Senin, 10 Maret 2014

Kebijakan, Salah Kaprah



            Sejak adanya kebijakan publikasi karya ilmiah untuk mahasiswa S1, S2, dan S3 sebagai syarat kelulusan menimbulkan pro kontra di kalangan sivitas akademika. Ada yang mendukung dan banyak pula yang menolak. 

            Tujuan adanya publikasi karya ilmiah tidak dipungkiri dari niat baik. Yang dimaksudkan bahwa budaya menulis di Indonesia masih sangat rendah dibanding negara-negara lain. Bukankah dengan adanya kebijakan tersebut justru semakin merajalelanya tindakan plagiarisme. Sudahkah kebijakan ini telah diperkuat dengan sistem? Atau jangan-jangan sekadar ketakutan-ketakutan yang berujung pada kuantitas. Tanpa mempedulikan kualitas. 


            Sebuah karya ilmiah yang dapat termuat dalam jurnal bukankah sesuatu yang sudah layak dan memenuhi syarat penelitian yang valid. Apalagi jurnal nasional dan internasional? Sementara sarjana bukan seorang peneliti, namun seseorang yang baru dipersiapkan untuk menjadi peneliti. Jadi, jika semua mahasiswa sarjana dituntut mempubliskan karyanya dalam jurnal, berarti jurnal sudah tidak lagi menjadi hal yang istimewa. Karena karya ilmiah ecek-ecek pun dapat termuat dalam jurnal. Ujungnya banyak jurnal-jurnalan yang dimuat dalam jurnal sekadar sebagai prasyarat saja. Tidak memenuhi kualifikasi dan kualitas yang bagus.  

            Sementara kesiapan dari masing-masing perguruan tinggi juga berbeda-beda. Bagi perguruan tinggi swasta yang baru merintis, hal tersebut pasti dirasa menjadi beban yang berat. Dari kesiapan sumber daya manusia, fasilitas, hingga material. Ditambah lagi perguruan tinggi swasta tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Dan semua biaya dibebankan pada mahasiswa. Dugaan penulis justru dengan adanya kebijakan publikasi karya ilmiah akan menurunkan minat siswa untuk melanjutkan kuliah. Karena bisa dilihat yang sekolah di swasta jauh lebih banyak daripada di negeri.   

            Selama ini sistem pendidikan di Indonesia telah salah kaprah. Keberhasilan pendidikan diperoleh dikala seseorang mendapat nilai ujian atau indeks prestasi yang bagus. Seperti halnya budaya menulis yang dipandang dapat tertuntaskan ketika ada publikasi karya ilmiah ke dalam jurnal. Harusnya pemerintah tidak terburu-buru membuat kebijakan. Bukankah dengan perbaikan sistem yang selama ini hanya mengejar hasil lebih ditekankan pada proses jauh lebih baik?

Tidak ada komentar: