Senin, 10 Maret 2014

Kaburnya Esensi KKL



       Kuliah Kerja Lapangan merupakan kegiatan ilmiah yang berupa kajian materi perkuliahan. Dengan menggunakan pendekatan keilmuan terhadap objek di luar kelas terkait dengan jurusan dan program studi yang ditempuh. Namun, pengaplikasian Kuliah Kerja Lapangan pada Perguruan Tinggi berbanding terbalik. Kini, KKL hanya sebatas euforia. 

Paradigma Kuliah Kerja Lapangan (KKL) telah beralih menjadi wisata. Bukan lagi untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang berkenaan atas konsep, teori, pengetahuan yang diperoleh saat perkuliahan.
 
             Frekuensi untuk melaksanakan KKL yaitu sekali selama masa studi. Namun, tidak menutup kemungkinan beberapa jurusan tertentu melaksanakan lebih dari satu kali. Euforia KKL pun telah menutup akan esensi sebenarnya kerja lapangan. Yang hanya dijadikan sebagai rutinitas wajib yang harus ada pada setiap tahun. Walaupun tidak begitu mendesak kebutuhannya. 

Esensi KKL
            Modernisme manusia telah membawa pada hilangnya hakikat diadakannya suatu kegiatan. Begitu juga dengan KKL. Kebutuhan untuk bersenang-senang semakin mendesak daripada melakukan kerja lapangan. Jika memang hakikat dari KKL sudah beralih makna, lebih baik dicarikan solusi. Mungkin lebih cocok dengan wisata mahasiswa dan KKL mungkin ditiadakan. Tidak menutup kemungkinan bahwa wisata merupakan suatu kebutuhan manusia. Dengan begitu tidak ada pembohongan publik terkait kerancuan makna dari KKL. 

            Persoalan bukan terletak pada kebutuhan akan kerja lapangan atau wisata. Namun hakikat dari KKL telah melenceng dari tujuan awal. Pemaknaan dan pengaplikasiannya berubah menjadi kegiatan melancong. Berarti itu tidak sejalan dengan pengertian diatas mengapa dilaksanakannya KKL. Seakan hanya menjadi label. Tujuan yang akan dicapai jauh dari harapan.           

Semakin berkembangnya jaman, manusia seakan salah kaprah untuk memaknai sesuatu. Manusia modern yang seharusnya mempunyai pemikiran yang maju namun seolah terbelakang (primitif) dan mementingkan nilai kepraktisan dan kesenangan semata. 

Kegiatan Menghamburkan Uang
            Kuliah Kerja Lapangan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Ketika beban yang diemban mahasiswa belum rampung dan selalu ada, mencuat sebuah kegiatan yang kontroversi. Dikatakan penting tidak begitu penting, namun dikatakan salah seorang dosen KKL sebagai syarat skripsi. 

            Selama ini KKL selalu identik dengan mengunjungi tempat ke luar daerah asal Perguruan Tinggi berada. Misalnya saja, Jakarta-Bandung, Bali, dll. Bukankah di sekitar kita banyak tempat-tempat yang dapat memberikan informasi dan memenuhi syarat? Menapa harus memilih tempat yang jauh. Toh tempat itu tidak sepenuhnya dapat memberikan informasi yang lengkap. Dengan melihat lagi pada biaya yang dikeluarkan. Yang dalam kenyataanya kerja lapangan yang dilakukan hanya mengunjungi satu dua tempat namun sisa waktu digunakan untuk mengunjungi objek wisata. 

            Hal tersebut merupakan suatu kegiatan yang hanya menghambur-hamburkan uang. Ketika masih banyak kegiatan yang bermanfaat untuk dilakukan.
            
       Penentuan daerah tujuan KKL memang bisa dikatakan sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak, mahasiswa dan pendamping. Namun keputusan tertinggi masih tetap pada penentu kebijakan (pendamping). Jadi, sama saja ketika dari mahasiswa mempunyai usulan tempat lain yang pada akhirnya tidak disetujui. Dan tempat pilihan pendamping ya itu-itu saja dari tahun ke tahun. 

            Harusnya KKL tidak hanya dijadikan sebagai rutinitas semata. Namun jika memang KKL sangat diperlukan dalam perkuliahan maka, butuh keseriusan dari semua pihak. Jangan sampai tujuan dari kegiatan yang sakral menjadi beralih menjadi sebuah tuntutan kesenangan. Memang diperlukan adanya pembedaan antara KKL dan wisata. Di samping itu tidak menutup kemungkinan masih ada beberapa program studi yang melakukan KKL sesuai kebutuhan dan penting untuk dilakukan.
           
             

Tidak ada komentar: