tag:blogger.com,1999:blog-54883186944314719432024-03-12T23:18:58.775-07:00DEWI MAGHFIMeramu Imaji, Merangkai CeritaAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.comBlogger111125tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-51483622608851121802017-07-07T17:10:00.003-07:002017-07-07T17:16:50.662-07:00Menjadi Masyarakat yang Berkelanjutan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEius2Aj24NdUi9-04Ik3Zyrsulvli1rg85fOMclzyZx3ACxoUgydU_jwT34zXfZc253fDTLOdZ5MVEflJ0L2DerZr92aL8sbSCfFElaZrfJX0kyfOAO0o3WpOysf-1_ZG-7lzmmCDO6-Wo/s1600/lin+yi+han.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="338" data-original-width="600" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEius2Aj24NdUi9-04Ik3Zyrsulvli1rg85fOMclzyZx3ACxoUgydU_jwT34zXfZc253fDTLOdZ5MVEflJ0L2DerZr92aL8sbSCfFElaZrfJX0kyfOAO0o3WpOysf-1_ZG-7lzmmCDO6-Wo/s400/lin+yi+han.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Lin Yi Han dalam sebuah diskusi</span></td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Duka masih terasa dalam mengenang kisah Yuyun. Seorang anak yang usianya sekitar 13 tahun mendapat kekerasan seksual oleh 14 lelaki saat pulang ke rumah dari sekolah pada 2 April 2016. Tanah Bengkulu yang menjadi tempat kelahirannya viral di dunia maya. Tagar #NyalaUntukYuyun ramai diperbincangkan.</span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Bergeser dari Bengkulu, duka kembali datang ke sejumlah daerah hingga yang terbaru dari Tasikmalaya. Dua anak sekolah dasar ditemukan bersimpah darah di Sungai Ciloseh, Kecamatan Purbaratu. Satu diantaranya meninggal, lainnya masih hidup namun penuh dengan luka sayatan di Leher. Dugaan Polisi mereka mendapat kekerasan seksual sebelum dibunuh. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Kekerasan Seksual terhadap anak merupakan fenomena gunung es. Kasus yang muncul di permukaan ini tak seberapa dari yang tidak dikabarkan. Banyak alasan yang melatarbelakanginya diantara masyarakat masih berpikir ‘ini adalah aib keluarga’ atau ‘pelaku masih sanak saudara’. Dari survei kekerasan anak Indonesia kerjasama Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), serta sejumlah lembaga di 2014 mengatakan prevalemsi kekerasan seksual pada kelompok laki-laki dan perempuan usia 18-24 tahun tinggi. Jenis kekerasan seksual sebelum umur 18 tahun yang dialami anak laki-laki sebesar 6,36 persen dan anak perempuan 6,28 persen. Ini berarti dari 87 juta anak Indonesia ada 400.000 anak yang mendapat kekerasan seksual. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Dari jumlah itu menunjukkan bahwa korban anak laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Berdasarkan data Kemensos, sebanyak 45 hingga 47 persen anak yang berhadapan dengan hukum terkait dengan kasus kekerasan seksual, dan terbanyak korbannya sejenis. Dari 10 korban, satu anak perempuan dan sembilan anak laki-laki. 1,1 juta atau 1 dari 13 anak pernah mengalaminya kekerasan fisik ketika berusia sebelum 18 tahun. Sedangkan pada anak perempuan diperkirakan 1,4 juta atau 1 dari 10 anak pernah mengalami kekerasan fisik, 700 ribu atau 1 dari 22 remaja pernah mengalami kekerasan emosional.</span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Sementara untuk kekerasan seksual, 800 ribu atau 1 dari 18 anak pernah mengalaminya ketika masih berusia sebelum 18 tahun. Tingginya jumlah kekerasan yang menimpa anak laki-laki dibanding perempuan karena pengawasan terhadap anak perempuan lebih besar sehingga lebih protektif. Sebanyak 90 persen pelaku kekerasan terhadap anak laki-laki tersebut pada awalnya adalah korban. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <b><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Perlindungan Anak</span></b><br />
<b><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span></b> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Anak-anak memiliki hak seperti yang tertuang dalam UU no. 23 tahun 2002 yang diperbaharui dengan UU no.35 tahun 2014. Anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh berkembang optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Perlindungan anak sesuai pasal 1 berarti segala bentuk kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dari kekerasan dan diskriminasi. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Hak-hak anak perlu dilindungi karena anak memiliki kesempatan yang luas untuk menggerakkan roda dunia. Anak mempunyai kesempatan untuk merubah dunia lebih baik. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk masa depan anak-anak? </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Ada sebuah cerita dari seorang penulis di Taiwan. Ia bernama Lin Yi Han. Seorang perempuan muda yang menulis novel yang laris dipasaran. Novelnya berjudul Fang Si-Chi’s First Love Paradise. Sebuah novel yang mengisahkan perempuan remaja yang mendapatkan pelecehan seksual oleh guru les di sekolahnya. Novel tersebut terbit di Februari 2017. Tak menunggu hitungan tahun, novel tersebut menjadi bacaan idaman berselang hari sejak penerbitannya. Namun, pengagum Lin Yi Han mesti berlapang dada, karena Fang Si-Chi’s First Love Paradise menjadi karya pertama dan terakhir. Penulis yang genius mengangkat tokoh dalam ceritanya meninggal di usia 26 tahun pada akhir April 2017. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Belakangan ayah Lin memberi keterangan melalui Guerrilla Publishing bahwa peristiwa dalam novel Fang Si-Chi’s First Love Paradise adalah berdasar pengalaman Lin. Ia mendapat kekerasan seksual oleh gurunya 9 tahun yang lalu. Ini bermula ketika Lin menjadi siswa Chen Kuo-hsing. Chen mengakui peristiwa itu terjadi di Agustus 2009 saat Lin menjadi siswanya. Mereka mempunyai hubungan dekat. Akhir cerita kelam itu ketika orangtua Lin mengetahui hubungan mereka. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Anak-anak tak akan pernah tahu kehendak mereka. Apalagi meyakini apa yang dilakukan baik atau benar juga kadang menyilaukan. Melalui peristiwa ini, langkah yang dapat dilakukan untuk melindungi anak yakni menjadi orang dewasa yang bijak. Entah sebagai guru, saudara, orang tua, orang lain yang tak saling mengenal, dan lainnya. Menjadi bijak berarti sebagai dewasa tidak menjerumuskan anak-anak, namun justru mesti membekali diri dengan ilmu yang banyak. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <b><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Diri yang Mengasihi</span></b><br />
<b><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span></b> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Membentuk diri menjadi pribadi yang mengasihi adalah langkah awal untuk mewujudkan masyarakat yang berkelanjutan. Karena kumpulan dari pribadi-pribadi ini yang akan membentuk sebuah masyarakat. Juga, satu kebiasaan baik atau buruk yang berada di tengah masyarakat akan berefek pada sebuah penyebutan universal di masyarakat tersebut. Seperti halnya, ada kampung yang dapat julukan kampung peminta-minta. Padahal awalnya hanya satu dua orang saja yang melakukannya. Namun karena mereka berada di tengah masyarakat, tetangga mulai melirik aktivitas tersebut dan meniru. Juga walau tak satu desa menjadi peminta-minta mereka menjulukinya begitu. Sama seperti halnya kampung santri. Tak semua satu kampung itu adalah santri. Nah, pembentukan klaim universal ini dapat dijadikan contoh untuk membentuk masyarakat yang kasih mengasihi. Karena setiap perbuatan bisa menjadi panutan. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Manusia yang berkelanjutan tentu berpikir jangka panjang dengan menganalisis setiap dampak baik buruk perbuatan yang dilakukan. Bahwa kemakmuran masa depan yakni ketika anak-anak aman, mendapat pendidikan yang layak, dan tumbuh sehat. Ini mengutip dari ilmu jawa “Aku ora dadi wong rak masalah, sing penting anakku apik akhlak rejekine” (Saya tidak menjadi manusia yang sukses tidak apa-apa, yang penting anak saya bagus budi dan rejekinya). Ini menjadi bukti semua yang dilakukan orang tua dan negara adalah untuk masa depan anak. Namun, sudah kah kita mengintegrasikan nilai-nilai itu dalam aktivitas?</span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Sebagai pengusaha, pemerintah, atau masyarakat biasa perlu memasukkan hak-hak anak dalam pekerjaan bahkan dalam tarikan nafasnya. Ini yang akan merampungkan kasus-kasus kekerasan terhadap anak tidak berakhir hanya di meja Komisi Perlindungan Anak. Sebenarnya, menginvestasikan jumlah besar dalam pendidikan adalah langkah yang tepat. Karena pendidikan dapat memberikan pengalaman kedamaian, kesetaraan, inklusivitas, dan pengembangan lain yang berkelanjutan. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Nah, bekal berpendidikan itu yang musti dibawa di segala lini dari mulai bisnis, pemerintahan, masyarakat sosial yang membawa nilai-nilai dan dirancang di setiap pekerjaan secara efektif. Di kepemerintahan kita butuh kebijakan yang ramah anak. Di dunia bisnis kita butuh memandang bahwa anak sebagai subjek bukan objek. Di masyarakat, kita perlu melibatkan anak pada setiap keputusan-keputusan penting, dll. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Keuntungan dari pendidikan itu yang diketahui bisa berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan, karena anak tumbuh sehat secara fisik, sosial, dan mental. Sebab, dimanapun kita berada kita bisa melakukan usaha-usaha yang mungkin dilakukan. Karena menyalakan lilin tetap berharga di kegelapan. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span> <span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Kita butuh menjadikan pemikiran, energi, dan perbuatan yang bisa dicontohkan pada anak-anak. Tiada lain adalah rasa kasih mengasihi. Jadi, anak-anak tidak akan mengalami kekecewaan yang panjang pada generasi-generasi yang mereka lihat. Apakah kita mesti menunggu untuk menuntaskan ini? Tidak. Masing-masing kita bisa melakukan. Sebab setiap kilatan cahaya kecil dapat menerangi gelap pekatnya ruangan. </span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"> <b><i>Dewi Maghfi</i></b></span></div>
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-21531841682395771652017-07-07T17:02:00.001-07:002017-07-07T17:18:42.303-07:00Saya Adalah Solusi Pendidikan Indonesia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnmXv478x3zwzq4EXUBGsjFpqHFIZ5Iy70k6mgWj45PTQVXzort1-E48pjJG3BuIaCfCzlVoUC2A-7Dh9JG8hBc2zROV848275YkkPLGsn6jDbQwbGABYhopnKhGK0wGOnBbaqfpXDEeg/s1600/20170407_121025.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="961" data-original-width="1600" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnmXv478x3zwzq4EXUBGsjFpqHFIZ5Iy70k6mgWj45PTQVXzort1-E48pjJG3BuIaCfCzlVoUC2A-7Dh9JG8hBc2zROV848275YkkPLGsn6jDbQwbGABYhopnKhGK0wGOnBbaqfpXDEeg/s400/20170407_121025.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: "verdana" , sans-serif; font-size: x-small;">Artikel pilihan memperingati 95 th PT. Kanisius</span></td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Abstrak</span></div>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Pernahkah anda melihat foto Ir. Soekarno yang sedang mengajar anak-anak untuk mengenal A-I-U-E-O? Foto itu menjadi satu semangat bahwa bangsa Indonesia sudah sejak lama mempunyai keinginan kuat dalam belajar. Jika sekarang banyak sekali program Camat mengajar, Bupati mengajar, walikota mengajar, bahkan sudah puluhan tahun lalu, Soekarno presiden pertama kita sudah melakukannya.</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Mempunyai pengalaman mengajar di daerah terdepan Indonesia, meyakinkan saya bahwa pendidikan Indonesia sedang lesu. Sementara terus bermunculan penggerak-penggerak pendidikan dari berbagai kalangan. Siswa di sekolah saya datang ke sekolah dengan begitu semangat. Saat bel bunyi pulang pun semangat mereka semakin bertambah seratus persen.</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Ada satu tujuan akhir yang sepertinya kian terlupakan dari pendidikan ini, ya siswa. Siswa sebagai anak-anak yang menjadi generasi emas terlupakan dari sistem pendidikan. Guru sibuk menyelesaikan syarat administratif dan syarat pengajuan kepangkatan.</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Tugas pendidikan bukan tugas satu entitas. Kerja pendidikan adalah kerja komprehenshif. Dari hulu hingga ke hilir. Dari diri kita memulai hingga ke diri setiap orang. Pendidikan Indonesia adalah soal tujuan akhir dari pendidikan yakni cerdasnya anak-anak Indonesia, bukan kita untuk menjadi cerdas lantas menjadi kaya, bukan?</span></i></div>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Pernahkah anda melihat foto Ir. Soekarno yang sedang mengajar anak-anak untuk mengenal A-I-U-E-O? Foto itu menjadi satu semangat bahwa bangsa Indonesia sudah sejak lama mempunyai keinginan kuat dalam belajar. Jika sekarang banyak sekali program Camat mengajar, Bupati mengajar, walikota mengajar, bahkan sudah puluhan tahun lalu, Soekarno presiden pertama kita sudah melakukannya. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Mempunyai pengalaman mengajar di daerah terdepan Indonesia, meyakinkan saya bahwa pendidikan Indonesia sedang lesu. Sementara terus bermunculan penggerak-penggerak pendidikan dari berbagai kalangan. Siswa di sekolah saya datang ke sekolah dengan begitu semangat. Saat bel bunyi pulang pun semangat mereka semakin bertambah seratus persen. Kali itu saya mengajar kelas enam pelajaran matematika. Kuis perkalian untuk membuka pelajaran pun kami lakukan. Saat saya mengajukan pertanyaan “6X7 sama dengan……” hampir sebagian besar siswa tidak bisa menjawab. Ketika saya mendekati mereka, rerata mereka menghitung dengan membuat angka 1 sebanyak enam kali mendatar sampai 7 kali menurun. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Melihat itu, saya dihadapkan pada percabangan jalan. Saya harus mengejar target menghabiskan materi dalam minimal satu standar kompetensi sesuai kalender waktu yang telah ditentukan atau saya harus berbelok untuk mengajarkan konsep hitung-hitungan dari tingkat dasar. Sangat dasar, perjumlahan, pembagian, dan perkalian. Semangat mereka untuk hadir di sekolah sangat tinggi, lalu ada apa?</span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Mereka datang ke sekolah tidak lain hanya sekadar datang. Karena sekolah adalah penting untuk diramaikan. Betul, sekolah memang tidak pernah sepi. Walau jumlah muridnya tidak banyak, sekolah selalu ramai. Bahkan di siang hari saat sekolah tidak ada proses pembelajarn efektif. Sekolah menjadi taman bermain bagi anak. Bukan kah justru menyenangkan seperti konsep Ki Hajar Dewantara bahwa sekolah adalah taman bermain? Benar. Namun, proses pembelajaran di sekolah tidak berjalan seimbang. Porsi bermain yang mestinya bisa selaras dengan belajar tidak sepadan. Pembagian waktu antara jam efektif belajar dan istirahat pun sudah tak bersekat. Anak-anak menghambur ke mana saja, sementara guru sibuk di depan meja atau sekadar canda. Sementara orangtua cuek saja. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Ada satu tujuan akhir yang sepertinya kian terlupakan dari pendidikan ini, ya siswa. Siswa sebagai anak-anak yang menjadi generasi emas terlupakan dari sistem pendidikan. Guru sibuk menyelesaikan syarat administratif dan syarat pengajuan kepangkatan. Guru-guru bisa melembur berbulan-bulan untuk mempersiapkan akreditasi sekolah. Guru-guru bisa tidak tidur untuk menyiapkan administrasi. Bahkan Kepala sekolah tiba-tiba bisa merangkap menjadi juragan material bangunan ketika dana DAK turun. Sekolah juga bisa menjadi pasar dadakan untuk menyediakan peralatan sekolah dengan merk tulisan sekolahnya masing-masing. Dari mulai kaos kaki hingga ikat rambut. Lalu sebenarnya untuk siapakah itu semua? Maukah guru melembur untuk satu malam saja secara berkala demi menyiapkan media pembelajaran untuk anak? </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Inilah yang menjadikan sirkel pendidikan terputus. Orangtua tidak memperhatikan pendidikan anak. Anak datang ke sekolah hanya untuk bermain. Guru sibuk mengurus kepangkatan. Kepala sekolah sibuk menyiapkan administrasi jika sewaktu-waktu badan audit datang. Pengawas masih nyaman memantau dari depan meja. Dinas sibuk merumuskan proyek agar anggaran setahun tidak lebih dan tidak kurang. Hingga Menteri sibuk membuat kebijakan-kebijakan baru yang dinilai berbeda denan Menteri sebelumnya. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<b><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Entitas Siswa sebagai Tujun Utama Pembelajaran</span></b><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Membaca itu semua perlu mengetahui lebih lanjut soal entitas siswa. Ruang lingkup pembahasan tentang entitas siswa yakni dari aspek perkembangan kognitif dan bahasa, perkembangan pribadi, moral, dan sosial, serta perbedaan pebelajar dan kebutuhan belajar. </span><span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Menurut Jean Piaget dan Lev Vygosky diulas oleh Woolfolk (2010) dasar perkembangan kognitif diidentifikasi menjadi empat faktor kematangan. Pertama, faktor kematangan biologis meliputi pemenuhan gizi dan perawatan kesehatan untuk memastikan tercapainya kematangan biologis. Kedua, faktor aktivitas yaitu kegiatan pembelajaran yang berasal dari lingkungan. Ketiga, faktor pengalaman sosial terjadi dalam kegiatan interaksi dengan orang lain dan suatu budaya. Sementara factor sense of equilibrium dimaknai sebagai upaya untuk selalu berada pada zona nyaman atau keadaan yang seimbang untuk menyelesaikan masalah. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Aspek perkembangan pribadi, moral, dan sosial dimaksudkan untuk memperkaya pemahaman guru dalam menyelesaikan masalah siswa sekaligus membantu siswa mengembangkan ketrampilan sosial mereka. Dalam gambaran demografi dianggap mempengaruhi perkembangan kualitas pribadi siswa dengan mengutip teori bioekologis dan bioekosistem Bronfenbrenner menurut Woolfolk (2010). </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Siswa sebagai individu dengan segala entitasnya hidup dan berinteraksi dalam konteks sosial sebagai cerminan sebuah mikrosistem. Dalam mikrosistem terdapat unsur keluarga, teman sebaya, dan guru yang saling berinteraksi dalam hubungan sosial sehingga terjadi saling pengaruh yang bersifat timbal balik. Setiap komponen mikrosistem akan berinteraksi dalam pola mesosistem dan melakat pada sebuah makrosistem. Dalam pendalaman perkembangan pribadi, moral, dan sosial dilatarbelakangi oleh keluarga, pola asuh, pola teman sebaya, serta kepedulian dan obyektivitas guru dalam penilaian dan advokasi terhadap siswa. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Aspek perbedaan pebelajar dan kebutuhan belajar didasarkan pada perspektif umum yang mencakup intelegensi. Intelegensi atau kecerdasan merupakan salah satu perbedaan khas yang dimiliki setiap siswa. Intelegensi diartikan sebagai kemampuan atau berbagai kemampuan untuk mendapatkan dan menggunakan pengetahuan dalam menyelesaikan masalah dan beradaptasi dengan dunia. Perkembangan baru yang banyak membahas kecerdasan yakni multiple intelligence berupa kecerdasan logika-matematika, linguistik, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal dan natural. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Dari entitas siswa tersebut, siswa memang menjadi pusat pembelajaran di sekolah, di rumah, dan lingkungan luas. Betapa menariknya jika anak-anak dari investasi Negara ini ke depan bisa benar-benar mewujudkan cita-cita bangsa. Lalu apa yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat Indonesia? Merumuskan pendidikan Negara mestinya menjadi tugas mudah. Diri kita masing-masing bisa melakukannya. Lakukan saja dari langkah terkecil, bahwa anak-anak kita benar-benar diperhatikan sejak dari dalam rumah sendiri. Anak-anak kita menjadi tujuan dari sebuah pernikahan keluarga. Bayangkan jika kamu sebagai orangtua, kamu sibuk bekerja dan sebagainya sehingga tidak memperhatikan anak anda, padahal ia adalah tujuan rumah tangga anda? </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Anak-anak yang berhambur di jalanan dan anak-anak yang butuh kasih sayang juga anak-anak kita. Jika kita memberi senyum saja pada mereka dan membantu lembaga-lembaga yang konsen menanganinya, kamu adalah penggerak pendidikan. Walau kamu bukan guru dan hanya masyarakat sipil biasa. Terlebih jika anda guru. Datang ke sekolah lebih awal dan menyalami siswa, mengajar dengan media pembelajaran dan hati gembira itu adalah solusi pendidikan. Dalam lingkungan sekitar rumah, banyak anak-anak yang minat membacanya tinggi atau anak-anak yang tidak tertarik membaca sekalipun. Sediakan sudut ruangan diantara ruang-ruang besar lainnya berupa buku-buku. Ajak mereka hadir ke rumah dan sekadar membaca-baca. Tahukah anda mukjizat dari membaca? </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Anak-anak bisa berlagak seperti dokter beneran menjelaskan sistem pernapasan. Anak-anak bisa berlagak layaknya astronot dengan membaca buku tentang bintang-bintang. Keren bukan? Atau kamu yang sedang dilimpahi rejeki yang cukup, sisihkan sedikit rejeki itu untuk mendatangkan pemuda-pemuda pilihan hadir di daerah-daerah yang membutuhkan pemercepat mutu pendidikan. Di daerah-daerah terdepan butuh sosok yang mempunyai grassrootunderstand sehingga mampu memberi warna dan tentunya kerja bersama. Atau bahkan kamu bisa hadir sendiri untuk berinteraksi langsung. </span><br />
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;">Tugas pendidikan bukan tugas satu entitas. Kerja pendidikan adalah kerja komprehenshif. Dari hulu hingga ke hilir. Dari diri kita memulai hingga ke diri setiap orang. Pendidikan Indonesia adalah soal tujuan akhir dari pendidikan yakni cerdasnya anak-anak Indonesia, bukan kita untuk menjadi cerdas lantas menjadi kaya. Kalau ditanya soal solusi pendidikan, dengan bangga mestinya setiap diri kita masyarakat Indonesia menjawab, ‘Saya adalah solusi pendidikan Indonesia’. </span><br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: "verdana" , sans-serif;"><i><b>(Dewi Maghfiroh-Artikel pilihan memperingati 95 th Penerbit Kanisius yang dibukukan bersama penulis lainnya)</b></i></span></div>
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-363694886187259272017-06-01T15:32:00.003-07:002017-07-07T17:14:24.588-07:00Perempuan Berotak Kerikil-Kerikil Tajam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMEU5Yc1SWL6wwDB51fGA0NUY_QGtV9KCzEStSXCSdJqxaCQE-4bch-CrnFXxCskBU6KtJSzWHpOs1UXdyn0ROanhP8jSki9AFtBZ3gvGNYrYcp6XfyzfP2vS6rPSmRU_dJGV7iEwMynQ/s1600/IMG_7424.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" data-original-height="1066" data-original-width="1600" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMEU5Yc1SWL6wwDB51fGA0NUY_QGtV9KCzEStSXCSdJqxaCQE-4bch-CrnFXxCskBU6KtJSzWHpOs1UXdyn0ROanhP8jSki9AFtBZ3gvGNYrYcp6XfyzfP2vS6rPSmRU_dJGV7iEwMynQ/s320/IMG_7424.JPG" width="320" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: small;">Menua</span></i></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<i><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Pernah kamu merasa betul patah hati? </span></i></div>
<div>
<i><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Tapi kamu tak pernah merasakan cinta!</span></i></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Maemun duduk di sudut kamar. Bersandar di almari jati tuanya. Jika ada waktu senggang, Maemun suka untuk sekadar melihat notifikasi media sosial sembari bersandar di almari itu. Air matanya menetes. Ia tak tahu persis musababnya apa. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Apa aku sedang patah hati?” selorohnya lirih. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Tapi aku tak pernah jatuh cinta. Dasar, otakmu ini berisi kerikil-kerikil tajam!” marahnya pada diri sendiri. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Tepatnya lima tahun silam. Pertemuan Maemun dengan Bob. Tak pernah diduga tak pernah disangka, ingatan selama itu bergoyang-goyang kembali di otaknya. Bob seorang lelaki ibukota. Suatu ketika, ia menelponnya di jam 3 dini hari.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Aku mencintaimu Mae. Sejak pertama kita jumpa aku merasa ada hal unik darimu,” tutur Bob di ujung telpon. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Aku tak tahu cinta. Mau jika kita berjalan apa adanya saja?” pungkasku. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Sejak sebuah pertemuan lembaga. Aku dan Bob semakin sering berkomunikasi. Bob tepatnya yang selalu memberi kabar setelah jam 00.00. Aku tahu, ia baru ada waktu di jam-jam itu. Aku pun merasa antusias padanya karena dia pintar berwacana dan pandai memetik senar gitar. Selalu saja aku minta ia menyanyikan lagunya peterpan diulang-ulang. Ia bosan. Marah. Tapi aku tak peduli. Aku suka dengan lagu peterpan. Titik. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Beberapa saat, Aku dan Bob tak lagi bersua via telepon. Aku tenggelam dalam kesibukan menyelesaikan tugas-tugas kampus dan pekerjaan sebagai penulis di sebuah majalah sekolah. Pikirku, aku ingin membincang banyak hal ketika mataku dan matanya saling bertatap. Bukan dalam kepalsuan maya namun realita. Akhirnya tiba saatnya kakiku menginjak di ibukota lagi. Bertemu Bob sudah tercatat dalam list agendaku. Saat aku bertemu dia aku merasa senang sekali. Tapi lidahku terlalu kaku untuk membicarakan hal-hal serius padanya seperti yang aku rencanakan. Bagaimana mungkin, aku menjanjikan sebuah hubungan, sementara aku harus pergi meninggalkan untuk ketidakpastian di tanah rantau yang menjadi pilihanku. Terlalu konyol jika aku membangun komitmen di ujung pertaruhan. Bahkan tentang diriku sendiri aku tak pernah tahu nasibnya di sana. Aku mengunci mulut. Merobohkan keinginan-keinginan egoisku untuk berpikir ‘jika kamu setia kamu bisa menunggu’. Tidak. Aku tentu tidak bisa untuk obral omongan. Karena aku menghargai setiap insan punya pilihan-pilihan logis untuk berbahagia. Sekalipun tidak bersamaku. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Bob orang yang humoris. Yang agaknya pas dengan diriku yang kaku. Tapi, entah kenapa mulutku selalu pedas saat berucap padanya.</span></div>
<div>
</div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Kamar kamu itu kotor sekali. Kenapa gak ditata yang rapi barang-barangmu itu!” Aku tidak bisa melihat barang-barang berada lalu lalang di yang bukan pada tempatnya. Sebenarnya aku bisa berkata lebih halus sedikit. Tapi, mulut rasanya spontan berkata seperti itu. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Perempuan seperti apa yang kamu cari? Menikahlah. Beri aku kejutan ketika aku sampai menjumpaimu lagi,” tuturku menantang dia. Padahal, tentu tidak benar aku menginginkan hal demikian. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Pernyataan-pernyataan kecil itu yang sering membuat perdebatan. Tentu siapa lagi kalau bukan aku yang memulai. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Keputusanku untuk pergi jauh dari orang-orang yang pernah aku kenal, sekalipun keluarga memang sudah bulat. Aku ingin hidup dengan orang-orang baru yang tanpa aku kenal satu pun di tempat yang tanpa listrik, tanpa sinyal, tanpa air bersih, kamar mandi seadanya, dan anak-anak kecil yang liar. Atas obrolan kecil itu, ternyata kamu tidak terlalu suka dengan keputusanku. Tapi ini sudah keputusan final. Tidak ada satu pun orang yang dapat menentangku. Kecuali Tuhan. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Setiap hari aku benamkan diriku dalam kesibukan mengajar anak-anak. Pagi siang dan malam. Bertemu anak-anak sebenarnya menjadi ketakutanku di masa silam. Aku tidak suka dengan masa anak-anak. Bukannya menyenangkan justru sebaliknya. Tapi, aku belajar dari anak-anak yang tumbuh bersamaku. Walau setiap hari mereka menyita seluruh waktuku, mereka memberiku banyak pembelajaran. Seperti kesabaran, bersikap adil, welas asih, dan bercanda-canda kecil. Aku mulai tahu untuk apa aku harus mempertahankan hidupku dengan hal-hal yang bermanfaat. Karena hidup tak layak dijalani jika harus merutuki dan penuh kelukaan saja.</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Sebelum kedatanganku di desa kecil nun jauh itu, aku ingin mengatakan kejujuran padamu. Bahwa aku akan benar yakin untuk berpulang padamu. Aku butuh kamu. Tapi, selalu saja pertemuan kita penuh perdebatan tak lain memang dariku yang selalu menyulut bara api. Tentang hal-hal inti yang tak tersampaikan karena hal remeh temeh. Dasar perempuan berotak kerikil-kerikil tajam! </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Aku mengatur pertemuan denganmu sekali lagi. Aku ingin melepas hal-hal tajam yang menjadi duri bagi otakku sendiri. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Kau itu berotak kerikil. Mana ada lelaki yang sanggup melapangkan dadanya untukmu!” tutur Bob penuh kemarahan dan caci maki. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Kau tahu, jika setiap perempuan bisa memilih akan seperti apa isi otaknya, aku akan memilih otak yang hanya berisi perempuan-perempuan anggun yang pandai memakai eye liner dan high heels. Sudah aku katakan padamu berulang-ulang, pergi saja dariku jika kau tak sanggup.”</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Aku tak sanggup,” tuturnya lirih dan tanpa perlawanan. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Kau tau Bob, perjalananku terlalu rumit untuk merumuskan aku dengan kamu. Aku diam-diam menjadi pelanggan setia tulisan-tulisanmu. Sebuah pojok cerita yang sederhana dan jujur. Kau diminta untuk menikah segera oleh Umimu, bukan? Dengan perempuan anggun yang berotak mutiara anak teman pengajian Umimu?”</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Aku sanggup mencari sendiri tanpa harus dijodohkan!”</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Iya. Aku dengar kamu sudah menemukan sosok senama denganku dan beruntungnya berotak mutiara pula. Itu yang membuat aku mundur perlahan darimu. Langkahmu tinggal sejengkal lagi. Sementara aku mesti melompat berpuluh kilometer. Apa aku bisa berlari melepas ketertinggalanku?”</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Kenapa kau tak pernah cerita?</span></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEii3_FTp2pygXg8Sl_JGj9vHjnwT_eeaX0Q8QNZwhNXDGBG6-NkhDag4yEOL5xe9pCEjZZ1_6wnn-hPx8AzLL_p4zo5r7SuJC0JMeYmcOnIYd4p3saarqfJtvtGq1T2IuKF5zA6LLrXy7M/s1600/IMG_7429.JPG" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" data-original-height="1066" data-original-width="1600" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEii3_FTp2pygXg8Sl_JGj9vHjnwT_eeaX0Q8QNZwhNXDGBG6-NkhDag4yEOL5xe9pCEjZZ1_6wnn-hPx8AzLL_p4zo5r7SuJC0JMeYmcOnIYd4p3saarqfJtvtGq1T2IuKF5zA6LLrXy7M/s320/IMG_7429.JPG" width="320" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: small;">Hidup layak dijalani, sesederhana minum teh</span></i></td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Buat apa? Aku menghargai setiap alasan logis untuk memilih dengan siapa kau berhak bahagia. Juga alasan realistis Umimu. Menginginkan anak lelakinya menikah segera. Sementara, walaupun tekadku untuk bertahan dan memulai dari awal denganmu pernah ku ikrarkan dalam diri kini runtuh dihempas waktu. Pernah aku berpikir, apa kamu pilihan yang tepat buatku? Bagaimana jika aku mesti melanjutkan kepedihan lebih dalam bersamamu dari luka yang aku alami selama ini?”</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Kamu kenapa? Berkata lah jujur. Kamu memang perempuan berotak kerikil-kerikil tajam!” katamu. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Bisakah perempuan jatuh cinta pada lelaki lain dan menyerahkan seluruh hidupnya Bob, jika ia tak pernah merasakan jatuh cinta pada ayahnya? Apakah ada hubungan sebuah pasangan yang lebih damai tanpa kemarahan seorang ayah setiap hari?” </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Ia lalu memelukku erat. Sangat erat. Degup-degup jantungnya mengejar suara sesenggukanku. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Keyakinanku untuk berpulang padamu begitu kuat. Tapi tak pernah sekalipun aku bercerita alasan-alasan perasaan macam ini padamu. Karena aku pun tak tahu tentang diriku. Aku ingin melihat penilaian jujurmu atas perempuan, tanpa tahu latar belakangnya ia tumbuh seperti apa. Tentu, perempuan berotak mutiara yang akan lebih bisa memabahagiakanmu. Karena ia tumbuh dalam balutan kemuliaan. Sementara apa yang bisa diandalkan dari perempuan berotak kerikil-kerikil tajam? Tergelincir sedikit, justru bisa mencelakakan. Aku ingin memberi pilihan-pilihan realistis dengan siapa kau mesti bahagia. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Aku ingin kau bercerita lagi. Teruskan Mae. Teruskan...” ia memaksaku. Mencengkeram kedua lenganku. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Ayahku seorang yang ringan tangan dan ringan mulut. Apa yang dikatakannya seolah titah Tuhan. Tak ada satu pun yang bisa melarang kehendaknya. Sewaktu kecil, saat anak perempuannya melakukan kesalahan-kesalahan kecil, segala sapu lantai, kipas dari rotan, sendal, keset lantai pernah semua melesat ke tubuhku. Berkali-kali. Bahkan sampai tumbuh dewasa, ia tak tahu bagaimana bisa berbincang hal-hal yang inti pada ayahnya. Bagaimana bisa bersikap tegar menghadapi ayahnya. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Bisa kah perempuan seperti itu mencintai laki-laki lain, Bob?”</span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Mulut Bob mengatup. Aku yang masih dipelukannya masih sesenggukan dan terus tersedu. Ia semakin mencengkeram diriku. Aku susah napas. Ia lalu menutup bibirku dan membisiki telingaku “Kamu tahu, ada banyak alasan untuk melanjutkan hidup. Pilihlah dan ikuti nuranimu.” </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">“Kau tahu Bob, walaupun aku tak pernah bisa jatuh cinta. Setidaknya aku merasa nyaman di sampingmu.” Sayang, perdebatan kecil terakhir ini tidak pernah terjadi. Dan tidak mau terjadi. Sebab membiarkan seseorang mengambil keputusan yang tepat tanpa terkontaminasi pada bayangan-bayangan tak mengenakkan jauh membuat lega. Aku akan melanjutkan hidup, seperti katamu. </span></div>
<div style="text-align: right;">
<i><b><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;"><br /></span></b></i></div>
<div style="text-align: right;">
<i><b><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: xx-small;">Cerpen untuk melepas ingatan-ingatan kecil yang tak tersampaikan mulut</span></b></i></div>
<div>
</div>
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-88960591817252669082016-02-20T06:37:00.001-08:002016-02-20T06:37:25.011-08:00Jurnalku Temanku<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:RelyOnVML/>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Siswa kelas V SD 004 Pian Tengah berjumlah 8 siswa. Mereka
Rifky, Ade, Puput, Erni, Hambali, Arif, Zar, dan Amil. 3 orang perempuan dan 5
orang laki-laki. Mereka saling membaur satu dengan yang lainnya. Saat bermain
atau pun di kelas, tidak ada yang saling udur-uduran peran laki-laki dan
perempuan. Zar misalnya ia akan dengan sigap memimpin doa. Puput juga akan siap
menghapus papan tulis. Sementara siswa laki-lakinya akan bekerjasama dengan
siswa lainnya setiap hari menyapu kelas. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Saat melakukan praktik pengalaman mengajar dulu di sebuah SD
di Purwakarta, saya hampir kebingungan saat ingin membagi kelompok entah
bermain atau eksperimen. Sebab antara siswa laki-laki dan perempuan tidak mau
dicampur. Begitu pula saat ingin mengganti posisi duduk dan tata letak kelas.
Mereka semacam membuat kubu. Namun, sekarang hal yang menarik yakni anak-anakku
sangat luwes. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Suatu ketika, saya melihat siswa saya murung. Tidak seperti
biasanya yang lincah. Namun, antar saya dan dia seolah ada tembok. Saat saya
menerangkan, ia sering bermain sendiri entah mencorat-coret buku, menjahili
teman, atau membaca buku. Intinya dia tidak memperhatikan saya. Tidak seperti
anak yang lain yang cerewet bertanya ini-itu. Saat saya mengingatkan untuk
kembali fokus pada pelajaran, dari raut mukanya justru semakin menunjukkan
ketidak senangannya. Kadang saya jengkel, namun saya simpan saja. Saya ingin
mengetahui diri masing-masing anak saya. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Jurnal harian. Ya, ini adalah semacam catatan harian yang
ditulis berdasar refleksi keseharian. Atau cerita-cerita konyol bahkan
menyedihkan. Dua tahun terakhir, saya sempatkan untuk menulis catatan harian
yang dalam satu buku. Walau tak setiap hari juga diisi. Kalau dulu, menulis di
sembarang lembaran. Namun, saya sadar butuh satu buku tersendiri untuk menjadi
teman. Dari situ, saya mencoba menawarkan pada anak-anak untuk membuat jurnal
harian. Mereka tertarik untuk membuatnya. “Iye Bu, saye nak suka. Tapi, kawan
lain nak boleh melihat. Cuma ibu seorang yang boleh,” kesepakatan anak-anak. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Saya tidak membebankan pada mereka buku baru. Atau macam
buku diari yang lawa (lawa : bagus). Mereka datang ke sekolah tepat waktu dan
membawa buku pelajaran saja sudah satu kesyukuran bagiku. Saya hanya menghimbau
untuk membawa satu buku yang masih ada lembar kosong. Bisa buku sisa di kelas
sebelumnya, atau yang tak terpakai. Walhasil, jurnal mereka jadi lawa. Mereka
sulap sampul buku yang sebelumnya penuh coretan dan lipat-lipatan menjadi
gambar yang menarik dilihat. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Dari situ saya melihat perasaan anak saya. Puput misalnya
menulis ingin sekali punya teman bercerita dan yang bisa diajak berpuisi
bersama. Sementara Zar, ia menuliskan sangat sayang keluarga. Ia ingin membuat
bangga orang tua. Ia juga sangat senang jika di sekolah bisa bermain-main. Sebab,
kalau di rumah tidak ada waktu untuk bermain. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Dewi Maghfi, 29 Januari 2016</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-43711942443791207802016-02-20T06:33:00.001-08:002016-02-20T06:33:32.516-08:00Sarapan Tambol<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:RelyOnVML/>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Satu diantara perempuan yang menjadi idolaku adalah Mimak.
Kala isuk jemun (pagi betul), Mimak telah bangun dan menyiapkan sarapan. Belum
pernah sekalipun, saya tidak menjumpai sarapan di meja pagi hari. Entah apapun
lauknya, nomer wahid ada nasi. Fiqih soal hukum sarapan di rumah kami adalah
wajib! Tidak ada toleransi bagi siapapun tidak sarapan. Saya tak pernah berani
untuk tidak sarapan. Walau sebenarnya kadang tidak suka dengan lauknya, mau
tidak mau harus makan. Makan juga kadang sambil mecucu. Namun, karena budaya di
rumah telah menjadi kolaborasi dari budaya tulen dan budaya tambahan, mimak
mulai mempertimbangkan hak asasi manusia, pilihan.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Kami di rumah (anak-anak), hilir mudik mulai mencicipi hidup
di kota tetangga. Yang mana anak kos, sarapan adalah hukumnya mubah. Sebatas
diperbolehkan, tidak dimulyakan tidak juga dilarang. Awalnya saya berpegang
teguh pada hukum sunnah. Artinya jika sarapan berarti dimulyakan. Namun, itu
tak bertahan lama. Saya menggeser menjadi mubah. Jika ada waktu, eh ada uang,
eh tidak bangun kesiangan, eh tidak ada kelas pagi, eh eh yang lain ya sarapan.
Jika tidak ya tidak apa lah. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Campuran budaya itu yang membuat rindu pada Mimak.
Belakangan, Mimak mulai membuat kelonggaran atas pertimbangan banyak hal. “Dimakan
atau tidak, yang penting saya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tetap
konsisten menyiapkan sarapan tiap pagi,” keluhnya. Tentu, bukanlah karena Mimak
sudah mulai bosan. Ia adalah orang yang memberi contoh dari sekadar
petuah.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Iya ya, saya sadar. Ada satu
alasan rindu yang khas dari Mimak. Saya tidak pernah datang terlambat ke
sekolah gegara soal sarapan. Mimak adalah nomor wahid soal urusan di pagi hari
sebelum kami meninggalkan rumah. Maka, saya pun memegah teguh soal mindset
sarapan. Kata Mimak, harus ada makanan yang masuk ke perut di pagi hari. Perut
tidak boleh kosong saat beraktivitas. Kalau dulu, kami diwajibkan sarapan nasi.
Namun, mimak kian memahami bahwa ada makanan lain yang bisa digunakan untuk
mengganjal perut di pagi hari. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Sejak ngekos, saya cenderung mengupayakan sarapan dari
tidak. Bedanya dengan di rumah adalah soal waktunya. Kalau di rumah, sarapan
paling lambat adalah pukul setengah tujuh. Saat kos, mulai menoleransi bisa
pukul delapan, Sembilan, bahkan sepuluh. Nah, sekarang ini di Natuna hidup
dengan orangtua yang berasal dari Jawa (Jogja), mamakku mengupayakan sarapan.
Di desa Pian Tengah, sarapan nasi tidak wajar. Para mamak-mamak akan membeli
tambol (kue-kue beraneka macam yang selalu khas dengan ikan tongkol). Ada
namanya kue tinju, lampar, pulut janda, kue batu, kernas, dll. Biasanya
anak-anak sekolah sd-smp, pagi-pagi akan bersliweran di jalanan untuk
menjajakan tambol-tambolnya sebelum ke sekolah. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Pukul 06.15 saya sudah siap mengenakan seragam ngajar. Dilla
(siswa sd kelas 6), kadang datang membawa bakulnya ke rumah. “Buk, nak kue
tinju ndok?” tuturnya. Sekembalinya, dia berjalan berlari ke rumah-rumah
lainnya. Pukul 06.50 saya mulai berjalan dari rumah dengan jarak menuju sekolah
kira 200 meter. Di jalan, kadang menjumpai anak yang berlari-lari dengan handuk
dan jariknya. Juga menjumpai anak yang memakai celana dalam sedang mengguyurkan
air ke badannya dengan kegirangan. Biasanya ia menyapa “Ibuuuuuk………”Ada juga
yang merengek meminta uang jajan lebih. Juga Mamak yang nampak memegang kuat
tangan anaknya sembari mengguyurkan air dan mantra-mantra yang tiada ujung
titiknya. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Bel masuk sekolah dihidupkan pukul 07.30. Ruangan yang
berada di dalam ruangan kantor kadang gemboknya masih berbentuk ‘n’ kaki dua
(lagu untuk anak kelas 1 sd dalam mengingat abjad). Saat melewati kelas-kelas
menuju kelas lima, kadang ada satu-dua meja yang kosong. Juga meja yang berada
di barisan paling depan tak luput. Kelas berlangsung lima belas menit, “Buk,
maaf ye terlambat. Nunggu sarapan matang.” Bukankah, ini semua harus dimulai selayaknya
ketulusan Mimak yang senantiasa menyiapkan sarapan di pagi hari? Kalau saya,
belajar dari sarapan ketulusan Mimak juga mantra-mantra minimalisnya. Mari…… </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Ranai, 6 Februari 2016</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-72139588420333256852016-02-20T06:10:00.002-08:002016-02-20T06:23:29.374-08:00Lima Buah Kue Kernas <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya sedang menumbuk cabai, bawang, kunyit. Sementara mamak mulai menata kayu-kayu kering di tungku masak. Pawon kalau kata orang jawa. Masyarakat pian hampir semua masak dengan kayu bakar. Juga menggunakan kompor minyak tanah, namun terbatas jatah minyaknya. Setiap kepala keluarga dapat jatah minyak tanah 8 liter dengan harga 30 ribu setiap bulannya. Sementara mamak-mamak biasanya ke hutan untuk mencari kayu bakar. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Para mamak yang ke hutan untuk mencari kayu bakar atau daun-daunan untuk dimasak menggunakan tunjung. Tunjang yakni sebuah anyaman bambu yang berbentuk balok dengan digendong dan sobekan tali sarung yang diikatkan di kepala. Mamak ini, biasanya memakai baju dan celana lengan panjang. Kadang ada yang bersepatu juga. Oh iya, kepala para mamak ini diikat kain ala-ala orang melayu agar saat menggendong beban tidak berat dan sakit kepala. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Mamak-mamak berangkat sekitar pukul 7 pagi. Sementara pulang di jam yang tak tentu. Mamak tak pernah membiarkan tunjang kosong. Apapun yang ada dan bisa dimanfaatkan akan mamak ambil. Di desa kami, hampir tiap hari makan ikan laut segar. Namun, jangan harap jika saat musim angin kencang dan badai, bisa sampai satu bulan tak makan ikan. Sungguh, sayur dan telur di sini adalah makanan kemewahan bagi kami. Selain harganya yang bisa 3 kali lipat dari harga di Jawa, barangnya pun tak ada setiap hari. “Orang melayu malas untuk bercocok tanam, Mbak. Lebih suka membeli,” tutur bapak hostfam. Pemasok sayur terbesar dari daerah Batubi. Sementara batubi adalah daerah transmigran yang kebanyakan orang Jawa yang ada. Orang Jawa di sini terkenal ulet, tak mau diem dan terus memutar otak untuk bekerja. Itu pun yang bilang orang-orang sini. Sayur Batubi lalu dijual ke kota kecamatan Bunguran Barat dengan jarak tempuh naik pompong satu setengah jam. Sementara desaku dengan desa batubi mesti menempuh jalan darat sekitar 2 jam.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Di desa Pian Tengah ada nama kue khas daerah sini. Atau kue khas Natuna. Kue tersebut dibuat dari ikan tongkol. Para penduduk sini, kebanyakan bekerja sebagai nelayan. Berangkat malam hari dengan menggunakan pompong untuk ke laut lepas, dan pulang dini hari. Pagi-pagi sekali pukul 05.30, mamak-mamak sudah melakukan tawar menawar untuk membeli hasil tangkapan nelayan. Ikan yang didapat lebih sering tongkol. Satu ikan tongkol dihargai dari 5-15 ribu. Mamak saya bisa membawa pulang 2-3 ekor ikan. Hamper tiap hari, kami makan ikan. Entah yang dikuah, diasap, disantan, disambal goreng caabe rawit, disambel goreng cabe kering, dicampur sayur-mayur keladi dan macamnya yang katanya sayur, digoreng kering, dan mungkin akan beraneka macam lagi selama setahun ke depan. Untuk membuat kernas, tongkol yang sudah direbus lalu dihancurkan halus. Tulang dan daging dipisahkan. Dan yang digunakan hanya dagingnya saja. Setelah daging siap, lalu dicampur dengan butiran sagu yang sudah dikukus. Campuran sagu dan daging tongkol halus dibuat bulatan-bulatan kecil. Setelah digoreng setengah kering. Makan kernas lebih nikmat dengan dicocol sambal pedas manis. Betapa makanan seharga seribu itu yang sekali gigit habis, melewati jalan panjang dari tangan mamak-mamak dan bapaknya untuk mencari ke laut lepas. Sungguh!</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Lupa tanggal. Haha.</span><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-55629294575155932092016-02-07T16:24:00.003-08:002016-02-07T16:24:15.586-08:00Penjual Jamu Mengejar Mimpi <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ibu…. Saya bertemu lagi orang Jawa. Macam mane ceritanye?” tutur Ibu Suliyatun sembari menjabat tangan dan memeluk saya. Suara ibu Suli mengingatkan pada Yu Sri, seorang penjual jamu di desa saya. Suaranya halus, pelan, cemengkling. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Nak gini Bu..….” tiba-tiba Bu Suli menimpali. “Wah Bu, cerita perjalananku lan Mas Toyo ki abot.” Bu Suli saat ini mengajar di SD Pian Tengah. Dia mulai merantau ke Natuna dari Ngawi tahun 2000. Kala itu, ia dan Mas Toyo masih hangat-hangatnya pengantin baru. Ia mengatakan mencari kerja di desa susah. Namun, ia tak mau merantau ke kota besar. Walhasillah ia ke Natuna sebab diajak seorang teman dengan meninggalkan putra wayangnya pada nenek. Baru, saat putranya kelas 1 sekolah menengah pertama, ia memboyong putranya ke Natuna. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bu suli sebelum berangkat ke Natuna, ia telah mengikuti kursus membuat jamu dan kursus bahasa inggris. Ia memang berencana akan berjualan jamu di tanah perantauan. Agar jamu tak asal-asalan ia melakukan kursus. Sementara Mas Toyo berjualan penthol di sekolah-sekolah. Bu Suli mempunyai cita-cita menjadi sekretaris sejak sebelum menikah. Namun, akhirnya pada 2003 ia masuk universitas terbuka mengambil jurusan pendidikan guru sekolah dasar. Baru pada 2007 ia lulus kuliah. Setelah llulus kuliah, ia pun tak langsung dapat melakukan wiyata di sekolah. Beberapa sekolah menolak karena, latar belakang Ibu Suli seorang penjual jamu. “Bagaimana ye Bu, macem mana kate orang nanti?” tutur seorang kepala sekolah pada Bu Suli. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Janji Tuhan man jadda wa jadda, siapa yang berssungguh-sungguh pasti akan mendapat apa yang diimpikaan. Bu suli tak putus asa untuk mendaftar dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Akhirnya pada 2008 ia mendapat panggilan mengajar bahasa inggris. Di luar waktu mengajar, ibu suli berjualan jamu. Bangun pukul 03.00 pagi untuk membuat penthol bersama suaminya. Pukul 07.00 suaminya sudah berangkat dengan mendorong gerobak. Sementara Bu Suli berangkat mengajar. Setiba di rumah pukul 12.30, Ibu Suli langsung membuat jamu untuk dijual. Pukul 14.30 hingga 20.00 ia berjualan keliling dengan menggunakan onthel. Sepulang menjual jamu, ia baru dapat bertemu kembali dengan suaminya. Rutinitas itu dilakukan bertahun-tahun lamanya. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pada 2014, ia diterima menjadi calon pegawai negeri setelah enam kali mengikuti tes. Ibu Suli selalu mengatakan kalau mencari uang hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan makan dan sehari-hari saja, ia lebih nyaman hidup di Ngawi. Namun, ia ingin masa depan anaknya mendapat pendidikan yang lebih baik. Maka itu, ia memulai dari dirinya sendiri. Ia memulai dengan mencerdaskan diri dulu, walau dengan payah. “Mari berbuat untuk anak-anak kite, anak-anak Indonesia,” ujar Ibu Suli yang kemudian mengajak saya ke sebuah warung khas jajanan Natuna. Lempeng namanya, pulut yang dibubuhi ikan tongkol dan dibungkus daun pisang. Setelah itu dibakar. Wau…. Betapa nikmatnya. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dewi Maghfi | 13 Januari 2016</span><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-38176641642491976772016-02-07T16:24:00.001-08:002016-02-07T16:24:08.367-08:00Penjual Jamu Mengejar Mimpi <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ibu…. Saya bertemu lagi orang Jawa. Macam mane ceritanye?” tutur Ibu Suliyatun sembari menjabat tangan dan memeluk saya. Suara ibu Suli mengingatkan pada Yu Sri, seorang penjual jamu di desa saya. Suaranya halus, pelan, cemengkling. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Nak gini Bu..….” tiba-tiba Bu Suli menimpali. “Wah Bu, cerita perjalananku lan Mas Toyo ki abot.” Bu Suli saat ini mengajar di SD Pian Tengah. Dia mulai merantau ke Natuna dari Ngawi tahun 2000. Kala itu, ia dan Mas Toyo masih hangat-hangatnya pengantin baru. Ia mengatakan mencari kerja di desa susah. Namun, ia tak mau merantau ke kota besar. Walhasillah ia ke Natuna sebab diajak seorang teman dengan meninggalkan putra wayangnya pada nenek. Baru, saat putranya kelas 1 sekolah menengah pertama, ia memboyong putranya ke Natuna. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bu suli sebelum berangkat ke Natuna, ia telah mengikuti kursus membuat jamu dan kursus bahasa inggris. Ia memang berencana akan berjualan jamu di tanah perantauan. Agar jamu tak asal-asalan ia melakukan kursus. Sementara Mas Toyo berjualan penthol di sekolah-sekolah. Bu Suli mempunyai cita-cita menjadi sekretaris sejak sebelum menikah. Namun, akhirnya pada 2003 ia masuk universitas terbuka mengambil jurusan pendidikan guru sekolah dasar. Baru pada 2007 ia lulus kuliah. Setelah llulus kuliah, ia pun tak langsung dapat melakukan wiyata di sekolah. Beberapa sekolah menolak karena, latar belakang Ibu Suli seorang penjual jamu. “Bagaimana ye Bu, macem mana kate orang nanti?” tutur seorang kepala sekolah pada Bu Suli. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Janji Tuhan man jadda wa jadda, siapa yang berssungguh-sungguh pasti akan mendapat apa yang diimpikaan. Bu suli tak putus asa untuk mendaftar dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Akhirnya pada 2008 ia mendapat panggilan mengajar bahasa inggris. Di luar waktu mengajar, ibu suli berjualan jamu. Bangun pukul 03.00 pagi untuk membuat penthol bersama suaminya. Pukul 07.00 suaminya sudah berangkat dengan mendorong gerobak. Sementara Bu Suli berangkat mengajar. Setiba di rumah pukul 12.30, Ibu Suli langsung membuat jamu untuk dijual. Pukul 14.30 hingga 20.00 ia berjualan keliling dengan menggunakan onthel. Sepulang menjual jamu, ia baru dapat bertemu kembali dengan suaminya. Rutinitas itu dilakukan bertahun-tahun lamanya. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pada 2014, ia diterima menjadi calon pegawai negeri setelah enam kali mengikuti tes. Ibu Suli selalu mengatakan kalau mencari uang hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan makan dan sehari-hari saja, ia lebih nyaman hidup di Ngawi. Namun, ia ingin masa depan anaknya mendapat pendidikan yang lebih baik. Maka itu, ia memulai dari dirinya sendiri. Ia memulai dengan mencerdaskan diri dulu, walau dengan payah. “Mari berbuat untuk anak-anak kite, anak-anak Indonesia,” ujar Ibu Suli yang kemudian mengajak saya ke sebuah warung khas jajanan Natuna. Lempeng namanya, pulut yang dibubuhi ikan tongkol dan dibungkus daun pisang. Setelah itu dibakar. Wau…. Betapa nikmatnya. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dewi Maghfi | 13 Januari 2016</span><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-31884160455647306852016-02-07T15:59:00.000-08:002016-02-07T15:59:35.416-08:00Berlayar ke Sedanau <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg22CxH2qe4Vt9CRbfC5KoYeDFe-hvcyN7mEIrBaseB6fIckpDTW62E-Zmchpqwcr8V-Sg4-vm_JfhJBQm_cezxpDRgdqcEYpE5Tjn4ZRIoqO950OPBS1sDvCIuTuBfkXpRqVJoosz8M5o/s1600/20151231_120350.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg22CxH2qe4Vt9CRbfC5KoYeDFe-hvcyN7mEIrBaseB6fIckpDTW62E-Zmchpqwcr8V-Sg4-vm_JfhJBQm_cezxpDRgdqcEYpE5Tjn4ZRIoqO950OPBS1sDvCIuTuBfkXpRqVJoosz8M5o/s400/20151231_120350.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pak Tukidi, Bapak angkatku</span></td></tr>
</tbody></table>
<br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Pernahkah anda merasakan bahwa kematian itu berasa dekat? </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Siang tadi, saya berlayar dari pulau sedanau ke desa Pian Tengah. Pulau sedanau ini adalah kota kecamatan. Yang mana, di pulau ini ada pasar yang lumayan besar buat kami orang-orang desa. Hampir tiap rumah berjualan. Dari toko sembako, kosmetik, makanan, elektronik, pancing, peralatan sekolah, hingga pelelangan ikan. Namun, jangan bayangkan macam pasar swalayan gedhe. Pasar ini, macam pasar tradisional kita di jawa. Namun, sungguhlah pasar ini menjadi kemewahan buat kami di desa. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya ke sedanau untuk berkunjung ke uptd, kantor kecamatan, koramil, puskesmas, dan polsek. Sebab, Indonesia mengajar baru tahun pertama di Natuna, jadi kami bertugas babat alas. Berkunjung kemanapun dan mengulang-ngulang ‘what is Indonesia Mengajar?”. Entah dalam kondisi malas berbicara, mual-mual, kepanasan, harus tetap mampu memperkenalkan maksud kedatangan kami. Ada yang merespon baik, ada juga yang mengawali dengan kata ‘maaf’. Kalau sudah mengucap kata tersebut, untuk selanjutnya harus siap tetap melebarkan senyum walau hati kecut. Macam, “maaf gaji anda berapa? Gedhe dong? Jaminan pegawai ya? Lha itu kan pendirinya uda jadi Menteri, jaminan dong? Dapet dari pemda berapa?”</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Biasanya kalau begitu, saya menunggu semua asumsinya keluar, baru membuka pertanyaan. “Kira, kalau yayasan itu negeri apa non-negeri?” dan lainnya. Namun, ada yang membuat hati ini merekah. Ada gadis muda pegawai perpustakaan kecamatan yang antusias menyambut saya yang mengenakan rompi Indonesia mengajar. “Ih, Mbak Dewi dari Indonesia Mengajar. Gimana-gimana ceritaya Mbak, saya sudah lho baca bukunya jilid 1-4 (Hah, emang ada 4? Setahuku…. Krik krik dalam hati.) lucu-lucu ya, ada yang bla bla bla. Mbak, bukunya ya dari pengajar muda ini.”</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saking seringnya bertemu orang dan mengenalkan Indonesia Mengajar, entah karena nglothok di luar kepala atau bingungnya, harus mencari tikungan-tikungan yang beda untuk tiap lawan bicara. Kadang berasa krik krik, menggebu-gebu karena lawan asyik, datar biasa saja. Hal yang masih membuatku butuh managemen adalah soal harapan perubahan. Padahal, saya sebisa mungkin tak bermaksud mengubah katakanlah kebiasaan lama dengan hal baru. Namun, saya ingin memancing tiap-tiap elemen berpikir soal kebiasaan-kebiasaan tersebut dan mereka yang menilai sendiri. Juga mereka yang menemukan kesadaran-kesadaran baru untuk memperbaikinya. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Siang tadi, merasa dekat dengan kematian dan pasrah. Saya naik pompong (ada yang mengatakan ketinting). Sebuah perahu kecil yang muat maksimal lima orang. Saat ini di Natuna sedang musim utara, yang mana ombak dan anginnya gedhe. Sejak malam harinya saya menginap di salah satu rumah guru, rumah yang saya tempati beratap esbes dan dinding kayunya ingin melayang-layang. Rumah-rumah panggung yang berdiri di atas pinggiran laut. Bangun-bangun, hidung saya juga mulai berlendir. Karena saya berencana cuma dua hari saja di sedanau, berarti hari ini juga harus balik ke Pian Tengah. Saya dan mamak sudah janjian, bahwa mamak akan belanja ke sedanau dan saya numpang pompong ke Pian. Setelah menghubungi beberapa orang Pian dan tak ada respon, ketar-ketir bagaimana pulangnya tak ada pompong. Mamak mengabari tak jadi belanja karena tak ada pompong yang jalan. Akhirnya ada kabar kalau ada pompong yang jalan ke sedanau, jadi bisa numpang. Maklum, jika nyarter pompong mesti mengeluarkan uang dua ratus ribu. Hhmm, lumayan juga buat saya ini. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya dijemput bapak. Orang-orang rumah ternyata mengkhawatirkanku. Kalau dalam kondisi seperti ini, aku sebenarnya memilih disakiti dan dijahati orang-orang saja daripada begini. Darah berasa berhenti ketika bapak tiba-tiba datang ke rumah Bu Suli. Padahal, Bapak sedang tak enak badan beberapa hari ini. Bapak usianya sudah 65an tahun. Ia juga sering masuk angin. Duh. Mata berkaca-kaca ketika dari jauh melihat baju garis-garis bapak. Yakinkah, bahwa banyak orang baik di luar sana? Jika kebaikan dibalas dengan kebaikan, aku bukan lah orang baik. Tapi, begitu banyak orang baik yang selalu saja hadir di hidupku. Bayangan ini yang sering kali membuat jiwaku berasa lepas juga sekaligus kuat. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Perjalanan menuju Pian Tengah dari Sedanau satu jam naik pompong. Namun, bagiku seperti seharian. Apalagi daerah teman-teman lain yang lebih lebih lagi? Pemandangannya bagus. Satu-satunya langit yang bersih dan cerah yang pernah saya lihat tiap hari entah siang dan malam adalah di Natuna ini. Saya terheran-heran. Di tiap malam, saya bisa menghubungkan antar bintang menjadi sebuah lukisan indah. Mungkin ini juga tergantung suasana hati. Jadi sesuka-sukaku untuk menebak gambar tersebut. Ada gambar telapak tangan, wajah dengan bibir tersenyum, mata yang berbinar, burung, dll. Begitu juga ketika siang hari, oooo… cantiknya langit Natuna. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya duduk di rumah-rumahan pompong. Sementara siswaku kelas lima anak dari pemilik pompong sesekali membantu ayahnya mengarahkan laju pompong. Namun, karena aku khawatir ku minta duduk saja di dekatku. Bapak duduk di ujung pompong dengan berpegangan di sebuah kayu. Bajunya ditumpas oleh angin ke kanan-kiri, depan-belakang. Sementara pengemudi pompong basah kuyup semua karena hantaman ombak yang masuk ke pompong. Selama di pompong, mulut ini selalu komat-kamit hingga maklap tertidur entah berapa menit. Air mulai masuk ke dalam. Sementara pompong terombang-ambing ke kanan-kiri. Tas ku peluk erat, karena ada laptop. Setengah gelo, kenapa dulu tidak beli dry bag. Sebab, laptop fasilitas kantor, jadi merasa was-was jika kenapa-kenapa. Syukurlah, masih bisa dibuat ngetik catatan ini. Mesin mulai mengeluarkan asap dari besi yang panas terhantam air laut. Banjir sudahlah dalam pompong. Mesin mulai dipelankan, dan pengemudi mengeluarkan air sedikit demi sedikit. Aku kian mual. Kepala pusing. Telinga tak mendengar apa-apa. Penyesalan datang, kenapa aku tak membawa pelampung. Sudahlah yang terjadi terjadi lah. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ketika mulai nampak rerimbunan pohon bakau, hati sedikit tenang. Namun, angin tak kunjung juga hadir pelan. Ingin sekali terbang langsung ke darat. Aku memang takut dengan air dengan jumlah banyak. Apalagi ditambah angin. Maka, sudah bertahun-tahun lamanya belajar renang tak bisa-bisa hingga kini. Karena aku belum bisa berdamai dengan diri dan mengatasi ketakutan. Aku sadar, aku tak perlu berani. Hanya saja perlu mengatasi ketakutan. Ya, mengatasi ketakutan dengan memupuk harapan. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Malam pergantian tahun 2016 ini, beberapa orang desa pergi ke kota kabupaten untuk menyaksikan kembang api. Jarak tempuh desaku dengan kabupaten 72 kilo. Orang-orang rela menempuh jarak tersebut untuk berkerumun dan melihat kembang api yang mungkin hanya setahun sekali. Sementara, malam ini di desa listrik mati karena uang subsidi minyak belum cair. Aku memilih menepi dari kerumunan dan melewati pergantian malam ini dengan menulis catatan kecil ini sembari menunggu ditelpon kawan. Tapi PHP! Di sini hanya bisa pakai kartu telkomsel. Sementara membeli pulsa adalah perjuangan. Kadang aku merasa sepi nyit-nyit dan ingin diberi tahu informasi di luar sana. Haha. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">31 Desember 2015 | 11:05 PM</span><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-66620446917463080292016-01-19T01:19:00.002-08:002016-02-07T16:01:02.849-08:00Setahun yang Bukan Semusim<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">“Tahun baru nanti, jalan-jalan ning Tanjung Pinang yo, Wi?” ujar Pak Tukidi yang saat ini menjadi Bapak angkatku.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saat itu saye baru tersadar kalau empat hari lagi memasuki tahun baru 2016. Dengan cepat saya menjawab, “Ayo mangkat, Pak.” Baru pada tanggal 1, saye benar-benar tersadar untuk kedua kali kalau hari Jumat itu tahun baru. Rencana kami ke Tanjung Pinang yang akan kami tempuh menggunakan kapal selama enam jam tersebut tidak jadi, sebab gelombang laut sedang tinggi-tingginya. Baru, pada malam harinya saat saya menelpon rekan saya di Semarang, dia mengingatkan saya kalau ini benar bulan Januari. “Saya bertambah usia dong, 6 Januari nanti. Tepat di angka ganjil 23,” batinku. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Seperti biasa momen pertambahan usia saya, tak ada yang special di hari itu. Kecuali, kejutan-kejutan dari kawan. Saya teringat ketika melewati pertambahan usia di kos Al-Baa’its, rutinitas guyur mengguyur air yang dicampur entah telur, sirup, kopi, selalu tak terlewatkan entah siapa pun yang ulang tahun. Tak pernah ada kekreatifan lain yang kami lakukan selain mengguyurkan air. Tidak hanya mengguyurkan air ke badan si yang sedang ulang tahun, tapi semua harus basah karena kami tetap mengamini jargon jawa mangan ora mangan tetep kumpul. Teles siji, liyane luweh teles gebes. Kejar-kejaran mengelilingi kos, di sudut-sudut tertentu ada petugas jaga, hingga yang pilih aman tak mau ikut-ikutan dan mendukung dari balik pintu kamar. Karena sekat kamar kos kami antar satu dengan yang lainnya masih ada celah, selalu saja ada yang menyiram dari celah tersebut sehingga tak jarang kasur dan barang-barang basah. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Hhmmm. Tak jarang pasti ada yang ngambek. Karena, si ulang tahun dibiarkan sendiri untuk membersihkan lantai-lantai yang kotor, basah, dan bau. Saya juga pernah ngambek pada kawan-kawan yang usil tersebut. “Ulang tahun mah enak, ada kado. Ini apa, uda diguyur air diminta bersihin lantai pula!” Nah, mengingat momen-momen itu, saye jadi rindu dengan teman-teman somplak. Momen dimarah-marahi Ibu kos karena terlalu ramai. Kalau soal nyanyian-nyanyian nyaring tengah malam bak hantu, biasanya ulah dua manusia tengil, Nita dan Ifa. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kepindahan kos pada akhir-akhir semester ternyata memunculkan budaya baru. Kejutan ulang tahun berupa tiup api di pergantian tanggal. Juga kue-kue yang akrab disebut tar. Kami memang hidup dalam nuansa kos yang beda. Namun, aku selalu rindu. Entah kenapa, pergantian usia lebih sering mendapatkan bungkusan buku. “Lalu, berharap ada peri dan peru yang ngirim buku! Apalagi kalau dalam jumlah banyak. Nak dapet ngisi rumah baca baru nak sini. Ayolah siapa berbaik hati di luar sana! Haha.”</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Satu tahun ke depan, saye hanya ingin menyelesaikan misi ini, menjadi pengajar muda di Natuna. Sebuah desa yang sebelumnya pernah ada dalam rabaan saya. Dan sekarang rasakno! Haha. Saya benar belojo bermasyarakat dengan orang dan budaya baru. Dengan orang dari beragam suku. Dengan cerita perjalanan perantauan orang-orang pribumi untuk mengubah nasib. Entah nasib mujur atau justru ajur. Namun, itu lah perjalanan hidop ndok isok ditebak. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sekembalinya di 2017, saye dapet jumpa lagi dengan kawan-kawan dan menyusun misi baru. Setahun lagi untuk tersadar di angka 24. Bukan hanya semusim untuk melewati bersama. Misi untuk melunasi janji satu per satu dan nak pelon-pelon sojoi (bukan lagunya kotak!). Di sini kadang saya mulai lelah menjawab pertanyaan, “Ibuk, nak sono lah de rang lom? Nak sini bonyok, Buk. Nak sini sajo ye, Buk?” Untung lah bertemu Pak Anis Baswedan sebelum pemberangkatan dulu adalah suatu pencerahan. Soal aturan nomor delapan ‘you may like it, but no falling in love’ dan pandangan hidup. Setahun ke depan, saya juga ingin menjabat tangan Pak Anis lagi dan berucap, “Pak Anis, fansmu bonyok! Janji terlunasi, bagaimana dengan Dek Michael apa sudah lulus dan cukup pantas?” Bhaaaha. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dewi Maghfi | 6 Januari 2016</span><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-30438455543605891122016-01-19T01:15:00.000-08:002016-02-07T16:04:00.345-08:00Kedai Mamak<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0sBWoBhzqlBp1NNC-plb1UInbiYy8l8AJGf7ALCEtPtVaZtkvi9deoActYYVNggz8-8Lac19IOPd0SsTghFjBY3YQ8vJO7XMoBbY8txZwYcH2JaBykgV8GoWMG1e6T5lRQV4Rpadr42c/s1600/20151225_093257.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0sBWoBhzqlBp1NNC-plb1UInbiYy8l8AJGf7ALCEtPtVaZtkvi9deoActYYVNggz8-8Lac19IOPd0SsTghFjBY3YQ8vJO7XMoBbY8txZwYcH2JaBykgV8GoWMG1e6T5lRQV4Rpadr42c/s400/20151225_093257.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kedai Mamak</span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya tingge bersame nenek dan atuk di Pian Tengah, Natuna untuk setahun ke depan. Desa Pian Tengah jomloh kepale keluargonye 120. Kalau di desaku 120 KK hanyelah satu rukun tetangga. Keluarge baruku akrab disebut keluarge Pak Tukidi –mantan ketue rt. Aku nyebot orangtua baruku ‘Mamak dan Bapak’. Same seperti nyebot mamak bapak di rumah. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Mamak di Pian Tengah ini empa tahun lalu dan beso sebelumnya gawe sebagoi penderes getah karet di hutan. Tia hari mamak ke hutan dengan menggendong tunjang (keranjang anyaman yang diikatkan di kepala dengan kain sarung). Sementara bapak kadang ke kebun untuk ngurus pohon petai dan duren. Namun, bapak lebih sering di rumah. Bapak kaye inpormasi. Mamak dan bapak orong jawe yogyakarte yang rantau sejak menikah. Bapak-mamak baro punye anak tujuh tahun setelah menikah. Keduanya perna di Kalimantan hidop dengan suko dayak. Perna pule hidop di Pontianak. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Desa pian tengah awalnye adalah huten bako (mangrove). Lalu oreng-oreng menumbong pohon-pohon bako untuk dijadikan rumoh. Siape yang numbong, ia berhak atas tanah tersebu. Rumah kami dibuot dari papan. Listrik ade dari panes surye. Mulai nyale dari puko lime sore hingge setengah sebelas male. Mamak punye due kama. Satu, awak tempati. Satu lagi buat tempa menyimpan barang-barang berharge mamak. Mamak dan bapak biase tido di luar. Kamar yang awak tempati, biase ditempati tamo yang dateng. Terakhi sebelum awak tempati, kamar ni nak dibua tidor waki bupati yang baro unto kampanye. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Mamak punye kedai jualan sembako empa tahun lalu. Modol awel dipinjami lime jute. Kini, kedai mamak menjadi pekerjaan yang menjanjiken bagi mamak. Orong-orong biasa beli sembako dengan ngebon. Baru di awal bulen, mereka membayer. Namon ade juge yang bayer konton. Mamak menaruh barang-barang jualennya awalnye di dalam kama aso. Untuk belanje bareng, ade tige tempa yang biase mamak datangi. Pertama, ke Ranai (orong-orong menyebutnyo Kota di Natuna). Kalau di tempa kite di jawe tepatnyo adaleh daera kecamatan yang sekitarnya bonyok warong-warong. Jarak Pian Tengah ke kota 70 kilo. Bisa ditempuh dengan sepeda moto atau mobil. Di Natuna ndok ade angkutan umum. Orong biase naek sepeda moto sendiri, mobil sendiri, ojek, atau pompong (perahu aso) untuk jalan air. Mamak jarang sekali belanjo ke Ranai. Kecuali, ado anak yang mau ke Ranai dan mamak titip belanjaen. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kedue, ke kecamatan sedanau. Kecamaten sedanau ini lebih majo. Di sane ade sinyal internet. Sementara Pian Tengah hanye sinyal sms dan telepon saje. Untuk ke sedanau naik pompon satu setengah jam. Di Natuna ada empa musim. Musim utara, musim selaten, musim timur, musim barat. Seperti kali ini sedang musim utara. Angin dan gelombangnyo kencong. Mamak berkali-kali ingin ke sedanau namun gagal. Mamak mesti menunggu teduh (angin tenang, tak hujan, dan gelombang tak tinggi). Tandanya malam harinya tak hujan, ade bonyok bintang. Sementara paginya langit cerah besih. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Ketige, belanje ke desa batubi. Desa batubi ini adaleh desa transmigran. Bonyok cine, orong jawe, dan luar Natuna yang bedagang di sono. Batubi ini juga tempa salah satu teman awak dari Indonesia mengajar. Untu ke Batubi bisa ditempuh lewa jalan darat sekitar 2 jam atau nai pompong kurang lebih same 2 jam. Pagi hari di Pian Tengah, panasnye bukan mai. Jam 8 pagi di sini, panosnye seperti jam 11 di jakarte. Kebayang semakin siang, semakin panos. Sementara, malem harinyo di sini dingin. Daerah pian tengah selain di kelilingi laut juge dikelilingi huten lindung. Burung-burung bango bonyok sekali. Juga buaye yang sering datong malem hari memangso hewan ternak wargo. Kata mamak, ayam mamak sering dimakon buaye. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kedai mamak tidak leh beso. Namun dapet buot makon sehari dan bangun rumah sediki-sediki, serta untungnyo disimpa. Sekali belanje mamak menghabisken duit sedikinya 5 jute. Itu pun tak dape barong bonyok. Hargo barong-barong di sini mahol. Juge biaye transportasi. “Belanje 5 jute di sini ndok bonyok barong. Kalo di jawe pasti dape bonyok. Namun, Alhamdulillah dengan moda yang sediki ini teru dape mutor. Coba dengan moda yang beso ya? Haha.” </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Hasil untung dari jualan sembako mamak bisa memperbaiki rumah menjadi lebih nyaman. Mamak bisa membeli baju agar ndok compang-camping, mamak bisa makan sederhana yang ndok sesuli sebelumnya, dape membeli mas-masan untuk disimpa atau digadai ketika tak de duit. Orang sini sukunye melayu. Para perempuannya suke berdandan. Suke pulak memakai mas-masan dalam seharinye. Pakek anting beso, kalong panjong, gelang beso-beso, cincin bonyok di jari sudah akrab sehari-harinyo. Itu buka mas palsu. Namun, mas asli. Orang sini ndok ade yang nyimpen uangnyo di bank. Rerata orang punyo duit untuk dibelikan mas-masan. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Entah ini kebetulan atau ape, mamak mukanyo mirip sekali sama simbok ukin. Mbah yang sangat perhatien sama cucu-cucunye. Kohnu, mamak ini juge perhatien sekali same oreng-oreng. Aku jadi teringat simbok yang selalu nanye “jan-jane kamu kie kapan lulus to, Nduk. Sekolah kog ora rampung-rampung”. Mbah yang menjadi tempa pelarian kala kena marah. Mbah yang selalu menenangken. Mbah yang mengajariku untuk selalu rapi, bersih, dan primpen. Namun, saye ndok pernah ade kala hari-hari akhirnye. Saye yang lebih mengada untuk ‘hal baru yang ciamik’. Saye yang lebih suke mengatakan ‘sibuk’ dari tengok rumah. Namun, toh itu semue bukan tanpa alesan? Setiap perjalanan oreng pasti belajo. Begitu saye, melihat mata mamak, mengingat pula simbok. Masa-masa akhir dengan terapi psikis rutin untuk pemulihan. Bebon yang mungkin menumpuk selame puluhen tahun. Yang tak pernah ia perlihatken pade kite. Simbok yang selalu mengajari, “bagilah makanan terbaikmu unto orang laen.” Mungkin itu lah sediki jawaban mengapa saye berade di sini. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Soal kedai, saye jadi teringa kedai mamak di kampong yang tergerus banjir. Yang akhirnya memutar otak kreatif mamak untuk belajo keahlian lain. Entah, sudo berapo bonyok keahlian mamak dalam hal beginian. Simbok, Mamak di rumah, Mamak di Pian, dan saye ade dalam lingkaran batin. Entah untuk ape kami dipertemuken. Yang pasti, saye belajo dan memupuk harapon. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dewi Maghfi 26-12-2015</span><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-65220601479707961252016-01-19T01:02:00.001-08:002016-02-07T16:08:27.687-08:00AADC<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIGrHQs1135yYmGcQB_em9HjwKz8hWCaakPIj4mrCa1EeW4Oqff7CfS9Myxf_xNX_ho8nOJ8K5tTbRFvG1dLWgQoEHD22LGMRSpkiLxWMUAxFc2UOinijZF1Jalg1FZAVmhwguuzY2igU/s1600/20151220_062234.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIGrHQs1135yYmGcQB_em9HjwKz8hWCaakPIj4mrCa1EeW4Oqff7CfS9Myxf_xNX_ho8nOJ8K5tTbRFvG1dLWgQoEHD22LGMRSpkiLxWMUAxFc2UOinijZF1Jalg1FZAVmhwguuzY2igU/s400/20151220_062234.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Di bandara Batam<br /></span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Triller filem ada apa dengan cinta II sudah dirilis. Banyak orang yang menunggu-nunggu. Katanya sih pada penasaran. Tapi, apalah aku. Sumpah kesan pertama kali nonton AADC biasa saja. Yang keren menurutku hanya adegan ketika Dian Sastro memaki Rangga di depan ruang osis. Saat memaki itu, rasanya aku juga ingin menjambak rambut kriwil Nicholas. Sejak saat itu, mindset soal rambut kriwil berubah. Keren, ndaa! ‘Menjadi peran’ memaki dan mengumpat menurutku adalah kepuasan. Maka, aku selalu berada di pihak Dian Sastro. Tak peduli secakep atau penyayang apa Nichola tak penting. Melihat Dian sastro jauh lebih keren. Seorang periang, teguh pendirian, keras kepala, juga pengasih. Dan untuk AADC II, aku tak minat menonton. Jalan ceritanya pasti cenderung pada porsi ‘akhirnya bertemu kembali’. Bayangkan, dalam jarak bertahun-tahun itu, yang mendapat perhatian hanya pada pertemuannya. Padahal mereka melewati waktu itu dengan tegar, pasrah, dan ikhtiar tiada usai. Kalau aku menjadi Dian, memutuskan untuk tak bertemu selamanya. Ada ‘malam terakhir untuk selamanya’. Agar sama-sama berbalik arah untuk tetap melanjutkan perjalanan dengan nyaman kata orang melayu. Sebab, melihat misi ujung hidup selalu ada hal-hal menarik di luar mengurusi diri sendiri ternyata. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kali ini, aku ingin membahas AADC yang lain. Ye, ada apa dengan cincin? Aku sempat terheran-heran ketika dua hari menjelang deployment pengajar muda tetiba santer isu percincinan. Aku aja tak suke pake perhiasan apalagi emas. Entah sejak kapan telingaku ini tak terpasang anting. Yang ku ingat, sejak telingaku memerah dan gatal-gatal gegara pakai anting tindik. Kapok dekok! Isu percincinan itu menyebar dari kaum adam juga hawa. Oh ternyata, biar gak ditanya-tanya lebih lanjut soal teman hidup (kata Tulus) di penempatan karena ada cincin yang terpasang. Bukti penguat. Awalnya, aku juga resah. Sudah memilih-milih cincin ketika sampai di Batam. Namun, hal terbenci adalah ketika saat pilih memilih itu muncul pertanyaan “why?” Akhirnya, aku menepi sejenak untuk menemu jawabannya. Sudah ketemu dan tak perlu beli cincin kataku. Aku antimainstreem soal hal prinsip dan apalagi sekadar imitasi (pura-pura). </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Sejak datang di Natuna sampai hari ini memang dikejutkan dengan pertanyaan sama. Hari pertama saat menelusur pantai di depan hotel bertemu seorang Ibuk, ujungnya “Buk, semoge dape jodo orang sini sehingga ibu ke depan tetap di Natuna.” Saat datang berkunjung ke rumah kepala desa. Ibu desanya menceritakan kisah pertemuannya dengan Pak Desa yang tak pernah disangka. “Buk, siapa tahu. Sudah ada apa belum. Wah, sayang anak masih semester tiga di IPDN. Doaken ye Buk semoge cepa lulus. Eh Buk, kemonakan baru selesai sarjana lho.” Suatu malam memang aku berkeliling untuk jalan ke rumah-rumah sebelah. Bertemulah dengan Bapak Zabir, “Buk, sudah ada apa belum? Pasti sudah ya, Buk?” juga saat diundang kepala sekolah katanya ada pengawas datang. Juga ada sisipan-sisipan, “Buk, sejak pertamo saye jempu ibuk, kawan-kawan tanye laki ato perempuan, dape salam Buk. Mau yang mane Buk?” Selain itu, saye punya keinginan belajar bahasa melayu dengan serius. Saya mencoba untuk cakap dengan bahasa melayu juga saat mengirim pesan pendek. Saat cakap dengan salah satu guru, “Buk, cepa kali dapet basa melayu. Nak cari jodo orang sini pulak?” Hhhmmm. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Siang tadi, tetiba ada kurcil usia 3 tahun datang. “Buk, ibuk Mamak minta dibantu buat kue”. Karena lagi masak pula, tak kuhiraukan lah dia. “Buk, Ibuk Mas Naga minta ditanyaken. Ibuk sudah punya pacar belum? Nak belum Mas Naga mau Buk.” Lumayan juga sih nih pemuda. Pasti kesan pertama ngobrol kemarin. Oh, ternyata sedari pagi di rumah depan Mamak ini to. Tumben-tumbenan maen sampe sini. Padahal rumahnya jauh dari sini. “Ibuk, nak punya pacar Ferdi. Ibuk berteman saja.” Ku kira akan selesai sampai di situ. Oh, “Buk, Mas Naga cakap katanye kecewa dengan ibuk yang punya teman.” Mamak die nyusul, “Buk, Ferdi bilang ape, tuh Naga di rumah saye Buk. Ferdi jadi makcomblang Buk. Kecil tapi rawit. Gimane Buk?” Ohhhh….. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Biasanye aku jadi idola bapak-bapak ketika PKL dan KKN. Entah apa yang dilihat bapak-bapak tersebut. Masih baik saja sampai sekarang. Masih suka telpon dan tanyak. Katanya sih karena aku asyik, sopan, keibuan, juga kebapakan. Yalaaaa, itu karena aku saja yang longgar untuk masih menerima panggilan mereka. Soalnya yang lain, entahlah. Begitu juga kali ini, masih hangat-hangatnya, baru, coba aja setelah aku eksotis menjurus pekat, mulai bosan, mulai di sini kadang aku merasa lelah. Beeeeuuh. Tak usah memberi penjelasan soal jodo. Sebab, aku tak tahu pulak. Bantu saya Gusti. “Tapi, bukankeh kite aken disatuken same orong-orong yang dalam satu lingkaran batin? Aok lah, ujungnye ade pada setiap anak. Bukan pada siape beranak. Yuhuuui.”</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dewi Maghfi | 26 Desember 2015</span><br />
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-11725336634179758862016-01-19T00:59:00.001-08:002016-02-07T16:09:24.467-08:00Ditemani Senter, Kami Tetap Membaca<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimPDlsHKmkOoxnfvLdNrMsPnDkFnlFyC_Z7m7YIJdbkOScFuRh8GluK1dy1AqDD8KtfhaJYENILqkCYrsq8x_2U5dkjdwIqDFhKTQfNuzlnRZLHBg8uKrJLdyCr5-TI6G8EcDMqYChbhU/s1600/20160106_193055.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimPDlsHKmkOoxnfvLdNrMsPnDkFnlFyC_Z7m7YIJdbkOScFuRh8GluK1dy1AqDD8KtfhaJYENILqkCYrsq8x_2U5dkjdwIqDFhKTQfNuzlnRZLHBg8uKrJLdyCr5-TI6G8EcDMqYChbhU/s400/20160106_193055.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pit dan Sera membaca cerita</span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Setiap hari anak-anak berduyun-berduyun ke rumah baca selepas magrib. Datangnya anak-anak selalu diiringi dengan kemeriahan. Entah ada yang menyanyi, tepuk-tepuk tangan, atau saling usil-mengusili teman lain. Rumah baca kami terbuat dari papan kayu. Bentuknya seperti rumah panggung yang bawahnya perairan. Juga di depannya tempat berlabuh pompong atau ketinting. Rumah baca terletak di tengah-tengah pemukiman warga dan persis di sudut perempatan jalan. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Gerakan kaki setiap orang yang menginjak rumah baca, pasti akan terdengar. Apalagi gerakan anak-anak yang tak hanya melenggang, namun saling tubruk dan bertingkah polah atraktif. Gedebuk.. gedebuk.. Malam itu, Senin (4/1) saya berjalan menuju rumah baca. Dengan menyorotkan senter ke arah depan, saya sembari memanggil nama-nama anak. Tak ada satu pun yang menyahut. Hingga ada satu anak bernama Putri siswa kelas 4 sekolah dasar yang berlari menuju saya. Sesampai di rumah baca, aktivitas pertama kami adalah mengambil buku di rak. Buku tersebut melanjutkan dari bacaan di hari sebelumnya, atau membaca buku baru. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Aktivitas membaca berlangsung 15 menit sebelum menginjak aktivitas berikutnya. Kegiatan di rumah baca salah satunya yakni membangun gerakan membaca minimal 15 menit sehari. Rumah baca terletak di balai pertemuan yang gedungnya terbuka. Dengan begitu siapapun bisa membaca buku di rumah baca. Sementara pengontrol buku-buku supaya tetap utuh dan rapi adalah kite semua. Kami menerapkan sistem saling mengawasi entah anak kecil, remaja, hingga dewasa. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">10 menit berlangsung, tiba-tiba rumah baca terdengar gemuruh akibat gerakan kaki dan suara sorakan anak. “Maaf Bu, kami terlambat. Kami pikir belajar ditiadakan karena listrik mati,” tutur Angga dengan memegang senter. Listrik di Pian Tengah hidup mulai pukul 18.00 hingga 22.00 wib. Namun, sering pula padam dengan jadwal yang tidak diketahui. Walau listrik padam, kami tetap membaca. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dewi Maghfi | 13 Januari 2016</span><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-16257650949306164402016-01-19T00:33:00.000-08:002016-02-07T16:10:34.117-08:00Melunasi Janji Kemerdekaan dengan Membaca<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGUTkSE27sZN7YKIX2QDX52ZWKlo3Yhv_qOuWR7JnYcyLv7KvG9sztfP3-3RukU8jExe_kpouh_kMbuCDwGWYgLOuzFPHrGxOk05kUE1_1TpBeRPKnHiOZqM2EBocS43DtmhEYbJm3BLI/s1600/20160103_113540.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGUTkSE27sZN7YKIX2QDX52ZWKlo3Yhv_qOuWR7JnYcyLv7KvG9sztfP3-3RukU8jExe_kpouh_kMbuCDwGWYgLOuzFPHrGxOk05kUE1_1TpBeRPKnHiOZqM2EBocS43DtmhEYbJm3BLI/s400/20160103_113540.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bahu membahu menata buku</span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Balai pertemuan Desa Pian Tengah, Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Minggu (2/1) nampak ramai. Anak-anak remaja dan orang tua memilah-milah buku untuk dikategorikan berdasarkan bidang studi. Pagi itu, kami bahu membahu memfungsikan balai pertemuan untuk rumah baca. Ide awalnya, ketika saya pergi ke kantor kelurahan, saya melihat ada buku-buku yang tertata rapi di rak. Buku tersebut sudah ada sejak 2013. Namun, pemanfaatannya belum maksimal. Atas musyawarah perangkat desa, anak remaja, guru, dan masyarakat kami sepakat untuk membuat rumah baca. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Setiap masyarakat dapat membaca buku kapan pun. Asal tidak dibawa pulang ke rumah. Malam harinya, kami gunakan untuk belajar. Anak-anak sekolah dasar akan mendapat bimbingan dari guru sekolah dasar dan kakak-kakak yang duduk di sekolah menengah pertama dan atas. Sebelum memulai kegiatan belajar, diawali dengan membaca lima belas menit dilanjut masing-masing menceritakan isinya pada rombongan belajar. Rombongan belajar disesuaikan dengan kelas masing-masing. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Selain belajar mata pelajaran, setiap hari selasa jadwalnya adalah kelas minat dan bakat. Kelas minat dan bakat ini selalu ramai dan anak-anak antusias. Ada kelas puisi yang diasuh Wulan murid kelas tiga sekolah menengah pertama satu atap, kelas tari yang diasuh Ika dan Erna siswa kelas tiga sekolah menengah pertama satu atap, kelas pencak silat yang diasuh oleh Irkham siswa kelas dua sekolah menengah atas, dan kelas mendongeng yang diasuh oleh Ibu Suli dan Ibu Ani guru sekolah dasar 04 Pian Tengah. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">“Bu, saya mau membuka kelas menyanyi, kelas bermain voli, dan kelas memasak selain kelas pencak silat,” tutur Irkham. Irkham ini merupakan anak remaja yang mempunyai banyak minat. Di bidang akademiknya, ia selalu masuk lima besar dalam rombongan belajarnya. “Bu, cita-cita saya dari kecil sampai sekarang hanya satu, ingin jadi guru. Apa bisa, Bu?” tuturnya. </span><br />
<br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kegigihan dalam usaha mengembangakan diri dan mau mengorbankan waktu dan tenaga untuk kepentingan orang lain adalah salah satu kunci melunasi janji kemerdekaan. Setiap masyarakat Indonesia mengemban amanah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Irkham, anak muda yang bersemangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Peran menjadi guru salah satunya. Irkham, semoga kelak kau menjadi guru yang terus mendidik anak-anak bangsa. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">7 Januari 2016 | Dewi Maghfiroh</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">#Indonesiamengajar</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">#PengajarmudaXI</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">#Natuna</span><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-17923669274230260352016-01-19T00:14:00.001-08:002016-02-07T16:11:59.697-08:00Kurikulum Tuhan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjE6NCkCn5h6JR3ITm7_0UdJcPPiGzWm_l-lC4XI_cnbj3mburPhkAp7cnPAyovzuXHyQaByxWTY6FZ-r7x8rH-zG7lwrSBkLY4MpN0chwZVydq1RXSiWiC6A342OIpgmMSIYpTuUdZDiw/s1600/20151227_084013.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjE6NCkCn5h6JR3ITm7_0UdJcPPiGzWm_l-lC4XI_cnbj3mburPhkAp7cnPAyovzuXHyQaByxWTY6FZ-r7x8rH-zG7lwrSBkLY4MpN0chwZVydq1RXSiWiC6A342OIpgmMSIYpTuUdZDiw/s400/20151227_084013.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">7 kilo masuk ke desa Pian Tengah<br /></span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Pernahkah diri anda mempertanyakan sesuatu yang jawabannya sulit didefinisikan?</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Di kelas training intensif Indonesia Mengajar aku mengenal Bu Weilin Han. Suatu ketika, saya bertanya “Buk, di antara 5 kabupaten penempatan kira yang menurut ibu tantangannya besar?” ia mengatakan kalau jawabannya akan saya temukan sendiri. Soal penempatan pengajar muda memang banyak ekspektasi tak terduga. Teman yang berekspektasi tinggi di suatu wilayah A, bisa jadi ditempatkan di wilayah B. Begitu sebaliknya. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kami masih beranggapan semakin jauh tempatnya, maka semakin sangar! Soal ‘jarak’ yang menjadi ekspektasi memang menjadi incaran bagi sebagian orang. Anak muda sekarang bukan dengan sengaja mengincar penderitaan dengan wilayah yang sulit akses, namun, mereka ingin menjajal tantangan baru yang barangkali melebihi ekspektasinya. Aku suka dengan anak-anak muda macam ini. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Nah, lima hari di Pian Tengah, Bunguran Barat, Natuna, aku menemu jawabannya. Keinginanku untuk melepas apa-apa yang pernah lekat denganku tak dikabulkan juga. Ya, semakin kuat keinginan untuk melupa justru semakin mengada. Tapi, inilah jawabannya. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya pernah berpikir, bagaimana sejatinya manusia dihadirkan di muka bumi ini? Apa Tuhan memberikan porsi katakanlah jika laku dualism (kebaikan dan kejahatan) dihadirkan untuk keseimbangan hidup. Ada orang yang memang berasal dari genetik ‘baik’. Dari laku, sikap, dan tuturnya. Sementara aku membayangkan makhluk lain yakni malaikat. Apa ini orang adalah malaikat yang berupa manusia? Ah. Di sisi lain ada orang yang dari genetiknya, melakukan kekerasan adalah makanan seharinya. Sampai cucu turunannya begitu. Apa ia adalah dari makhluk golongan setan yang berupa manusia? Ah. Ternyata, dualism kebaikan dan keburukan adalah stigma yang berkembang mengikuti tumbuhnya manusia. Orang-orang di luar diri yang justru membuat kategori-kategori baik buruk. Sementara diri terjebak dalam stigma itu. Padahal, semestinya manusia lahir di bumi saya yakin adalah pencarian jiwa kemanusiaannya. Manusia yang pernah punya karier sebagai nabi, rasul, rasul ulul azmi, khulafaur rasidhin. Manusia yang itu sibuk mencari kedirian karier kemanusiaannya.</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Saya meyakini bahwa, tiap manusia akan dihadapkan pada lingkaran yang tak jauh beda. Sebut saja lingkaran itu adalah keterikatan hubungan batin. Hubungan yang abstrak, tak nampak, namun kuat. Begini cara kerjanya, katakanlah batin manusia diciptakan saling terhubung dengan satu lainnya sejak di zaman awing-awang. Yang membedakannya adalah lewat orangtua yang beda, pola asuh, lingkungan bermain, hingga cara memandang hidup yang beda. Keterhubungan itu ada sebab manusia diciptakan sebagai makhluk pengasih. Saya yakin tidak ada orang yang semua kontur tubuhnya berasimilasi untuk melakukan kejahatan. Pasti akan ada kebaikan walau sedikit tumbuh di dirinya. Batin adalah cermin ketulusan. Cermin keterhubungan antar satu dengan lainnya. Ketulusan sering disimbolkan dengan hati, nah sekarang saya penasaran apa simbol ketaktulusan? Empedu kah, otak kah, pancreas, mata kah? </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Orang sering menyebut “lihatlah matanya, di sana lah cermin ketulusannya.” Tak ada yang mengatakan “lihatlah matanya, di sana orang nampak kebejatannya.” Saya yakin, tiap orang punya harapan saling kasih-mengasihi. Meyakini potensi walau kecil untuk dikembangkan dari mengorek masalah yang terus tumbuh mekar. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dewi Maghfi</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Pian Tengah, Natuna </span><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-28564207679097362782016-01-18T23:56:00.001-08:002016-02-07T16:18:35.312-08:00Setiap Anak itu Ujung<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkdqzPkbdZUdOZbOsBksfOP9f7pP63pyxzAJgOumQxqQ4TTESJUiFAveG2t4ceuiBiuR4MFBJyCV9KPpHXu2iDiU0_uhulPB2VQVFfZrKulExNzdDwvFYfes0SLxP4ZiCNpMsYUHPUoYs/s1600/20160108_085810.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkdqzPkbdZUdOZbOsBksfOP9f7pP63pyxzAJgOumQxqQ4TTESJUiFAveG2t4ceuiBiuR4MFBJyCV9KPpHXu2iDiU0_uhulPB2VQVFfZrKulExNzdDwvFYfes0SLxP4ZiCNpMsYUHPUoYs/s400/20160108_085810.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Lucu kan mereka. Anak-anak kelas 1. Yang ngupil namanya Abay....<br /></span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Perjalanan sore itu, Sabtu (19/12) dari Bekasi terburu-buru. Kami harus sudah berkumpul di kelas Wisma PKBI Kebayoran Baru Jakarta Selatan pukul 17.00 wib. Saya dan teman, Happy Berthania, berencana berangkat dari stasiun kranji pukul 14.00 wib. Namun, Happy datang 30 menit kemudian karena terjebak macet. Ia melakukan farewell dengan keluarga sebelumnya. Tahun baru 2017, akan menjadi tahun pertama Happy merayakan natal dan tahun baru tanpa keluarga. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Kami memililh naik kopaja yang jalannya kelewat batas ketrengginasan teman saya, Salman. Dari perempatan bangjo jalan Soedirman, saya melihat seorang lelaki kisaran usia 33 tahun menutup mulut seorang anak dan mengangkatnya menuju pinggir jalan raya. Awalnya, anak tersebut merengek nangis membuntuti perempuan kisaran usia 30 tahun yang sedang menggendong bayi dan memegang segepok tisu di tangan kanannya. Mereka menuju ke arah banngjo. Tetiba saja lelaki itu meremas pandanganku. Saya dan Happy berjalan dengan langkah kaki yang sama. Namun, semakin menjauh dari bangjo kakiku tertahan untuk mengurangi jarak jangkauan. Dalam pikiranku, “Apa aku bisa melewati anak tersebut dengan hati gembira seperti sebelumnya?” </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Aku menghibur diri dengan tetap tenang. Semakin mendekat, aku ingin menonjok lelaki itu hingga babak belur. Tapi, aku urungkan. Aku melewati satu titik, dimana lelaki itu menampar pipi anak tersebut berulang-ulang kali. Teriak kesakitan pun tak digubris. Ada dua perempuan paruh baya yang mencoba menenangkan anak tersebut supaya lelaki tersebut tidak menghajarnya. Saat dihadapkan pada satu titik kadang tubuhku merasa lepas dan tak tahu mesti gimana. Aku menahan kengerian sembari mengumpat. “Shitttt….. Apa yang bisa aku lakukan?” Seketika anak tersebut diam dan dia langsung lari menuju perempuan paruh baya. Anak-anak bisa menangis sejadi-jadinya, namun seketika ia bisa melupakan kesakitan itu dan berlari-larian. Namun, yakinkah bahwa ingatan itu hilang di kemudian hari?</span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Aku punya paman dari mamak. Ia seorang pengasih. Dia mempunyai tingkat humor yang lumayan. Aku ingat betul momen yang ku kangeni, ketika paman sedang mengelap motor dengan lotion pengkilat hampir saban hari. Ia memang suka bergonta-ganti motor. Juga ia akan merawatnya dengan sepenuh hati. Nah, saat itu pasti kami bercanda. Mantra andalannya yakni ‘Ora usah ngaru-biru”. Ya, dia akan menyelesaikan masalahnya sendiri. Orang-orang yang tidak berkepentingan tidak usah mengurusi. Kabar mengejutkan datang ketika aku masih duduk di bangku sekolah menengah. Ia menghadap Tuhan dengan waktu yang sangat cepat. Menurut dokter, Ia terkena serangan jantung. Memang sih, ia seorang perokok aktif juga suka minuman alkohol. Maka, kadang aku tidak tega melihat siapa pun seorang perokok aktif dan peminum alkohol. Ingatanku pasti mengarah pada paman. Seorang lelaki humoris dan penyayang. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Belakangan, aku sadar, aku mulai akrab dengan adik mamak yang kedua. Kakak dari pamanku yang sudah dipanggil yang maha kuasa. Paman yang satu ini beda karakter dengan paman yang sebelumnya. Pamanku ini orang yang sedikit sekali bicara. Ia hanya akan berbicara seperlunya. Dia lebih suka bertindak dengan cepat segera. Sebab, ia tinggal di Bekasi, kami jarang sekali bertemu. Namun, karena aku kalau ada kesempatan ke sana, kami mulai akrab. Aku akan menengok kurcil-kurcil yang menggemaskan. Kami bercanda-canda dan membahas topik tertentu. Pengetahuan paman cukup ciamik ketika kami sedang mengobrol bahasan suatu wilayah. Namun, aku masih belum bisa mengimbangi soal pemahaman mebeul (perkakas dari kayu) dan sepak bola. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Menjadi orangtua ternyata tidak jaminan menjadi dewasa. Maka, mempersiapkan diri menjadi dewasa jauh lebih spesial bagiku dari meyakini dengan siapa menjadi orangtua. Siapapun yang menempatkan anak sebagai ujung tujuannya adalah menarik bagiku. Sebab, dari situ kerangka konsep hidupnya akan nampak bahwa dia memasukkan orang selain dirinya. </span><br />
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif;">Dewi Maghfi | 20 Desember 2015</span><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-53347885764460471012015-10-12T08:49:00.000-07:002015-10-12T08:49:12.824-07:00Melepas Kengerian<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa hari lagi, aku akan bergabung dengan kawan-kawan
calon pengajar Muda Indonesia Mengajar. Entah atas apa, aku mengambil keputusan
ini. Namun, ada perasaan yang berbeda dari beberapa keputusan yang pernah aku
ambil. Jika sebelum-belumnya, ada rasa yang ‘harus dan kudu’, kali ini aku
ingin sekadar hadir melewati prosesnya dan sudah. Tanpa mau mikir ribet. Jika kata
orang mungkin, ‘mengikuti hati’, tapi lha wong aku sudah tak punya hati! Aku memilih
membuang hatiku ke tong sampah pada jam 1 dini hari. Dan 5 menit kemudian, Pak
Abadi mengambilnya lalu melempar ke bak sampah. Ya, sejak itu aku benar melepas
hatiku. Baru kali inilah, aku patah hati. Sakit memang. Maka, agar aku tak
patah hati (lagi) di kemudian hari, aku membetot hatiku dengan catut kecil. Toh,
tanpa hati aku yakin akan masih bisa tersenyum. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Patah hati dengan apa yang menyertaiku dan juga keputusan
yang pernah ku ambil. Hingga membuat membersalahi diri. Sebenarnya, toh aku bisa
tak berpikir dalem soal ini. Tapi, cobaan pada diriku, ku sadari memang terus
menerus membersalahi diri dari dulu. Aku ngeri dengan diriku sendiri. Pada semut-semut
yang ada di kepala ini. Walau sebenarnya tak semua bermula dari diriku. Namun,
lebih banyak aku ‘meresapi’ apa-apa di sekitarku. Aku benar patah hati. Ini kondisi
buruk yang pernah ada dalam diri. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dalam kondisi kepatahhatian ini, kakiku diajak untuk
menempuh serangkaian proses seleksi IM. Memang, IM sempat ada di kerangka
pikirku di awal kuliah. Aku meliat brosur IM di UKM. Setelahnya ku baca dan
browsing di websitenya. Mulai kian tertarik. Hingga brosur itu ku temple di kos
pertamaku (al-baa’its). Kos yang masih terbuat dari papan kayu. Kamarku itu
yang sudah bergonta-ganti penghuni (sebab aku pindah kos), masih memampang
brosur itu. Walau di sana-sini sudah tertempel banyak hal kesukaan penghuninya,
namun brosur itu masih ada. Akhir-akhir kuliah, saat hatiku mulai patah aku
baru nggeh saat berkunjung ke kos itu. Ada senyum kecil yang menyungging. Semacam
aku diingatkan kembali. Oh Tuhan…. Saat ini, kosku itu sudah diruntuhkan. Dan dibangun
baru dengan model kos kekinian. Perih! </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mengikuti IM hanya dengan satu motivasi, mengembalikan
senyuman seperti kala sd dulu. Terlepas dari tugas berat yang diemban, aku
ingin menggunakan intuisiku. Mengembalikan keceriaan saat masih mengenakan
seragam putih-merah. Dimana, aku bisa naik-turun sungai saat musim kemarau,
bermain-main di sawah belakang sekolah, jajan minuman limun, bermain kasti,
jalan-jalan ke rel kereta yang sudah tak fungsi. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Teringat seorang kawan yang memandang sesuatu dengan pesimistik
dan aku selalu menolaknya. Bukan karena aku memandang sesuatu secara ideal,
tapi dalam kondisiku aku hanya ingin menjaga ikhtiar. Walau sering gagal. Dan
sekarang aku paham bahwa pemistik itu, kumaknai saat ini dengan patah hati. Atas
kengerian patah hati itu, lagi lagi aku membersalahi diri. Bagi siapapun, aku
memang jahat. Dan menebus dosa bukan perkara mudah soal maaf. Akan ku biarkan
diri menebus sedalam-dalamnya, sebahagia-bahagianya, dan seduka-dukanya. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCeCDpm4arXZxjGJPAQtZnuvc-bmpuZN8vaAZT_td6wi_0z9PcpUDCKep2hyphenhyphenvGYyfukh0xex4KusDolSdJOnYlr2iqT7N5AhncfkSXw0_yr6nYFBbA7Kb5yEM_eY1C93m-yWhu9N2nRIQ/s1600/DSC_0185.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="265" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCeCDpm4arXZxjGJPAQtZnuvc-bmpuZN8vaAZT_td6wi_0z9PcpUDCKep2hyphenhyphenvGYyfukh0xex4KusDolSdJOnYlr2iqT7N5AhncfkSXw0_yr6nYFBbA7Kb5yEM_eY1C93m-yWhu9N2nRIQ/s400/DSC_0185.JPG" width="400" /></a></div>
<span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif;">Dan ku tegakkan langkah ini dengan niat ingsun. Walau sesekali,
ibuk masih sering menatapku dengan tatapan dalam. Entah apa yang ada di
pikirannya, ia hanya masih ngeri soal jarak. Bagiku, bukan soal jarak lagi Buk,
tapi kekuatan ‘rasa’. Bukan soal pula manisnya kata, namun doa. Soal ibuk yang tak
pernah mengatakan apapun, namun selalu menghadapi. Ya, menghadapi kengerian. Kami
yang dalam diam, namun saling menjaga. Akhirnya, selamat buat kita semua, calon
pengajar muda.</span><br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<br />
<div align="right" class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Rumah, DM, | 12 Oktober 2015</span><o:p></o:p></b></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-81323875304866261632015-10-12T08:28:00.001-07:002015-10-12T08:28:25.315-07:00Sing Sabar Ya Bos…<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<i style="text-align: justify;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Nenek moyangku orang peluat, gemar arungi luas samudra…</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tentu pernah menyanyikan lagu ciptaan Ibu Soed tersebut
bukan. Atau minimal tahu syairnya. Nenek moyang kita seorang pelaut. </span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSJ6y8mJM_9AaoZHPa2UheYffDaTf09PQdJvJIGAdPLBagotulYFRGvzKXviDaMQaGRIez_zK6uXh_erqfUoGIFxwpC73XSSgnW52qiyvnzXqXwmMs8t5NsI_TqEK04P1hA-70-Jv2Xuw/s1600/DSC_0245.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSJ6y8mJM_9AaoZHPa2UheYffDaTf09PQdJvJIGAdPLBagotulYFRGvzKXviDaMQaGRIez_zK6uXh_erqfUoGIFxwpC73XSSgnW52qiyvnzXqXwmMs8t5NsI_TqEK04P1hA-70-Jv2Xuw/s400/DSC_0245.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pak Ju dan Pak Ron adalah punggawa di kelompok lingkungan camar</span></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif;">Saya berkesempatan mendengarkan
cerita nelayan Tambak Lorok, Tanjung Mas, Semarang Utara, Sabtu-Minggu (3/4). Berbincang
dengan mereka layaknya berhadapan dengan seorang akademisi. Mereka berani
menuturkan pendapat, menceritakan pengalamannya, siap dikritik, dan
perbincangan kami berlangsung hingga larut malam. Mereka lulusan sekolah dasar
bahkan ada yang tidak lulus. Saya pun sedikit menyangsikan ada akademisi yang
mau seperti ini. Walau sebagian banyak yang menjihadkan intelektualnya untuk
masyarakat. Nelayan tambak lorok ini mempunyai selera humor tinggi. Tak seperti
seorang akademisi yang cenderung kaku. He he.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pak Yeyen namanya, seorang
nelayan yang juga sebagai ketua kelompok nelayan di rukun tetangganya
mengatakan hidup individual nelayan kian kembang kempis. Apalagi menghidupi
kelompok nelayan dengan berbagai kegiatan. Mestinya, dibentuknya organisasi
kelompok nelayan agar bisa saling berbincang dan minimal dapat meningkatkan
perekonomian anggota. Tapi? Pak Yeyen seorang yang sedang bersemangat mengelola
organisasi. Sejak 2012, memang desa tersebut menjadi mitra dari sebuah kampus
dan BUMN. Nelayan di sana akrab dengan bahasa-bahasa yang digunakan akademisi.
“Saya dulu melihat acara debat atau berita di tv sangat jengkel. Tapi sekarang
diajak diskusi dari pagi hingga pagi lagi siap. Tentu harus ada kopi. He he,”
tuturnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Nelayan tersebut juga meresahkan peraturan
menteri Susi Pudjiastuti yang hanya membuat peraturan tapi tidak memberikan
solusi. Misalnya, nelayan dilarang miyang (melaut mencari ikan) dengan
menggukan alat-alat yang tidak ramah lingkungan seperti pukat. Sebab, alat
tersebut dapat merusak ekosistem dan menangkap semua jenis ikan hingga
ikan-ikan kecil. Nelayan diharap dapat menggunakan alat ramah lingkungan
seperti jaring. Mereka memberikan hitung-hitungan, jika menggunakan jaring, miyang
tak bisa dilakukan sendiri di laut lepas. Dalam satu perahu minimal 3 orang.
Sekali miyang, nelayan bisa dapat 190 ribu hingga 250 ribu. Hasil tersebut
mesti dikurangi biaya solar yang sekali jalan bisa mencapai minimal 10 liter.
Kemudian dibagi 3 nelayan, lebih-lebih jika perahu rusak. Tenaga nelayan yang
makin menurun di saat usia kian bertambah dan kebutuhan sehari-hari yang kian
mendesak. “Tidak dapat apa-apa, Mbak,” tuturnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Makanya mereka mengambil langkah
praktis yakni miyang dengan menggunakan alat semacam pukat. Sebab, bisa
dilakukan sendiri dan tenaga tidak terkuras. “Saya mau taat menuruti peraturan
menteri, tapi ya harus ada solusi.” Nah, apalagi menghidupi organisasi dengan
kondisi seperti itu. Walau ketua semangat, tapi anggota acuh. Diajak untuk
bergerak bersama tidak bisa. Jika obrolan kami menemui kebuntuan, selalu ada
celethukan “sing sabar ya bos” dengan disertai gelak tawa. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQ2hGa60ATwztEoPMqxeW6IgNklgMvAxkFCij2D4ouGVUBI-cOVRsMb_E3qzj3UTWCDImyb92hWnwE85-ACsMdtGWTE418NNjSVEM4jgp1JmAXxi_6xMi19nFvBqKvWqY-llG4w_l3BvQ/s1600/DSC_0332.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQ2hGa60ATwztEoPMqxeW6IgNklgMvAxkFCij2D4ouGVUBI-cOVRsMb_E3qzj3UTWCDImyb92hWnwE85-ACsMdtGWTE418NNjSVEM4jgp1JmAXxi_6xMi19nFvBqKvWqY-llG4w_l3BvQ/s400/DSC_0332.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Artis Tambak Lorok. ha ha...</span></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif;">Beban nelayan tidak hanya pada
sampai di situ saja. Di tambak lorok, selalu ada rob yang datang hingga empat
kali dalam setahun. Permukaan laut lebih tinggi dari tanah yang ditinggali
nelayan. Membuka pintu rumah belakang mereka langsung terhampar laut luas.
Padahal sebelum rob masih ada jarak 1 kilometer untuk menuju pantai. Otomatis,
rumah-rumah warga kian ambles dan mesti dilakukan peninggian. Bagi yang tidak
sanggup melakukan peninggian rumah, mereka hidup dalam ruangan yang jarak
lantai dan atapnya begitu dekat. Melewati pintu saja mesti membungkuk untuk
berhasil masuk.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Jika hidup menawarkan banyak
pilihan-pilihan, bagi nelayan Tambak Lorok tak ada pilihan selain miyang dan
tetap bertahan di daerah tersebut. Walau kadang, saat tidur pulas akibat
terlalu capek miyang, harus terbangun karena sudah <i>kemambang</i> di atas air. Ya apalagi kalau bukan akibat rob.
Masyarakat pinggiran kota semarang semakin terdesak oleh reklamasi
hingar-bingar pembangunan hotel dan gedung-gedung bertingkat di sana-sini.
Walhasil sedikit demi sedikit semakin tergusur keberadaannya. Suasa hening, mata
kami mulai sayup, kami semua diam sembari menyruput kopi. “Sing sabar ya boss,”
celethukan satu diantaranya. “Walau bagaimana kondisinya yang penting masih
bisa ngguyu,” lanjutnya. Ha ha…</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<br />
<div align="right" class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<b><i><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dewi Maghfi, calon Pengajar Muda
Gerakan Indonesia Mengajar</span><o:p></o:p></i></b></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-19812868729599043032015-10-12T08:04:00.002-07:002015-10-12T08:04:37.128-07:00Gadis Kecil Pemanjat Pohon Juwet<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Di depan rumah Wak Bani, ada
sebuah pohon yang berumur puluhan tahun. Batangnya tumbuh besar, juga ranting
yang makin bercabang. Buahnya berwarna ungu kehitaman. Orang desaku menyebutnya
Pohon juwet. Pohon yang buahnya seperti anggur namun rasanya sepet kecut.
Anak-anak kecil sering menunggui di bawah pohon ini berharap ada yang jatuh.
Buah juwet jika dimakan meninggalkan warga keunguan di lidah. Anak-anak akan
berlomba untuk menunjukkan lidah siapa yang paling hitam. Dengan begitu, ia
akan makan berpuluh-puluh biji. Padahal, buah juwet jika dimakan terlalu
banyak, perut akan melilit-lilit. Sebab, rasa sepet kecutnya bisa menaikkan
asam lambung. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Hitam sapa hayoo?” </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Hitam aku. Wekkk,” seloroh Nisa.
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Nama lengkapnya Annisa. Seorang
gadis kecil yang mahir memanjat pohon juwet. Hampir, gadis seusianya tak ada
yang berani manjat. Hanya ia dan kawan lelakinya yang seringkali adu manjat
tinggi-tinggian. Nisa duduk di kelas 4 sekolah pagi dan sore. Ya, desa kami
masih ada sekolah sore untuk memperdalam kitab tauhid, fiqih, dan nawhu sharaf.
Sepulang sekolah sore, setiap hari Nisa selalu memanjat pohon juwet yang berada
di depan rumahnya itu. Wak Bani adalah kakeknya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Saat manjat pohon, ia tak pernah
lupa membawa kertas dan bolpen. Ia anak yang rajin. Di atas dia akan mengulas
pelajaran dari gurunya. Wak Bani selalu membiarkan Nisa memanjat pohon juwet.
Sesekali Wak Bani memanggilnya untuk makan sore. Lebih sering Wak Bani
memperhatikan aktivitas cucunya tersebut dari <i>cangkruk</i> di bawah pohon juwet.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Nisa, di sekolah tadi diajarkan
apa sama Bu Guru?” tanya Wak Bani yang sedang selonjoran di cangkrok.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mengarang Puisi. Enaknya temanya
apa, Kung?” balas Nisa yang sedang termenung duduk di ranting sudut 50 derajat.
Posisi yang paling dia sukai dengan menyelonjorkan kaki ke atas dan punggung
yang bersandar di salah satu batang. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tentang anak saja.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Di sekolah, Bu Guru selesai
membacakan puisi Anaknya wiji thukul. Ia tak bisa fokus untuk merangkai. Dari
bait pertama ia menulis ulang puisi wiji thukul. ……. Bait kedua dan seterusnya.
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">***</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Nisa, esok harinya mengumpulkan
puisi yang ditulis ulang dari puisi wiji thukul. “Nisa tidak bisa mengarang
puisi Bu. Nisa menulis ulang puisi yang ibu bacakan kemarin.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kamu itu tidak mendengar perintah
ibu. Mengarang puisi karya kamu sendiri!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ia berjalan menundukkan kepala
menuju bangku di ujung belakang. Selepas duduk, ia mencoba mengarang lagi apa
yang dimaksud puisi. Ia tetap tidak bisa. Tak ada sekalipun kosa kata yang
mampir di benaknya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sore hari, ia kembali memanjat
pohon juwet. Dari ketinggian tersebut, pandangannya dapat menjangkau rumah
Lili. Teman seusianya. Setiap sore Lili menyapu halaman rumah dan menyiram
bunga. Sementara Nisa dibebaskan dalam mengerjakan pekerjaan rumah oleh Wak Bani.
Kadang, Lili nampak terburu-buru dalam menyapu. Ada satu-dua daun yang
tertinggal tak dimasukkan <i>ekrak</i>.
Setelahnya, ia bergegas menuju rumah Sania untuk bermain engklek. Tak seru
bukan bermain engklek hanya seorang diri? Berselang sepuluh menit, seorang lelaki
berperut buncit mendekati Lili dan menarik kuping kanannya. Dari rumah Lili
terdengar suara tangisan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ampun Yah….” Lirih terdengar
suara rintihan Lili seraya sesenggukan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Berbulan-bulan lamanya, Wak Bani
selalu mengamati cucunya ketika turun dari Pohon Juwet. Tak ada goresan tinta
setitik pun di kertas yang dipegangnya. Yang ada hanya nampak dua lobang
seukuran mata. “Buat apa kamu bawa bolpoin saat manjat, sementara tak pernah
kau goreskan setitikpun tinta, Ndhuk?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Bolpoin ini hanya untuk melubangi
kertas, Kung. Begini nih jadinya,” tuturnya seraya menempelkan kertas dua
lubang tersebut ke matanya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Seperti kaca mata ya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya, memang benar.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Wak Bani tak pernah mengenyam
sekolah. Ia sering menafsir polah tingkah cucunya. Dalam benaknya, mungkin
cucunya ingin punya kacamata. Kacamata plastik yang warna-warni. “Apa aku besok
membelikannya di pasar ya?” lamunan Wak Bani yang masih duduk di cangkrong.
Orang seusia Wak Bani, banyak yang menghabiskan waktu di rumah bersama
cucu-cucunya. Dengan sesekali pergi ke sawah untuk melihat padi yang ditanam
anak-anaknya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ndhuk, ini kacamata untukmu.
Jadi, kamu tak usah setiap hari melobangi kertas,” ucapa Wak Bani dengan
memakaikan kacamata lalu mengucir rambut Nisa. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Lho, tak usah repot, Kung. Ini
uang darimana? Nisa hanya butuh mata yang baru setiap hari. Bukan kacamata
plastik.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Wak Bani seketika mengulum air
liur. Untuk menjawab uang dari mana pun, tak penting diketahui cucunya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Aku mau manjat dulu, Kung,”
seloroh Nisa sembari nyelonong melepas kacamata plastik ke tangan Kakungnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">*** </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kung, kata Yu Wati ayahku banyak
ya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tiba-tiba napas Wak Bani
tersendat. Beberapa kali Wak Bani memang mondok di rumah sakit. Semasa mudanya,
Wak Bani perokok berat. Ia sakit paru-paru. Orang desa akrab menyebut <i>loro mengi</i>. “Iya Ndhuk, panggilan ayahmu
banyak. Seperti tetangga kita ada yang panggilannya panjang.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oh..”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Putri Wak Bani sudah sepuluh
tahun tak pulang rumah. Seorang pemuda yang pernah berjanji mempersunting
putrinya, mengajaknya ke gubug di pinggir sawah dengan pemandangan ijo-royo.
Pemuda tersebut keluar ghubug lebih awal. Lalu memanggil Ucok untuk masuk.
Setelahnya Rohman dan Maikal. Putri Wak Bani, kini berada di Arab Saudi menjadi
pelayan rumah tangga. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b><i>Dewi Maghfi</i></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-72032576550199051142015-10-12T07:48:00.000-07:002015-10-12T07:48:28.163-07:00Sayur Lodeh<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Lima tahun belakang Leli hidup merantau. Bermodal keyakinan ia
pergi ke Jakarta. Ia bisa bekerja apa saja, asalkan ia dapat mandiri, pikirnya.
Pukul 03.00 dini hari, ia sampai di terminal Pulo Gadung. Dengan menggendong
tas berwarna hitam dan mengangkat kardus, ia keluar dari bis. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ayo ikut aku mbak……” ujar seorang lelaki bertopi seraya
menggandeng tangannya dan mencolek sudut bibirnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tidak, Pak, lepaskan!” balasnya dengan nada tinggi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Walau baru pertama ke Jakarta, ia tak mau menunjukkan ekspresi
bingung. Yang sebenarnya sejak ia turun dari bis telah membatin, “ini kota apa,
orang-orang berteriak. Ada yang tiba-tiba menggeret tangan. Juga berbicara
dengan nada sangat tinggi. Di pojok remang-remang, nampak bergerombol orang-orang
dengan muka sayup dan beberapa botol minuman dari kaca berserakan. Ah, benar.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dengan cekatan ia mencari sebuah bis jurusan Rawa Bambu. “Pak, ke
arah Rawa Bambu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ee…. Tidak mbak. Tapi, bisa nanti diantar ke sana,” tutur seorang
sopir dari belakang setir. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tidak jadi, Pak!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Melangkah dengan cepat, ia berpindah dari satu bis ke bis lain. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Rawa Bambu mbak….”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Berangkat kapan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Setengah jam lagi,” kata sopir yang bicaranya tak sama sekali mau
berhadapan. Ia lebih sering membuang muka dengan melihat ke arah manapun. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tidak. Terima kasih.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sejenak, ia menurunkan tas dari gendongannya juga kardus yang
dipegang erat di tangan kanannya. Tangannya membentuk sudut lancip di pinggang
dengan menarik udara lewat hidung lalu mengeluarkannya lewat mulut. Jam segitu,
udara terminal pulo gadung berbeda dengan udara di kampungnya. Saat menghirup
udara, ada butiran-butiran kasar yang tertangkap di rambut-rambut halus hidung.
Seketika, ia merengkuh tas dan kembali menggendongnya. Berjalan lebih cepat
lagi menuju bis. Ia sama sekali tidak tahu bis mana yang harus dinaikinya,
namun gayanya sudah seperti kernet. Dengan cekatan berpindah dari satu bis ke bis
lain untuk bertanya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Rawa Bambu, Pak?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya Mbak, ini langsung berangkat.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Bisa turun setelah jembatan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Bisa.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ongkosnya berapa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“20 ribu”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Biasanya 17 ribu”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Bensin naik, Mbak.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sehari kemarin masih 17 ribu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sekarang 18 ribu Mbak. Hehe.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sebelum berangkat Leli sudah berkabar dengan Paklik. Adik dari Ibu
yang sudah 25 tahun merantau di Rawa Bambu. Dengan hape Nokia layar hitam
putih, Paklik memberi penjelasan secara detail padanya. Juga, nasihat untuk
percaya diri di perjalanan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kamu ndak usah nampak bingung, Nduk,” tuturnya di ujung telepon tiga
hari sebelum keberangkatan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Selain belajar mandiri, Leli juga ingin belajar jujur. Di
lingkungan rumahnya di kampung, ia sering sekali mendapati orang-orang yang tak
jujur dalam tutur atau lakunya. Sehingga, ia pun demikian. Susah untuk jujur.
Maka, saat bertemu sopir-sopir angkot, yang ada di pikirannya hanyalah ingin
melihat kejujuran orang lewat tutur atau tatapannya. Ia memang tidak dapat dengan
seketika menilai ketakjujuran orang saat itu. Namun, sebab bermodal keyakinan
ia mencoba meresapinya. Ia memperhatikan betul setiap bahasa yang keluar juga
sikap yang dipertunjukkan. Jika iya yakin, maka ada sebuah suara kecil dalam
dirinya untuk mengiyakan. Namun jika tidak, ia hanya perlu untuk melangkah
lagi, lagi, dan lagi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Turun sini, Pak.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya Neng.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Terima kasih, Pak. Kembaliannya buat tambahan ibu untuk memasak
sayur lodeh,” tuturnya dengan menyodorkan uang 20 ribu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Nuhun Neng.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sebelum bis beranjak, sopir melempar senyum dan memencet klakson
dengan suara cemprengnya. Mungkin sebab, akinya yang mau habis. Leli bertekad
ingin belajar jujur. Sekali lagi jujur. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Hari pertama di rumah Paklik, di meja makan tersaji sambal goreng,
ayam goreng, terong, serta tempe saat makan siang. Pagi harinya, seluruh warga
rumah sarapan sepotong singkong goreng dan teh panas atau ponakan-ponakan akan
minum susu hangat. Sehabis magrib kami makan malam. Aku duduk di kursi paling
ujung, di sebelahku ada Anton keponakan dari Bulik, sebelahnya lagi ada Timah
cucu dari kakak Mbah Buyut, ada Kak Bunari adek dari Paklik, Mbah Tejo Bapak
dari Bulik, lalu Kartika, Rian, Dion, dan Rafi anak-anak dari Paklik-Bulik. Malam
itu semua kumpul, kecuali Ebit penjaga bedheng yang sedang masuk angin. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Meja makan berbentuk bulat memanjang. Berbahan dari kayu mahoni
yang tak diplitur dan kursi plastik sebagai dudukannya. Di meja tersaji sayur bening
bayam, tahu, tempe, ikan lele, serta sambal goreng. Aku mengambil satu centhong
nasi, lima sendok kuah sayur bening, dan bagian ekor dari ikan lele. Semua
mengambil sambal goreng. Namun tidak untuk aku. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Hari kedua, ketiga, hingga satu minggu, di meja selalu tersaji
sambal goreng beserta cowek irengnya. Saat memasak aku selalu memperhatikan
bulik saat membuat sambal goreng. Bulik akan mengambil tujuh buah cabe merah
berukuran sedang dan empat cabe rawit yang warnanya hijau muda. Bawang merah
dua biji berukuran sedang. Cabe dan bawang merah digoreng dengan minyak
sedikit. Diangkat, ditaruh di cowek lalu ditambahkan terasi sepucuk sendok
makan, garam, juga gula aren. Setelah halus, Bulik kembali menggoreng dengan
minyak yang lebih sedikit dalam setengah menit. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Harus setengah menit, Lel. Jika lebih atau kurang Paklikmu akan
berkomentar di meja makan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pernah suatu ketika, aku yang membuat sambal goreng. “Ini bukan
buatan Ibune Kartika,” tutur Paklik saat makan bersama. Aku langsung cemas,
seketika sendok yang ku pegang jatuh ke piring dan membuat kaget yang lain.
“Iya Paklik, itu yang buat saya. Tidak enak ya? Tadi menggorengnya setengah
menit lebih sepuluh detik. Kelupaan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ya, untunglah kamu yang buat. Jadi bisa ditolerir.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Hari berikutnya, aku tak berani membuat sambal goreng lagi. Aku
memilih menangani masakan yang lain selain sambal goreng. “Lel, kamu tak
belajar lagi membuat sambal goreng yang pas sesuai lidah paklikmu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Wah, Bulik saja. Saya masak kangkungnya,” kebetulan menu siang
itu semur kangkung. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Lel, kangkungnya harus sampai empuk ya, terus kecapnya yang banyak.”
Setiap kali masak, Bulik selalu menasihati soal kematangan, takaran, dan itu
semua adalah soal selera. Tak lain, selera Paklik. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Menjelang tidur, teringat Emak. Jika di rumah Paklik, sambal
goreng menjadi menu andalan. Jika di rumah kampung, sayur lodeh yang membuat
emak memaknai segala hal laku perempuan. Sayur lodeh dari sayur terong. Terong hijau
satu buah berukuran sedang diiris kotak. Sembari mengiris, emak memasak air
hingga mendidih. Kemudian terong dimasukkan dan dimasak selama dua menit. Tak
kurang dan lebih. Saat memasak terong, emak tidak melakukan aktivitas lain
semisal menyiapkan bumbu atau apa. Sebab, terong tidak boleh terlalu empuk atau
alot. Terong ditiriskan, baru emak membuat bumbu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tiga ruas cabe hijau muda diiris di ujung punggung parut kayu.
Sementara dua ruasnya lagi diiris di ujungnya. Dan di bagian tengahnya, emak
akan mengiris dua siung bawang putih, satu siung bawang merah. Di cowek, emak
menggerus dua buah kemiri dan dua sendok garam. Santan dimasak, semua bumbu
dimasukkan kecuali irisan dua ruas cabe. Setelah mendidih, emak akan membagi
kuah di dua panci. Masing-masing masih tetap dimasak. Panci yang satu
ditambahkan kecap babon dua sendok dan sedikit terasi. Sementara ibu berpindah
pada panci yang satu lagi menambahkan irisan dua ruas cabe serta banyak terasi.
Secara bergantian ibu membuka tutup-tutup panci, mengambil sedikit kuah lalu
menuangkannya pada telapak tangan. Emak akan menyrutup dan dengan sigap akan
menambahkan sedikit garam atau gula. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Panci yang satu, akan dengan cepat diraih anak-anaknya. Sementara
panci satunya lagi, akan dihadapi Bapak. Jika rasanya sesuai lidah, tidak akan ada
suara sama sekali di meja makan. Namun jika tidak, suara-suara akan mengudar,
“Ini kurang ini-itu, mestinya tidak dimasak terlalu lama, selalu saja
asin,………….” Emak, tetap memilih makan yang terakhir. Menghabiskan dari satu
panci ke panci satunya lagi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa tahun belakang, sejak program pengalihan ke gas elpiji emak
memasak dengan kompor gas dan elpiji tiga kilogram. Sejak emak remaja hingga
program tersebut belum keluar, emak memasak dengan pawon. Jika sedang punya
rejeki lebih, ia akan membeli kayu bakar dari tetangga. Selebihnya ia akan ‘<i>ngrenceki</i>’ ranting-ranting di kebun atau
mengambil sampah plastik, dedaunan kering, kertas di tempat pembuangan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pernah melihat emak menitihkan air mata di depan pawon, saat api
tak mau menyala. Dengan segera ia menyeka. Disemprong berkali-kali, bukan
keluar api justru asap menyebar di seluruh rumah dan keluar. Jika di kota
seperti Jakarta ini, mungkin orang akan berbondong-bondong keluar rumah serta
mobil pemadam kebakaran akan menyalakan suara <i>wiuw-wiuwnya</i>. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Emak juga perempuan-perempuan di luar paham, jika yang
dilakukannya mungkin atas cinta atau kelewat cinta. Yang penting baginya, ia
dapat berjalan ‘demi’. Demi apapun yang ia yakini esok bisa cerah atau minimal
tak ada suara-suara keras yang mengiris hatinya. Ia adalah makhluk rasional
yang tak hanya lantang bersuara, juga lantang bekerja. Masihkah, ada lelaki
yang hanya berpikir ketubuhan perempuan? Lelaki-lelaki yang merusak batin
perempuan soal masakan? Tidakkah jauh lebih menarik, memaknai naluri
kemanusiaan yang dapat benar-benar menuntun tiap diri menuju Tuhannya?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: right;">
<b><i><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dewi Maghfi<o:p></o:p></span></i></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-4766890676889584352015-10-02T12:11:00.000-07:002015-10-02T12:15:15.288-07:00Pulau yang Sunyi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWAGxvg6ee2I7ooKNUzu_ZDgdHBGStJ585NPsAyZ0nrob02g3_VNqxm7GaLNPYrWSr9U9Mz3REpklEcQXpZkYmObE1sZUbhrqdRQZkSAuS-1-Zfm2P3s8b3XWkyCeiFWOxbal1fmXKDpA/s1600/laut.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="265" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWAGxvg6ee2I7ooKNUzu_ZDgdHBGStJ585NPsAyZ0nrob02g3_VNqxm7GaLNPYrWSr9U9Mz3REpklEcQXpZkYmObE1sZUbhrqdRQZkSAuS-1-Zfm2P3s8b3XWkyCeiFWOxbal1fmXKDpA/s400/laut.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Gambar diambil dari telusurindonesia.com</span></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif; text-align: left;">Di hadapanku ada seorang yang baru datang kira sepuluh menit
yang lalu. Sebelumnya aku dengan seorang teman membincangkan topik ‘selamat’. Ah,
entah sebab apa kupingku macam ngeri mendengar kata itu. Kami pernah ngobrol
pada suatu malam yang tak begitu panjang, namun berkualitas. Aku yang tertarik
memahami orang, sejak itu ketertarikanku kian meningkat untuk memperhatikan
siapa pun. sebab, dari situ aku paham diri. Hampir, aku memahami banyak hal
dari luar diri. Aku mengaca di sekeliling. Entah, ini suatu hal baik/tidak
baik, yang tidak mengakui kedirian atau tidak menjadi diri sendiri sungguh lah aku
tak tahu. Bagiku tak masalah dinilai ‘tak menjadi diri sendiri’ atau apalah. Sebab,
aku menemu diriku pada diri yang lain. Bagiku terlalu susah dan sakit untuk
melulu memahami diri sendiri pada diri ini. Aku hanya ingin bertemu banyak
orang dan menampung ‘sampah-sampah’ nya. Toh, rasanya pas sekali sewaktu aku
membuat permainan haha-hihi ketika up-grading bp2m 2015, ‘aku adalah tong
sampah’ tulisnya di selembar kertas merah muda. Permainan itu menulis tentang apapun
yang dipikirkan, dimasukkan kotak, lalu mengambilnya secara acak. Tak ada
interpretasi. Dibaca, didengarkan, selesai. </span><span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif; text-align: left;"> </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Rasa-rasanya pas saja. Semesta ini bergerak atas
kehendak-Nya. Belakangan memang aku lebih menjalani perjalanan ini dengan
intuisi saja. Aku itu seorang yang bebal. Seorang yang sakit namun berlagak
sehat. Seperti jembatan kayu gantung yang nampak naas, tapi anak-anak yang
memakai seragam sd masih menggelayutinya (fokus media, selalu pada anak-anak
yang berani/terpaksa menyebrang demi cita-cita. Tapi, bagaimana orang berpikir
untuk meneliti jenis kayunya yang bertahan puluhan tahun? Berapa tahun kayu
tersebut ditanam? penyebrang generasi pertama mempergunakan untuk penyambung
perut atau peningkat gubug? Sayang, yang di sana hanya berpikir “kasih anggaran
untuk dibuat jembatan beton yang jika bernasib baik akan awet pula.”</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Apalah kata-kata yang pantas untukku. Tapi, aku akan tetap
mendengar. Aku sadari aku sebenarnya bukan seorang yang berani bicara. Cuma aku
berlatih untuk berbicara secara berani sebab suatu kondisi yang mendesak ‘sendi-sendi’
keberanian itu. Aku resapi, aku ngeri dengan diri sendiri. Berapa orang yang
pernah sakit hati dengan mulut ini, berapa orang yang melihat mata ini saja
tidak berani, berapa kali tangan ini menggebrak meja, berapa kali mulut ini
mengumpat, siapa saja yang langkahnya luluh-lantah sebab atas mulut ini, dan
berapa kali keinginan untuk menonjok tapi berujung derai air mata. Ah….</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Orang di depanku sekarang terbaring. Kami tidak melakukan
obrolan sepatah kata pun. Aku memang seperti ini, tak bisa mengawali obrolan di
kala melihat muka lawan yang sengeri itu. Aku punya anggapan bahwa, bicara
bukan hanya lewat kata. Aku memahami kegelisahannya, dan cukup. Masing-masing
butuh ruang penjernihan pikiran. Ia memilih tidur dan aku masih ngetik. Pembaca
pasti akan terkecoh dengan pertanyaan ‘who’ bukannya ‘why’. Sebab, menyintas
jalan memang praktis dan mudah. Yakni menjawab siapa yang hanya sepotong, daripada
memahami mengapa yang membutuhkan narasi. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ada seorang kawan yang mengirimkan tulisan tentang pulau di seberang
pulau yang sunyi tanpa kehidupan manusia. Saat ini aku terbawa dalam tulisan
tersebut. Aku sedang di pulau yang sunyi, pulau bp2m. Sering sekali, menikmati
pulau ini sendiri, dulu. Sayang, lagi lagi aku tak berani berlayar jauh. Atau memang
tak mampu. Sebab, aku hanya punya perahu kertas. Satu-satunya kerajinan kertas
yang bisa ku buat, ‘perahu-perahuan’. Gampang, sederhana, dan bayanganku hanyalah
seorang gadis kecil yang sedang memegangi perahu kertas tersebut di pinggir
laut menunggu senja. Ia hanya akan mengirimkan senyum kecilnya tanpa pernah
ingin menghanyutkan perahunya. Naas, Aylan Kurdi ditemukan tak bernyawa di
bibir laut! Bagaimana tidak, pandangan gadis kecil tersebut teraduk-aduk! Ah…</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiW79ZcX-13y4eTucUzE5rGssbWGJMwi78XM1SADaBFkW2gp7n7dkBck8u_YewJTL-IW8DigtG5zb330imaiLLQ_k4E-lz9KRX76TFUfCHzzivvyizVcYIyF6r6M_q61IZuEVJ9nKNe3WQ/s1600/IMG_20150908_092551.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiW79ZcX-13y4eTucUzE5rGssbWGJMwi78XM1SADaBFkW2gp7n7dkBck8u_YewJTL-IW8DigtG5zb330imaiLLQ_k4E-lz9KRX76TFUfCHzzivvyizVcYIyF6r6M_q61IZuEVJ9nKNe3WQ/s400/IMG_20150908_092551.jpg" width="350" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Lukisan Dewi Candraningrum Pemred Jurnal Perempuan</span></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif;">Bisa dikatakan aku memang terdampar di pulau yang sunyi ini.
Apa-apa yang tak pernah mampir secuil pun di benak ini sebelumnya. Semua benar-benar
baru dan tak bisa dihindari. Tentang terdampar, selalu menghadapkan pada yang
nikmat dan lara. Betapa bersyukurnya, bahwa kenikmatan tak butuh (si)apapun
hadir dan tergenggam. Namun, jika ‘fuad’ (lebih dalam dari qalbu dalam bukunya
A. Chodjim Membangun Surga) merasa sunyi dan benar harus berpulang pada yang
hakikat (semoga jika apa yang saya rasakan benar). Memahami perjalanan selalu
menawan dan unik. Juga ingatan kengerian di tikungan.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sementara lara, bahwa aku kembali di pulau ini dan mungkin
bisa saja yang terakhir. Kelaraan bukan benar-benar hadir dari luar diri. Sampai
saat ini, belum ada lara yang selara-laranya hadir dari pulau sunyi ini. Hanya,
lara itu datang dari dalam diri. Dulu, sesekali menusuki dan menyanyat. Belakangan
hadir dua kali lipat bahkan dilumuri garam. Lara itu datang dari dalam diri. Ini
yang membuat susah untuk mencari penyembuh. Maka, seringkali diri ini
membentangkan jurang, jarak, dan jangkauan agar sedikit mengobati secara sadar
dan otomatis. Saya paham bahwa, jika maksud baik akan tersampai serupa walau
harus melewati yang melelahkan. Pulau sunyi ini telah mengajariku banyak hal. Walau
ia benda mati, toh mampu menggerakkan diri untuk berlelah-lelah yang
menyenangkan.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mungkin, aku saja yang hanya mengharu-biru? Atau yang lain
juga? Atau malah tidak ngeh? Atau justru menyayat-nyayat? Sesungguhnya jika
ingin berjujur pada diri, aku memang mengharu-biru yang objektif. Jadi, nikmat
dan lara memang menyatu. Jika ada pertanyaan pada si(apa) aku cinta? “Hanya
satu selain bagian dari jiwaku (ibuk), yakni pulau yang sunyi ini.” Betapa, aku
benar merasakan cinta (jika benar ini ‘isqh’ seperti yang dikatakan Rumi). Tentu
standar cinta satu dengan yang lainnya beda. Dan standarku mungkin ‘gitu-gitu’ aja.
Jika ada yang bilang bahwa jatuh cinta itu hanya orang yang jatuh cinta saja
yang mampu merasakannya. Aku pun mengamini, ‘hanya aku yang bisa merasakan ini
dan membuatku gilak’. Apa aku bodoh cinta yang bukan pada sesosok makhluk, manusia
misalnnya? </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Saat ini, pemahamanku cinta ya ‘nikmat dan lara’ itu. Jadi,
fokusku memang pada yang ‘nikmat dan lara’. Dan pulau sunyi ini adalah
penghubung, ruang antara. Boleh jadi, aku tidak berada pada titik yang sama,
namun aku-ia bisa meresapi yang nikmat dan lara tersebut. Apa aku perlu
menanyakan apa ia meresapi hal yang sama? Tentu tidak! Sekali lagi kata
hanyalah lumuran garam pada sayatan. Saat ini saja, ia telah bisa membuatku
untuk duduk, diam, tenang dalam mengetik, senyum kecil, sesekali mengumpat, ruang
yang kacau balau (paling males liat kek gini! Bagiku barang harus tertata
rapi), tumpah ruah linangan air yang berjam-jam (membayangkan aja susah! Tapi kog
bisa? Setelahnya bahkan berlanjut berjam-jam lagi). </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhosyA6GylgaNyV7sYMHLWe_H6r7hRL2WQkGT19PByFG4uetx8hyY2vtg1DHDF_oA8E2tyhvk5vVNk13EVZEakGFy32B2lMTkx2hEwIj7NH6JMULSNFQ9OASg4Jsl1huHsB5T1GFup4Rjs/s1600/indonesia-mengajar-dapat-sumbangan-20-ribu-buku.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhosyA6GylgaNyV7sYMHLWe_H6r7hRL2WQkGT19PByFG4uetx8hyY2vtg1DHDF_oA8E2tyhvk5vVNk13EVZEakGFy32B2lMTkx2hEwIj7NH6JMULSNFQ9OASg4Jsl1huHsB5T1GFup4Rjs/s400/indonesia-mengajar-dapat-sumbangan-20-ribu-buku.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Foto diambil dari indonesiamengajar.org</span></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif;">Hanya pada pulau sunyi ini, aku yakin membicarakan cinta. Belum
pernah sekali pun benar memahami cinta selain ini. Aku gila? Memang! Aku lebay?
Anak sekarang menyebutnya iya! Perjalanan memang lucu dan tak bisa ditebak, bisa
jadi pengakuan ini akan runtuh beberapa waktu ke depan saat dihadapkan pada hal
baru. Namun, aku ingin jujur (hal yang susah ku selesaikan pada diri) aku cinta!
Pada jiwa-jiwa yang satu akan paham dan meresap bagaimana gaungnya. Bagaimana ngilunya.
Dan keinginanya untuk tetap melanjutkan perjalanan menuju yang hakikat. Inilah kenikmatlaraanku!
Jawaban atas banyak hal yang mampir pada diri! Semoga, semoga tidak berlebihan
dan belajar dalam takaran yang pas!</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<br />
<div align="right" class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dewi Maghfi | 03 Oktober 2015 | 01:05</span><o:p></o:p></b></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-49605258208237625462015-09-17T01:31:00.001-07:002015-09-17T01:31:22.942-07:00Membaca Ruang Spiritualitas NH. Dini<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUETou0rrBaryithZI_xw0i7n_hoU1jCLuHQO6K-XatuJ24Wzk6YawYNg5lrC8nbD5qiTbAJhyphenhyphenesf_29cnvsH4hGuTAk7ouO5yewRXrLoX16J2SbjoDwYqGp5JQgwF0HpnxrYL0rh8Qx0/s1600/NH.+Dinii.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUETou0rrBaryithZI_xw0i7n_hoU1jCLuHQO6K-XatuJ24Wzk6YawYNg5lrC8nbD5qiTbAJhyphenhyphenesf_29cnvsH4hGuTAk7ouO5yewRXrLoX16J2SbjoDwYqGp5JQgwF0HpnxrYL0rh8Qx0/s1600/NH.+Dinii.jpg" /></a></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Judul :
Dari Ngaliyan ke Sendowo</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Penulis :
NH. Dini</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tebal :
268 Halaman</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Membicarakan ruang spiritualitas masing-masing orang begitu
beragam dan berbeda jalannya. Tidak ada yang lebih bagus atau buruk. Lebih
tinggi atau rendah. Yang ada hanyalah masing-masing orang senantiasa merenungi
ruang spiritualitasnya. Dan pada akhirnya, masing-masing mengamalkannya dalam
laku keseharian. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Membaca novel Nurhayati Sri Hardini atau lebih akrab dikenal
NH. Dini yang berjudul Dari Ngaliyan ke Sendowo setidaknya ada hal yang bisa
direnungi oleh pembaca. Jika sastra bersentuhan dengan jiwa dan kepekaan
manusia, maka menyiapkan ruang kontemplasi sehabis membaca adalah hal yang tak
bisa terhindarkan. Setelah membaca novel ini, saya menemukan berkali-kali NH.
Dini menyebut berulang-ulang ‘spiritualitas’ lalu menyebutkan nama. Entah
kawannya, guru, kemenakannya, dll. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Novel ini menceritakan NH. Dini dari perjalanan ruang yang
bernama Ngaliyan di Semarang dan Sendowo di Jogjakarta. Nah, di antara jeda
ruang tersebut, ia kadang menukik ke ingatan di
masa silam bersama Yves Coffin (mantan suami yang seorang diplomat
prancis) dan kedua anaknya, narasi sikap saat menerima writer’s award,
keterhubungan ia dengan ibunya, dan orang-orang di sekelilingnya. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa contoh NH. Dini menyebut berulang orang-orang yang
baginya mempunyai jasa dalam laku spiritualitasnya semisal,</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“….novel La Peste karangan Albert Camus, seorang pengarang
Prancis penerima hadiah Nobel tahun 1957 diminta oleh penerbit itu. Terjemahan
itu dulu adalah ‘pesanan’ UNESCO lewat perantaraan Yayasan Obor Indonesia di
bawah pimpinan Abang Spiritualku Mochtar Lubis.” (hal: 120)</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“….kemudian Ramadhan sekeluarga kembali ke Tanah Air.
Sahabat-sahabatku itu tidak mengirimiku surat lagi, melainkan kadang-kadang
memanggilku lewat telepon genggam hadiah dari Nanis, anak mbakyu spiritualku
Retno Hadian.” (hal: 135)</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“….Pagi itu, adik spiritualku Nobuko datang. Aku sangat
gembira bertemu lagi dengan dia. Wajahnya selalu cerah. Dalam hati, aku
benar-benar menganggap dia sebagai himoto-cang-ku.” (hal: 174)</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“….Siang itu seperti di waktu-waktu lain ketika aku menonton
kabuki…… Pikiranku melayang kepada Ngesti Pandawa, kelompok pertunjukan wayang
wong di kota kelahiranku. Masing-masing memiliki kekayaan spiritual yang
sepadan, namun kemewahan dan kemodernan sarana mereka seperti bumi dan langit……
Kebahagiaan itu tersaput oleh keharuan kenangan kepada bapak spiritualku Kusni
Tjokrominoto….”(Hal: 177)</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Saya menangkap bahwa dalam apapun yang dikerjakan NH. Dini
entah kebahagiaan, kesedihan, kesulitan, kebaikan orang lain orang perlu untuk
mengingat kediriannya. Bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri. Tuhan
menghadirkan banyak manusia untuk saling tolong-menolong. Nah, itu yang
diyakini NH. Dini sebagai ruang spiritualitas. Bahwa asupan spiritualitas tidak
hanya dapat disuplai lewat ritual keagamaan. Namun, apapun yang dilakukan dalam
keadaan sehari-hari mesti dimaknai sebagai laku spiritual. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Semisal sikap NH. Dini untuk memperlakukan air dengan hemat
dan secukupnya. Ia rela berbagi dengan tanaman-tanaman hiasnya agar sama-sama
tumbuh. Juga ia sangat memperhatikan kucing peliharaannya yang bernama Ipus.
Ketika Ipus tidak pulang ke rumah maka ia cari ke mana-mana. Ketika Ipus sakit,
ia membawa ke dokter hewan. Padahal saat bersamaan, ia juga mesti menghadapi
operasi batu empedu dengan uang yang pas-pasan bahkan kurang. Ia rela berbagi
kesembuhan dengan Ipus. NH. Dini memperhatikan dari tindakan-tindakan kecil
yang ia lakukan sehari-hari. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidLTuTOKiUOBgk44Dxn4I9utXAnzTTKtiiBm1_WnUGLyWMNDRLC_aSpQszNJqAOUO9lOh_fXoi4__EmYa-WCqpvHlum-c-waTtmZitjaf-akRYTDZqx14opxSzTULweaYQuIfuaTDNTVU/s1600/NH_DINI4.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidLTuTOKiUOBgk44Dxn4I9utXAnzTTKtiiBm1_WnUGLyWMNDRLC_aSpQszNJqAOUO9lOh_fXoi4__EmYa-WCqpvHlum-c-waTtmZitjaf-akRYTDZqx14opxSzTULweaYQuIfuaTDNTVU/s400/NH_DINI4.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif;">Dalam perjalanan hidupnya ia berusaha memasrahkan segala
sesuatunya pada Gusti. Seperti kutipan “Jika diiringi dengan ketulusan. Gusti
Allah pasti Maha Mengerti semua doa yang diucapkan dalam bahasa apa pun.” Juga
keterhubungan ia dengan Ibunya yang sangat kuat. Di banyak sub bagian novel ia
sering mengatakan mendapat tuntunan dari ibunya berupa ucapan untuk menghadapi
rintangan apapun. “…Bersyukur, Ndhuk, bersyukur! Bisikan Ibu terdengar berulang
kali di libuk batinku.” Atau “…Dilakoni wae, Ndhuk! Suara ibuku yang berbisik
mantap di hati.”</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Novel ini juga menceritakan menginjak awal masa yang disebut
manusia lanjut, Dini mengalami tambahan kesulitan dalam menyikapi kehidupan.
Yang pertama adalah seringnya mengalami gangguan kesehatan, sedangkan hal kedua
ialah sekarnya mendapatkan tenaga guna memabntu mengurus rumah tangga serta
Pondok Baca. Kebiasaan masa lalu, di mana kaum wanita berdatangan dari desa ke
kota untuk bekerja sebagai pembantu atau pamong balita, telah berubah. Mereka
memilih menjadi karyawati di berbagai pabrik yang bertumbuhan di sepanjang
jalan-jalan besar pinggiran kota. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">NH. Dini seorang yang menjihadkan dirinya untuk menulis. Di
usia senjanya kini ia masih tetap menulis dan menerima undangan berbagi ilmu di
perguruan-perguruan tinggi, komunitas, kelompok diskusi, dll. Sejumlah seri
cerita kenangannya telah diterbitkan Gramedia Pustaka Utama. Sejak tahun 2013,
NH. Dini bermukim di Wisma Harapan Indah Banyumanik Semarang. Novel yang
menceritakan perjalanan hidup ini berulang menceritakan hal yang sama. Sebagai
pembaca kadang sudah menemukan narasi di bagian awal novel namun juga akan
menemuinya di tengah atau belakang. Walau begitu, novel ini menarik untuk
dibaca. Setiap perjalanan adalah melihat dengan mata yang baru. Juga mencari
yang ‘hakikat’ dari diri. </span></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<b><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dewi Maghfi<o:p></o:p></span></b></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-18480243666817532712015-09-17T01:23:00.000-07:002015-09-17T01:23:05.793-07:00Aylan Kurdi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<b><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Baru-baru ini dunia maya digegerkan ketika ditemukan seorang bocah
(3 tahun) tak bernyawa di pantai dekat kota wisata Bodrum, Turki. Ia adalah
Aylan Kurdi. Bersama orang tua dan ribuan orang lainnya ia meninggalkan negeri
mereka yang dihancurkan oleh kebiadaban kelompok bersenjata Negeri Islam di
Irak dan Suriah (NIIS). Mereka membunuh siapa pun yang dianggap bukan bagian
dari mereka. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Hingga akhir tahun 2014, PBB mencatat konflik di Suriah, Libya,
Afganistan, dan beberapa negara Afrika menyebabkan ratusan ribu orang meninggal
dan 60 juta lainnya mengungsi. UNHR mencatat jumlah pengungsi di Timur Tengah
dan Afrika Utara meningkat 19 persen, di Asia 31 Persen, dan Eropa 51 persen
seperti dilansir Kompas, Sabtu (13/9).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aylan hanyalah satu dari korban anak yang jasadnya ditemukan
secara mengenaskan. Masih banyak anak-anak lainnya yang mengalami nasib yang
sama. Selayaknya bocah berusia 3 tahun yang mestinya menikmati masa-masa
bermain untuk tumbuh kembang, ia melepas nyawanya dengan mengenaskan. Paru-paru
seorang bocah yang belum sempurna kemasukan air bahkan mungkin berjam-jam atau
berhari-hari. Betapa pedih matanya terkena air laut. Tubuh yang membiru sebab
dinginnya air laut. Membayangkan bocah sekecil itu meregang nyawa di lautan
lepas, membuat hati saya teraduk-aduk. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Orang-orang dewasa yang mengatasnamakan agama telah menabuh gong
peperangan pada siapa saja. Orang-orang yang menjadi musuhnya adalah sesama
orang dewasa. Tapi lihatlah, anak-anak yang menjadi imbasnya. Sedari kecil,
anak dihadapkan pada kekerasan, perlakuan bejat, hingga kematian di tangan
orang dewasa. Itu semua sebab laku biadab orang dewasa. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Anak merupakan masa depan. Anak mengandung hal-hal yang
memesonakan. Rabindranath Tagore bersyair dalam Gitanyali tentang dimana anak-anak
berkumpul, bermain, dan mencipta. “Di pantai dunia tiada terbatas,” kata
Tagore. Di sana mereka mendirikan rumah-rumahan pasir dan bermain lakon kosong.
Di sana mereka menganyam kapal-kapal dari dedaunan kering dan melayarkannya
sambil tertawa ria. Di sana pula Aylan tertelungkup tak bernyawa!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Lalu mengapa mesti ada agama jika bukannya menuntun pada cahaya
ilahi, tapi justru menghabisi dengan cara-cara yang keji? Benarkah pengatasnamaan
agama oleh sebagian kelompok untuk meraih ridho ilahi? Lalu dengan cara apakah
tingkat keimanan seseorang ternilai? <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ah, itu bukan ajaran agama. Orangnya saja yang punya
kepentingan,” terang Darman di sebelahku. “Apakah agama dan kepentingan mesti
dipisahkan dalam bagian tersendiri? Setahu saya agama adalah pedoman kehidupan
dan kepentingan adalah bagian dalam kehidupan? Sekalipun agama, ia baru hadir
kemudian setelah Adam dan Hawa diciptakan, setelah manusia terseok-seok
menjalani <i>urip</i>, baru agama hadir untuk menyempurnakan?
Bukankah jika kita ini benar manusia, mestinya mempunyai naluri kemanusiaan?
Ah, Dar. <i>Dunyo iki karepe piye ora
mudeng….</i>”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mengakui agama satu yang benar memang berdampak pada fanatisme.
Katakanlah islam sebagai agama yang benar. Namun, islam juga agama yang
rahmatan lil ‘alamin. Dalam ayat-ayat al-Quran memang nampak ada ayat-ayat yang
paradoksal. Semisal, islam sebagai agama yang benar atau penyempurna. Namun ada
ayat yang mengatakan agamaku agamaku, agamamu agamamu. Dalam tafsir Al-Misbah
karya Quraish Shihab dikatakan bahwa penafsiran tidak bersifat kaku dan berdiri
sendiri. Selalu ada asbabun nuzulnya. Bisa dikatakan luwes untuk menyempurnakan
jalan urip saat ini. Dalam arti, menafsir ayat-ayat Quran untuk menuntun hidup
sezaman ini begitu penting. Al Quran sebagai penuntun hidup bukan untuk merusak
naluri kemanusiaan. Aneh bukan jika seorang disebut manusia tapi mengingkari
kemanusiaannya, Dar? Dan terjebaklah pada hal-hal yang berbau ekstrimisme.
Biadabnya, hal macam itu kencang disuarakan mengatasnamakan agama!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Saya pernah membaca sebuah buku, ada seorang dokter yang awalnya
menjadi relawan bagi pengungsi di Timur Tengah. Akhirnya ia menulis cerita
tentang kebiadaban kelompok ekstrimisme. Di buku tersebut bahkan ia menulis
“Agama saya bernama kemanusiaan.” Barangkali berangkat atas kekecewaan dan
kepedihan yang mendalam ia mengibarkan bendera kemanusiaan. Apalah arti agama
itu jika…. Namun, agama tetap suci. Agama menjadi penuntun urip dari dan
menuju-Nya. Laku sekelompok orang lah yang telah melukai agama. Agama,
keimanan, tak sesiapa pun yang bisa menilai. Saya yakin dalam diri tiap manusia
ada ‘hakikat’ untuk kembali pada-Nya. Entah namanya ruh, jiwa, fuad, naluri,
pikiran atau apalah. Tinggal tiap manusia menuntun yang hakikat itu dalam laku
keseharian dengan sungguh-sungguh, <i>bi
jaddin</i> istilah lainnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sesungguhnya jika di Bumi ini hanyalah terminal menuju yang kekal,
kita berarti tinggal menunggu kiamat datang. Dan kemunculan Djajallah yang
ditakutkan. Tangannya adalah gergaji yang siap membelah tubuh siapa saja yang
tak mengikutinya. Lalu melumurinya dengan garam. Bukankah Djajal tersebut
sungguhlah diri kita sendiri, Dar?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
</div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<b><i><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dewi Maghfi, manusia yang mencari
makna kemanusiaan</span><o:p></o:p></i></b></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-38585251696861894112015-09-05T08:00:00.003-07:002015-09-05T08:00:47.686-07:00Luka, Musa, dan Saga<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Melangkah seperti bukan. Menatap seperti kosong. Berbicara justru
menikam. Tujuh bulan ini berlalu dengan kehampaan. Hambar. Ada yang aneh pada
sang diri. Aku yang masa tingkat dasar. Aku
yang masa menengah. Aku yang masa tinggi. Dan masa sesudahnya terus
membulat ruwet. Membacanya semacam menuntut penyembuhan. Apa aku sedang
terluka? Di titik mana luka tersebut? Aku tidak tahu di titik mana aku terluka.
Yang pasti aku ingin menempuh jalan baru untuk sembuh. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Membaca luka bukan semata sepenuhnya memasukkan sang diri. Bahkan,
di situ lah kegagalanku untuk menemu sang diri. Tentang masa kanak yang melintas.
Tentang tanah yang menjadi saksi ketercerabutan. Tentang ruang yang memabukkan.
Tentang menjadi bebal atas ‘rasa’. Tentu semua hal yang mengkonstruksi diri. Dan
sebab satu hal, narasi panjang nan berliku. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Luka yang mengukir memang perih. Katanya orang tua dahulu, “mandilah
di laut Nak untuk menghilangkan segala penyakit.” Jika penyakit adalah luka. Apa
laut sanggup untuk menampung luka-luka ini? Betapa jijiknya manusia yang sering
menumpahkan segala lelah, kecewa, kemarahan pada laut. Kamu begitu kasian laut.
Betapa mulianya dirimu menjadi pendengar yang baik. Dan sesekali marah. Aku ingin,
aku ingin duduk mendengar ceritamu. Seberapa pun lukaku, aku akan kuat jika kau
sapu pipiku dengan desir angin laut. Aku hanya ingin bercumbu denganmu. Malam ini,
aku membayangkan kau sedang memelukku. Di remangnya sang malam, aku menatap kau
begitu lekat, lekat, dan menahan agar kuat. Aku yang duduk di bibir laut,
dengan lembut kau kecup lembut bibirku. Sekali saja. Berkali-kali kau
menghempasku dengan sapuan ombak yang pecah. Aku masih duduk di sana, tak
beranjak. Seluruh badanku kuyup, namun aku tak merasa kedinginan. Sebab, kau
sedang memelukku walau sembari menusukkan sebilah pisau. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bukan. Bukan sebab aku tak berdaya. Justru sangat bertenaga.
Namun, sebagaimana ibu adalah laut, yang mana perempuan. Aku tak sanggup
memandang dengan lantang. Ingin sebenarnya mengajari untuk melecutkan pecut,
sekali lagi bukan soal tak berdaya. Ibu, laut, semakin keras kepala. Ia terus
berjalan demi. Demi apapun di luar sang diri. Seperti Musa yang dengan
seenaknya menyabetkan tongkat untuk membelah laut. Menginjak-injaknya. Musa
memang hidup dengan nama besar. Maka ia memegang kuasa. Walau mungkin dengan
niat yang baik, Musa telah sewenang mengiris laut. Musa telah memisahkan keutuhan
diri laut. Memisahkan sang aliran kehidupan. Mengelompokkan yang baik dan tidak
baik. Yang kanan dan kiri. Lalu yang terakhir yang tertumpas. Menyisakan aliran
merah saga. Menganga. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Maka kemudian ada berbagai macam rupa ibu. Ibu yang kiri dan
kanan. Ibu yang atas dan bawah. Ibu yang mengapit ketiak dan menyudutkan siku
lancip. Ibu perhiasan dan ibu batu. Ibu yang terpisah dari keutuhannya. Kau
tahu Bu, kamu tak benar salah. Sebab di luar memang sungguh kejam. Mereka merekonstruksi
segalanya tentang ibu. Yang modern bahkan tradisionalis. Ibu adalah laut. Ia harus
benar-benar tetap menjadi utuh walau pora-poranda. Ia bukan berjalan untuk
menyiku lantas mengedepankan nafsu. Ia berjalan atas langkah spiritualisme. Dunia
kejam, Bu. Maka kamu harus tetap tegar, walau sebenarnya remuk. Ibu, laut, tak
bisakah mereka memandang dengan suci? Memandang sebagai makhluk yang mesti
kembali pada haribaan-Nya? </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b><i>Dewi Maghfi| 05 September 2015</i></b></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5488318694431471943.post-84459195826505993072015-08-25T20:06:00.001-07:002015-08-25T20:06:22.576-07:00Integritas Ada di Punggung Tangan Kita!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div align="center" class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Konon,
di Tiongkok kuno orang menginginkan rasa damai dari kelompok Barbar Utara. Itu
sebabnya mereka membangun tembok besar. Tembok itu begitu tinggi dan tebal
sehingga mereka sangat yakin tidak seorang pun bisa memanjatnya atau
menghancurkannya. Sejak tembok itu dibangun dalam seratus tahun pertama,
setidaknya Tiongkok telah diserang tiga kali oleh musuh-musuhnya, namun tidak
ada satu pun yang berhasil masuk karena temboknya yang tinggi, tebal, dan kuat.
Suatu ketika, musuh datang dan membisiki penjaga perbatasan dengan
‘janji-janji’. Saat ini orang lebih akrab dengan kata ‘suap’. Apa yang terjadi
kemudian? <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Musuh
berhasil masuk. Orang Tiongkok berhasil membangun tembok batu yang kuat dan
dapat diandalkan, tetapi gagal membangun integritas pada generasi berikutnya.
Seandainya, penjaga pintu gerbang tembok itu memiliki integritas yang tinggi,
ia tidak akan menerima suap yang akhirnya akan menghancurkan dirinya juga orang
lain.</span> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Integritas
berasal dari bahasa Inggris <i>integrity</i>,
yang berarti menyeluruh, lengkap atau segalanya. Kamus Oxford menghubungkan
arti integritas dengan kepribadian seseorang yaitu jujur dan utuh. Paul J.
Meyer menyatakan bahwa “integritas itu nyata dan terjangkau dan mencakup sifat
seperti: bertanggung jawab, jujur, menepati kata-kata, dan setia. Atau dalam
bahasa latin integer yang artinya utuh. Lawan dari integritas yakni hipokrit.
Bahasa inggrisnya <i>hypocrisy</i> yang
artinya bohong.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dalam
sebuah tulisan Andreas Harsono, ia menarasikan bagaimana kawan sesama jurnalis
yakni Bill Kovach pencetus sepuluh elemen jurnalisme memegang teguh sikap
independensi. Hemat saya, sikap independensi dan laku integritas adalah dua
modal yang mesti dimiliki manusia sebagai pertanggungjawaban keilahian.
Independensi lebih pada memperjuangkan sikap kebenaran dan integritas adalah
laku mental yang menyertainya. Maka tak heran, jika integritas menuntut bukti,
tindakan, dan pengamalan. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Ada
seorang bertanya pada Kovach, </span><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Apakah Kovach berani
bersikap independen terhadap orang-orang yang dicintainya? Bagaimana kalau
anaknya sendiri yang melakukan kesalahan? Apakah Kovach akan meliput mereka
sama dengan kalau meliput orang lain?<span class="apple-converted-space"> </span></span>
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Kovach menanggapi serius ketika ditanya soal
ini. Dia bersyukur karena kini sudah pensiun dan selama bekerja sebagai
wartawan tak ada satu pun dari empat anaknya yang bikin perkara. ”Ada aturan
dalam rumah tangga saya. Saya selalu bilang pada anak-anak. Kalian boleh
melakukan apa saja tapi jangan sampai perbuatan itu masuk headline suratkabar.
Kalau itu terjadi, saya akan meliput kalian sama dengan saya meliput orang
lain,“ jawab Kovach.<span class="apple-converted-space"> </span></span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Ada cerita yang melibatkan seorang teman
dekatnya, Homer Peas, yang diliput Kovach dan berujung dengan pahit. Peas
adalah teman main football Kovach ketika mereka sama-sama duduk di sekolah
menengah atas. Mereka juga pada waktu yang bersamaan masuk ke dinas militer
pada 1951 ketika Perang Korea pecah. Kovach masuk ke Angkatan Laut dan Peas
jadi <em>paratrooper</em>.<span class="apple-converted-space"> </span></span>
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Ketika keluar dari dinas militer, Kovach kuliah
dan lalu jadi wartawan. Peas masuk ke dunia politik dan jadi aktivis Partai
Demokrat. Pada 1960, ketika Richard Nixon sedang bertanding melawan John F.
Kennedy, untuk jadi presiden Amerika Serikat, Peas ikut bekerja memenangkan
Kennedy. Peas membujuk veteran perang untuk memberikan suara mereka dengan
imbalan sebotol whisky. Kovach saat itu menyelidiki tentang ”pembelian“ suara
dan melihat Peas terlibat.<span class="apple-converted-space"> </span></span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span class="apple-converted-space"><br /></span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Ia menelpon Peas dan memberitakan
keterlibatan sahabatnya ini. Peas diperiksa polisi, diadili, dan terbukti
bersalah. Hukumannya, Peas boleh memilih masuk penjara atau masuk dinas militer
lagi. Peas memilih militer dan dikirim ke Vietnam. Pada 1966 Peas meninggal
dalam sebuah pertempuran dekat Bien Dien Phu, Vietnam. Peas kehabisan peluru
dan melawan gerilyawan Vietnam dengan bayonet.<span class="apple-converted-space"> </span></span><br />
<br />
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">“Saya sering sedih dan marah karena secara
langsung saya ikut menyebabkan kematian teman saya. Kalau saya tak menyebut
nama Homer, dia jelas takkan berangkat ke Vietnam dan mati di sana. Tapi saya
juga tahu bahwa keputusan untuk berbuat salah atau berbuat benar adalah
keputusan Homer sendiri. Homer bisa menolak untuk ikut kejahatan yang
membahayakan demokrasi kami. Tapi Homer memilih berbuat salah,” tutur Kovach. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<b><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Independensi
dan Integritas BP2M<o:p></o:p></span></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Organisasi
pers mahasiswa, kata Nida Usanah harus mempunyai integritas. Integritas
tersebut sangat penting dihayati anggota untuk kelangsungan sebuah organisasi.
Wabil khusus Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BP2M). Pers mahasiswa saat
ini kian kehilangan arah. Saat orde baru, kekuatan pers mahasiswa nampak
taringnya untuk menyorot pemerintahan Soeharto. Pelengseran Soeharto juga atas
campur tangan aktivis pers mahasiswa. Lalu, apakah benar pers mahasiswa kian tak
seksis? <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dalam
sebuah kutipan, <i>when you are looking at
the characteristics on how to build your personal life, first comes integrity,
second motivation, and last experience</i>, di situ jelas tertera bahwa
integritas adalah langkah pertama yang harus <i>clear</i> dalam tiap diri seseorang. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Melucuti
integritas ada dua poin yang mesti dipahami. <i>Pertama</i>, integritas batin diri. Dan <i>kedua</i>, integritas organisasi kehidupan publik. Integritas batin
diri bisa jadi beberapa orang sudah memilikinya sejak kecil. Berawal dari pola
pengasuhan keluarga dan lingkungan sekitar. Dan integritas batin diri bisa
diperoleh dari sebuah penegakan integritas organisasi. Organisasi punya peran
besar dalam membentuk integritas diri juga mewujudkan goal besar yang
dicita-citakan. Maka penting, membangun integritas organisasi sebagai
keluarannya. Jika Tuhan mampu meyakinkan ciptaannya untuk menikmati surga,
organisasi mesti mampu pula meyakinkan bagi awaknya akan integritas. Sebab,
integritas bukan hanya sebuah usaha atas kejujuran, tanggungjawab, disiplin,
dan sebagainya. Integritas pada akhirnya menghadirkan kenikmatan selayaknya
surga. Nikmat bahwa orang yang berintegritas jauh bisa menikmati olah rasa,
karsa, dan cipta. Kalau dalam bahasanya Ki Hajar Dewantara, asah, asih, asuh.
Bukankah itu suatu kenikmatan yang sungguh luar biasa? <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bagaimana
membangun integritas yang akan berdampak pada diri dan organisasi BP2M? Setidaknya,
ada 5 hal yang bisa saya petakan. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="background: white; margin-left: 13.5pt; mso-add-space: auto; mso-background-themecolor: background1; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -13.5pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">1)<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Mempunyai tujuan di BP2M.
Pers mahasiswa bertujuan untuk memberi pencerahan. Tentu tujuan awak di BP2M
tak lain adalah untuk menjadi ‘cerah’. Cerah dari segi nalar, rasa, dan laku
melalui diskusi, nonton film, menjalin silaturrahmi, dll. Teringat obrolan seorang
wartawan dan politisi. Jika seorang politisi punya kekuasaan, ia menggunakan
informasi untuk membuat orang mengikutinya. Namun, wartawan menggunakan
informasinya untuk membantu orang guna mengambil sikap mereka sendiri. Tentu
ini adalah tugas pencerahan bukan sekadar bujuk-rayu dan gombalan.</span></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="background: white; margin-left: 13.5pt; mso-add-space: auto; mso-background-themecolor: background1; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif; text-indent: -13.5pt;">2) Posisi pemimpin dan
penanggungjawab kegiatan punya beban moril untuk lebih ‘memahami’. Memahami
tugasnya, awaknya, dan segala permasalahan yang muncul. Mereka tidak bisa
beralasan sibuk atau tak paham. Sebab beban moril itu mencakup
pertanggungjawaban yang luas, tidak hanya sekadar menjalankan tugas.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; margin-left: 13.5pt; mso-add-space: auto; mso-background-themecolor: background1; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -13.5pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">3)<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Awak atau anggota
menetapkan target kemampuan diri. Tidak memposisikan untuk ‘dipahami’
lebih-lebih perasaan. Masing-masing diri saja belum tentu paham betul akan perasaannya,
apalagi diminta untuk memahami perasaan orang lain. Kasus ini bisa menyebar
luas seperti epidemi penyakit. Tidak nampak (abstrak), namun terus menyebar dan
berjejaring. Hanya soal perasaan, ‘rasan-rasan’.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; margin-left: 13.5pt; mso-add-space: auto; mso-background-themecolor: background1; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -13.5pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">4)<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Memahami betul kenaikan
jenjang di BP2M. Sama halnya fase hidup manusia, dari kanak, remaja, dewasa,
tua, dan tiada. Di BP2M dari calon anggota harus paham jika akan naik jenjang
menjadi anggota. Anggota akan menjadi pengurus. Pengurus akan menjadi
demisioner. Dan akan menjadi alumni. Fase itu penting dipahami untuk
kaderisasi. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="background: white; margin-left: 13.5pt; mso-add-space: auto; mso-background-themecolor: background1; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -13.5pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">5)<span style="font-size: xx-small;"> </span><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;">Membangun <i>intership</i> yang kuat. Kedekatan antar
awak perlu dibangun untuk mendiskusikan hal-hal penting, mendesak, dan
strategis demi kelangsungan organisasi. Secara otomatis, kedekatan emosional
akan terbangun. Bertemu untuk sekadar makan, malam mingguan, dan dekat secara
personal. Kenapa jaringan NII bisa kuat dan rapi? Karena <i>intership </i>di antara mereka kuat. Agaknya, kita patut mencontoh
untuk membangun BP2M.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="background: white; margin-left: 13.5pt; mso-add-space: auto; mso-background-themecolor: background1; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -13.5pt;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">BP2M
punya integritas sebab awaknya punya ikhtiar untuk membangun. Atas tujuan mulia
yakni sebagai laku kemanusiaan. Tiada lebih, pekerja pers akan tetap dikenang
sebab laku kemanusiaannya. Dan laku kemanusiaan adalah seruan Tuhan sebagai <i>hablumminannas</i>. Dan akhirnya integritas
bisa selalu kita pahami jika berikhtiar untuk memahami diri. Sebab, dalam surat
An-Nisa tertulis siapa yang berusaha menemu diri, ia akan menemu Tuhan-Nya.
Kalau dalam bukunya Jalaludin Rumi, lihatlah punggung tangan kananmu, maka kamu
akan tahu jika Tuhan-Mu begitu dekat dengan engkau. Di situ lah integritas. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<br /></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: right;">
<b><i><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial;"><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dewi
Maghfi, Ditulis Guna Diskusi Up-grading BP2M Unnes 2015, Josssss!<o:p></o:p></span></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="background: white; mso-background-themecolor: background1; text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/02880465779353237333noreply@blogger.com0