Mariana sudah melewati masa sejak IKIP Semarang
sampai saat ini, Unnes. Tentunya dari masa Retmono, A.T. Soegito, Rasdi,
Sudijono, hingga Fathur. “Saya merasa biasa-biasa saja walau sudah berganti
rektor lima kali. Saya sih berpikir positif saja,” ucap Ibu dua putra.
Seseorang
dengan gelar akademik sarjana dengan spesifikasi tertentu tak menjamin
mendapatkan pekerjaan sepadan. Kala itu barangkali hingga sekarang mencari
pekerjaan tak mudah. Setiap orang harus bersaing dengan beribu-ribu orang
lainnya hanya untuk mendapatkan satu tempat saja. Ya, hal tersebut untuk
berjuang mendapatkan kursi di badan kepegawaian. Lain jika ingin berwiraswasta,
peluang sangat banyak, tinggal membulatkan tekad. “Saat itu saya tak terlalu
berpikir mau kerja apa. Saya hanya ingin bekerja sesuai dengan kemampuan yang
saya miliki. Sudah,” kenang perempuan kelahiran 1957 silam.
Suatu
hari ada sebuah pengumuman lowongan menjadi karyawan perpustakaan yang menempel
di stadion. Ia menemukan pengumuman itu dengan tidak sengaja. Awalnya, ia hanya
ingin jalan-jalan saja. Lantas, menemukan pengumuman yang saat dilihatnya
pertama kali langsung menarik hati. Walau perempuan berhidung bangir tersebut
lulusan sarjana hukum dari universitas sultan agung, ia tak lantas malu untuk
bekerja apapun. “Yang penting halal dan berkah,” jelasnya sembari melebarkan
bibir jambonnya yang tanpa gincu. Pekerjaan untuk tidak dipilah-pilih, namun
perlu dicoba dan disesuaikan dengan kemampuan. Jika melihat para pejabat yang
berbondong-bondong masuk bui karena kasus korupsi, hati Mariana ternyuh. “Ibu
mana yang tidak sedih ketika anak yang disekolahkan malah berujung di penjara?
Walau penjara sekarang bisa disulap menjadi hotel. Tetap saja sedih,” pertanyaan
sekaligus penegasan pernyataan wanita berkerudung merah muda itu.
Sedikit dan Tak Nyaman
Dua puluh delapan
tahun ia tetap setia merawat lembar-lembar yang katanya ilmu atau pun
informasi. Hari-hari ia jalani dengan mengkode buku-buku koleksi, menyampuli,
membendel, menyetreples, hingga menginput data di komputer. Koleksi buku-buku
perpustakaan pusat unnes memang sudah lama-lama, jika tidak jadul.
Mariana
bercerita pembaruan buku-buku koleksi terkadang tidak sesuai kebutuhan. Tender
yang gol dalam pengadaan buku sering tak sesuai dalam memberikan buku. Misal,
mintanya merah dikasih hijau. Mintanya dua dikasih satu. Namun kabarnya sekarang
perpustakaan sudah diperbolehkan mengusulkan jenis buku. Suatu kabar gembira.
Kondisi
ruangan atau tata letak perpustakaan juga kurang menarik pengunjung untuk
membaca di perpustakaan. Terkesan kaku dalam penataan rak-rak buku dan
ruang-ruang diskusi.
Bekerja Juga Belajar
Wanita berjilbab
ini selain bekerja, ia juga senantiasa belajar. Setiap hari ia menghabiskan
tiga hingga empat Koran di sela-sela pekerjaannya. Ia harus tetap mengikuti
wacana yang ada. Ia tidak mau terlihat buta informasi. Ia yang berlatarbelakang
hukum justru tak senang dengan berita-berita hukum. Ia lebih tertarik pada
berita-berita teknologi dan kuliner. Walau begitu ia tetap sesekali membacanya.
Ia yakini sekarang tak punya banyak waktu untuk membaca. Ia harus pandai-pandai
mengatur waktu.
Tiga media yang diikuti Mariana yakni suara merdeka, jawa pos, dan kompas. Ia rasa ketiganya sudah mewakili berita daerah maupun nasional. Ia juga mengakui tak terlalu suka berita berat. “saya tak terlalu suka berita yang berat-berat. Hehe,” ucapnya.
Menganggap biasa saja, luar biasa, super menjadi pandangan subjektifitas setiap orang. Begitupula pandangan Mariana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar