Rabu, 02 April 2014

Manusia, Serpihan Masa Depan

Membincang masa depan, selalu tak lepas dari manusia. Manusia sebagai penentu arus perkembangan. Manusia hadir di dunia tak lantas hanya untuk meramaikan dunia. Atau menikmati hiruk pikuk angin dunia. Manusia perlu bertemu dengan makna utuh dirinya. Pertemuan dengan makna manusia lebih lanjut, saya awali dengan meminang terjemahan kitab suci pengeranku, buku tulisan Louis Leahy, dan Fransiskus Borgias M. Walau saya tak dapat memaknainya secara utuh. Dalam kitab suci proses terciptanya manusia di dunia bermula dari cerita dramatis nan filosofis adam hawa. Lalu, dari segumpal darah hingga ditiupkannya ruh pada keturunan mereka hingga saat ini. Tak lain asal muasal hawa dan adam melalui perjalanan spiritualitas yang panjang. 

Gabriel Marcel menceritakan manusia adalah misteri. Ia menjadi teka-teki yang susah diuraikan dengan gamblang. Sebab, dalam pergulatan batin manusia tak ada yang benar-benar gamblang. Ia hanya berupa fantasi-fantasi yang berusaha ditangkap. Kecuali hal-hal dhohiriyah manusia. Fisik misalnya. Fransiskus Borgias M. mengatakan manusia sebagai makhluk pengembara. Sebuah pengembaraan, sebuah ziarah, dan sebuah perjalanan. Tepatlah jika manusia sebagai musafir dan perantau di dunia. Aktivitas manusia di dunia ini tak lain adalah upaya memberi makna terhadap pengembaraan.

Begitu, manusia tak bisa lepas dari watak-sifat, suatu kumpulan corak dan suatu rangkaian bentuk dinamis yang khas.  Adanya watak-sifat manusia ini yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Tentu tidak mudah menentukan watak-sifat manusia hanya di permukaan. Sebab hal itu kompleks, fleksibel, dan dipengaruhi oleh daya perkembangan, tidak mewujudkan sekaligus segala kemampuannya.

Masa Depan
Manusia yang telah mengetahui hakikat keberadaan dirinya di dunia akan membantu dalam menjalankan tugas kemanusiaannya. Jika menilik kembali tugas manusia yakni hablumminannas dan hamblumminallah. Saya yakini tugas berat di dunia ini yakni memberikan keseimbangan di keduanya. Sebab, katanya, akan ada masa setelah dunia. Ia kekal. Akan ada pengisaban pertanggungjawaban.

Pertanggungjawaban yang bisa ditoleransi oleh Tuhan yakni yang hanya berhubungan dengan-Nya. Kecuali dosa-dosa besar yang termaktub dalam kitabnya. Namun, saya yakini dosa besar sekali pun jika manusia sungguh-sungguh dalam taubatnya akan pula dicurahkan pintu kefitrahannya kembali. Saya tak menyebut pintu maaf, sebab Tuhan itu Maha semaha-mahanya. Jika hanya maaf kepada siapa pun pasti diobral. Ia tak lantas menetapkan pintu pengadilan dan memutuskan mana yang salah dan benar, atau dimasukkan dalam neraka atau surga dengan hitungan angka. Apalagi modus penyuapan.


Orang-orang yang tingkat ketawadukannya terhadap Tuhannya kuat akan mengetahui proses panjang hingga muara akhir surga dan neraka. Sekali pun konsep surga dan neraka barang tak pernah ada? Entahlah. Saya pikir surga dan neraka bukan hanya sekadar iming-iming dari Tuhan. Tuhan semacam menguji perenungan mendalam manusia dalam setiap tindakannya di dunia. Maka benar, jika dunia ini hanya sebuah tantangan dan ujian semata. Tak ada orang yang selalu dilimpahi kemakmuran dan keberkahan. Sekali pun ia mencantumkan berkah dan makmur dalam sebuah nama supaya doa senantiasa mengalir. Yang ada hanya tantangan dan ujian yang beda satu dengan liyan.

Pertanggungjawaban yang sulit yakni hablumminannas. Tuhan sekalipun tak bisa cawe-cawe dalam urusan ini. Manusia sebab dianggap mempunyai daya pikir yang tinggi diminta untuk menyelesaikan sendiri dengan sesama manusia. Tuhan semacam memberi petunjuk entah diartikan baik atau buruk oleh manusia. Lagi, Tuhan menguji perenungan mendalam manusia dalam melangkah.

Nah, manusia pasti cenderung mempunyai kekhawatiran-kekhawatiran akan masa depan. Entah, dalam setiap diri atau dalam berorganisasi, komunitas, klub, berbangsa, dan bernegara. Kekhawatiran itu yang terkadang mendesak untuk menempuh hal yang praktis. Hal-hal praktis itu yang selanjutnya secara perlahan menabung benih kehancuran hingga datang kiamat. Maka, tak heran jika kiamat hadir nanti pasti melalui kehancuran. Apa yang ada ditumpas dan dilibas. Pernah saya mendengar tausiyah dari pemuka agama, jika seburuk-buruknya manusia yakni mereka yang berjumpa kiyamat. Benar tidaknya aku pikir ada benarnya juga.

Masa depan selalu membuat iri manusia. Lebih-lebih dengan peramalan-peramalan imajinasi dan fantasi. Masa depan terkadang menjadi sesuatu yang mengahantui. Namun, manusia-manusia kreatif dan visioner dapat mengubah modus-modus kenyataan masa depan. Pada saat melakukan proses kreatif, manusia mencari dan menemukan hal-hal apa saja yang ada dan terjadi dalam kesadaran manusia. Untuk memasuki modus kenyataan itu sendiri orang harus mampu mengubah dan memodifikasi kesadaran untuk kemudian memikirkan spektrum realitas (serpihan kenyataan).

Dalam spektrum realitas terdapat dua kutub. Kutub pertama terdapat kesadaran objektif dan pengalaman sehari-hari. Modus kenyataan inilah yang dialami dan disadari banyak orang. Sedang pada kutub kedua, pengalaman dan kesadaran subjektif dialami orang saat tidur. Berbagai macam realitas itu tercampur baur begitu saja dan mengandung unsur-unsur dari kedua modus itu. Itu dapat dijumpai pada mimpi yang nyata.

Serpihan kenyataan ini yang lantas menjadikan serpihan masa depan seseorang. Menjadi manusia kreatif dan revolusioner untuk masa depan diri. Sebab manusia hanya mampu menerawang serpihan-serpihan masa depan. Maka, tak ada masa depan yang lagi menjadi kekhawatiran atau ketakutan. Sebab, masa depan bertolak dari saat ini. Dan kita hidup di masa kini.