Minggu, 30 Maret 2014

Kata : Pertaruhan Imajinasi dan Realitas

Setiap manusia hidup pasti lah punya imaji. Seseorang akan membayangkan kondisi terbaik atau terburuk sekali pun. Saat ia mengimajinasikan hal-hal baik –katakanlah kesuksesan –dalam hidupnya, ia akan tersulut oleh semangat yang membara. Seketika rasa bungah pun tersirat dalam wajah serta gerak tubuhnya. Atau saat ia mengimajinasikan hal-hal buruk, ia akan tenggelam dalam renungan yang panjang. Sikap menutup diri, cemas, sering membayangi dalam segala aktivitas. Tentu, bisa juga sebaliknya.


Imajinasi menjadi aktivitas termurah sekaligus termahal. Saya misalkan, saat tak punya uang untuk membeli sepotong kue, aku siasati dengan mengimajinasikan makanan yang aku inginkan. Aku membayangkan bentuknya, rasanya, lalu kenikmatan yang aku rasakan. Walau tak membelinya, aku sudah cukup menikmatinya dalam ruang imajinasi. Murah, sebab tak perlu aku wujudkan dengan kerja keras. Beda, ketika Steve Jobs mengimajinasikan untuk menggagas Apple. Aku yakin, awalnya gagasan-gagasan tersebut bermula dari imajinasi liarnya. Nah, imajinasi Steve Jobs saat ini menjadi hal termahal. Dalam buku biografinya ia menceritakan langkah kakinya dalam mencipta gagasannya hingga perjalanan saat ini.
                
Begitu, setiap orang barangkali tertantang untuk menggunakan ruang imajinasinya –tempat segala yang ada dan tak terbatas untuk membayangkan– semaksimal mungkin. Orang yang tak menggunakan imajinasinya, ibarat hidup dalam sungai hanya menunggu datangnya arus. Suatu kala tersangkut di ranting, terdampar di bebatuan besar, atau terhanyut bersama sampah. Orang tertantang untuk tetap mengaliri sungai saat kemarau. Atau menguras air saat banjir tiba. Atau menantang arus jika akan kedatangan bencana. Ya, layaknya sebuah tantangan ia akan takluk atau melawan.

Pertaruhan
Kata selalu menuntut pertanggungjawaban. Ia tak sekadar huruf-huruf yang mati di atas kertas atau dalam omongan. Ia selalu hidup di mana pun. Kata akan selalu menjadi alarm bagi orang yang pernah mengutarakannya. Jika kata dizalimi atau dikhianati, ia akan menjadi sebilah pedang untuk tuannya. Maka, ada pepatah mulutmu harimau mu. Mulutmu pedang mu. Sebab kata akan memperkosa setiap mulut manusia. Sialnya, kata akan menjebak atau malah membunuh diri.
                
Dalam filem Ruby Sparks, kita melihat dahsyatnya imajinasi Calvin Weir-Fields. Ia seorang penulis novel yang fenomenal. Buku yang pernah ia tulis “Heart Broken Old Time”. Suatu ketika ia ingin menulis, namun tak kunjung dapat ide. Ia lantas menemui psikiater. Ia ditantang oleh seorang psikiater untuk menulis. Saat pertemuan itu, Calvin menolak keras. Ia mengatakan tak bisa menulis. Atau ia bisa menulis, namun hal-hal yang konyol dan tak berarti. Lalu buat apa ditulis, pikirnya. Calvin kala itu hanya ingin memelihara anjing, ia beri nama Scotty. Saat itulah Calvin menyepakati perjanjian untuk menulis. Calvin akan berusaha menulis tentang siapa pun yang dengan senang hati menyukai scotty yang berliur dan jorok itu dengan apa adanya.
                
Ia lantas kebingungan untuk menulis. Hampir semua orang memandang scotty dengan jijik. Akhirnya ia membayangkan seorang perempuan yang hadir di saat Calvin dan Scotty sedang di taman. Perempuan itu membopong Scotty. Berjalannya waktu perempuan itu jadikan pacar. Ia diberi nama Ruby. Maka Ruby lah yang dengan senang hati menimang-nimang scotty. Ia mendeskripsikan Ruby dengan kulitnya yang putih. Hidung mancung dan bibir merah merona. Sering kali ia gambarkan dengan pakaian-pakaian ketat dan pendek. Kaki putihnya yang mulus nampak ramping nan panjang menawan.
                
Ruby seorang perempuan yang hobi memasak. Ia sering menghidangkan masakannya untuk Calvin. Juga, di saat Calvin ingin menyalurkan hasrat seksualnya, ada Ruby yang siap. Atau saat di tengah keriuhan manusia mereka saling bemesraan. Calvin seolah menciptakan perempuan yang sempurna baginya. Ia bisa menarik ulur alur yang dialami Ruby secara cepat dan seketika. Saat-saat sedih, bahagia, ketakutan, kecemasan, dan saat mereka saling mengungkapkan rasa cintanya.
                
Suatu kala di saat sesi pembedahan buku barunya –The Girlfriend– yang ia tulis tersebut, ia bercerita tentang pergulatan dirinya dalam menulis. Ia memberi kejutan kepada audiens, bahwa seorang Ruby dalam novelnya benar-benar hadir dalam keseharian hidupnya. Ia dan Ruby sering melakukan perjalanan panjang. Perjalanan tersebut pun atas kuasa Calvin yang membuat alurnya. Ia menciptakan Ruby dari imajinasi menjadi realitas. Ia bisa menarik ulur sikap yang dimiliki Ruby. Ia semacam kuasa untuk mengatur tingkah pola Ruby. Menghadirkannya dalam kehidupan nyata. Hingga kakaknya hampir tak percaya dan menyebut Calvin benar-benar gila.
                
Dalam diskusi tersebut ia menjelaskan kisah cintanya yang nyata dan mustahil untuk dialami. Pada akhirnya ia tetap menulis untuk seorang perempuan idamannya. Ia meminta maaf atas setiap kata yang ia tulis untuk mengubahnya. Calvin mengatakan akan ada orang yang membaca buku itu sebagai sihir. Tapi jatuh cinta adalah tindakan sihir. Begitu juga menulis. Seperti dikatakan Pleh Catcher di buku Rye mukjizat fiksi yang langka akan berlalu. Manusia akan kehabisan kertas, tinta, dan imajinasi. Calvin bukan salinger J.D. tetapi ia telah menyaksikan keajaiban yang langka. “Setiap penulis bisa membuktikan. Di negara paling beruntung dan bahagia, kata-kata itu tak akan datang darimu, tapi melalui dirimu. Dia datang kepadaku sepenuh dirinya. Aku hanya beruntung untuk berada di sana dan menangkapnya,” cerita Calvin yang disertai tepuk tangan yang riuh dari audiens.

                
Pada akhirnya, Calvin bisa keluar dari rasa cemasnya yang berlebihan. Ia bisa keluar dari segala hal yang selalu ia tanamkan untuk masuk akal. Toh, dalam tulisannya tak sepenuhnya masuk akal. Ia hanya meramu apa yang diimajinasikan dalam kata. Dan itu tak benar-benar nyata. Calvin, dapat menyelesaikan tantangan dari psikiater. Ia dapat menyelesaikan sebuah novel dengan baik. 

Tidak ada komentar: