih berisi penuh beberapa minuman botol, cemilan, dan perkakas mandi. Mereka
menuju tempat duduk yang berada di sekeliling kiri gedung rektorat. Gurat wajah
mereka tersirat penuh lesu dan lemas. Sorot matanya redup. Bibir tipisnya
terkunci rapat. Raut muka alami orang jawa yang tanpa bedak atau pun lipen.
Ia Friska Dian bersama ibu. Friska –panggilan
akrabnya –sedang melakukan verifikasi mahasiswa baru, Jumat (16/8). Ia
dipanggil setelah ditetapkan sebagai mahasiswa cadangan. Ibu Friska menunggu di
luar sementara ia masuk gedung rektorat lantai 1 untuk melakukan verifikasi.
Di luar gedung H tampak para ibu,
bapak, anak, remaja, dewasa, duduk-duduk sembari ngobrol dengan sesama.
Diantaranya mereka bercerita menyoal pahit-manis anak, saudara yang mencoba
ikut seleksi perguruan tinggi. Renyah didengarkan.
“Anak saya diterima di Akademi Kimia
Analis (AKA) Bogor, sudah registrasi, “ ujar Saolah Purwati ibu dari Friska dengan
suara lirih, “tidak diambil, karena anak ingin di kependidikan.” Ia berangkat
dari Bogor Barat pukul 16.00 dengan menggunakan kereta dan sampai di Semarang
pukul 06.00.
Ia menyampatkan untuk ngaso sebentar.
“Tadi ngaso sebentar di mushola sana,” ucapnya sembari menudingkan jari
kanannya. Ia ke Unnes untuk yang ke dua. Mengantar Friska mengikuti Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Unnes (SPMU) pertama kalinya. “Rimbun, hijau,“ ucapnya.
Uang delapan juta yang baru dibayar
Wati pada Kamis (15/8) untuk registrasi AKA hangus. “Saya tak akan kehilangan
delapan juta jika Unnes tepat waktu mengumumkan mahasiswa cadangan pada Rabu
(14/8) pukul 11.00. Namun, ditunda hingga Kamis secara mendadak. Aksesnya pun
lemot dan sulit”.
Registrasi di AK terakhir Kamis
(15/8). Ia dan anaknya sengaja tidak melakukan registrasi awal, sebab masih menanti
pengumuman dari Unnes. Dinanti tak kunjung memberi kepastian, ia memutuskan
untuk memilih AKA.
“Friska lebih condong ke pendidikan. Saat melakukan
registrasi untuk AKA kemarin ia tak menunjukkan semburat kegembiraan. Di Bank
saja ia masih berusaha keluar masuk internet untuk melihat pengumuman dari
Unnes,” tutur Wati dengan menghela nafas. Wati bercerita anaknya baru bisa
melihat pengumunan dari Unnes saat di Rumah Sakit persis setelah registrasi
untuk AKA. Anak bungsunya yang duduk di kelas 4 SD terserang DBD. Seketika itu
Friska merengek kepada Wati dan Suami untuk mengambil pilihan di Unnes,
Pendidikan Fisika.
Wati tak habis pikir jika verifikasi untuk Mahasiswa cadangan
esok harinya. Tak ada persiapan dan dengan terburu-buru ia berangkat menuju
semarang setelah menyetor uang tiga juta di Bank. “Adek sudah memantapkan pilihan di Unnes. Apa
boleh buat. Walaupun untuk mengumpulkan duit delapan juta tersebut kami lakukan
bertahun-tahun. Orang tua hanya bisa mendukung,” cerita Wati.
Beberapa waktu lalu, persis takbir idul fitri berkumandang
anak Wati yang ke dua juga baru keluar Rumah Sakit. Terserang DBD pula.
Masing-masing menginap tujuh hari. Ia ibu rumah tangga, sementara suami
wirausaha. “Anak yang menjalani, saya tak bisa memaksa,” tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar