Kasihku,
Perjalanan ini begitu menyenangkan. Satu dua
tangkai mawar saling mewarnai. Terkadang duri-duri lembutnya pun turut bisa kita
rasakan.
Kasih, aku tahu dengan perjalanan ini.
Jika berhenti saja dalam perenungan tak akan sampai aku dan kalian dalam rumah
impian hati kamu. Tak akan sanggup memeluk jiwa dan ragamu. Impian dalam diri
untuk terus meningkatkan kepekaan.
Selayaknya perjalanan ke papua. Kita ingin
lebih mengenal saudara kita bukan? Memahami kondisi di sana seperti. Jika
selama ini kalian hanya menjadi penonton atas keresahan saudara kita, sekarang
kalian mendapatkan kesempatan untuk menengok langsung. Bahkan mempunyai
kesempatan luar biasa untuk merealisasikan solusi atas keresahan kalian. Kalian
tak hanya berkeluh kesah namun bertindak.
Kita tahu bagaimana adat orang papua.
Adat mereka memang beda dengan aku dan kalian. Karena memang setiap daerah
mempunyai keunikannya tersendiri. Namun, jika kita masuk ke dalam, bergumul
bersama pasti mereka selalu terbuka. Susah memang. Sesusah apapun jika tekad
masih berkobar dan menjalankannya tak ada yang susah. Toh ketika nanti kita
berhasil menyusup dan diterima oleh mereka senang bukan. Sebuah misi terlaksana.
Bahkan
kita tak hanya sebatas bersenang pada garda depan itu saja. Aku dan kalian
harus faham betul. Mengantarkan mereka dan kita pada misi yang pernah kita
diskusikan.
Sangat faham betul membawa diri saja
susah. Apalagi harus berada di tengah-tengah saudara kita. Tidak sekadar hanya
meramaikan tapi ikut terlibat dalam keseharian mereka. Kita bukan lagi dalam
tahap bermain-main. Namun, ‘mereka-reka’ permainan. Sehingga kita pun dapat
memasukkan bola. Selayaknya MU vs Milan bertanding. Sangat menarik dilihat. Transfer
semangat itu jelas ada, bahkan kita sampai terpukau dengan tak-tik yang mereka
lakukan. Bukan mengaca pada Persijap vs PSIS. Yang ujung-ujungnya rusuh.
Aku berpikir bahwa melakukan sesuatu
memang harus tergerak dari diri sendiri dulu baru mengarah pada saudara kita di
papua. Bukan semata-mata Papua bermasalah. Namun, selayaknya saudara kita turut
untuk mengasihinya. Kasih tak hanya tertuju pada yang lemah namun saling
menguatkan. Seperti ikatan aku, kamu, dan kalian. Saudara tak hanya sesama ras
dan suku.
Aku
merasa bahwa kamu masih saja acuh bahkan egois. Aku pikir tujuan-tujuan mulia
yang dilakukan para kyai kepada santrinya itu patut kita contoh. Kyai Zajuli
misalnya. Ia begitu eman dengan santrinya. Tak menuntut imbalan apapun. Karena hanya
ilmu yang bisa diberikan ia begitu tulus dalam mentranfer ilmu tersebut pada
santrinya. Sekarang aku dan tetangga desaku merasa sangat kehilangan. Padahal,
aku pikir ia pun tak mempedulikan untuk diajeni
orang lain atau tidak. Karena ia cukup mengajeni
diri sendiri dan tepat memposisikan diri di keluarga dan masyarakat. Terbukti minimal
setiap kamis sore banyak peziarah yang menyambangi makamnya. Membacakan satu
dua ayat suci untukmu.
Namun, para santri pun sekarang harus
lebih jeli lagi saat memilih tempat dan orang untuk menimba ilmu. Jika orang
mengatakan dunia ini kejam. Saya pikir tidak. Diri sendirilah bisa aku, kamu,
dan kalian yang kejam dan mengajamkan diri. Menutup telinga rapat-rapat. Walau,
sesekali memang kejaman itu perlu. Asal untuk kemaslahatan bersama.
Teruntuk kasih-kasihku yang aku kasihi
dan kasih-kasihmu yang terkasihi, saling mengasihi untuk tercipta kasih
sayang yang semestinya.
1 komentar:
Semua jalur itu sama. Jalurku, jalurmu, dan jalur mereka.
Yang membedakan hanyalah seberapa kuat dan mampu untuk tetap bertahan. Bahkan bertahan saja pun tak cukup. Perlu lucutan amunisi-amunisi. Barangkali seperti itu, Om.
Aku masih sangat ingat betul obrolan malam itu. Tentang kamu dan semangatmu. he
Posting Komentar