Minggu, 16 Maret 2014

Senja dan Kesakitan

         Sore, aku hanya suka senja. Ia meneduhkan. Memberikan corak yang eksotis pada langit. Bayangannya persis jatuh di depanku. Ini sore, aku sedang duduk di bangku panjang. Bangku ini dibentuk setengah lingkaran yang dijajar saling membelakangi hingga tujuh sampai delapan barisan. Bangku ini sering dipenuhi penonton kala ada pertandingan atau sekadar acara hiburan. Di depanku ada selapis beton yang menjulang tinggi dan bercokolan batu-batu kecil di lapisan epidermisnya.

        Menikmati senja dengan ditemani buku dan pulpen melepas imaji untuk berkelana. Ada beberapa baris coretan yang kutuangkan di kertas. Entah, hal yang telah terlewati selalu menjadi kenangan. Lebih-lebih yang menyoal kesakitan. Ia terekam kuat di memori. Ia menjelma menjadi dorongan yang kuat. Ia tak lantas datang seketika namun menyublim dalam diri. Terkadang ia datang melampaui kemampuan maksimal yang pernah diramalkan diri.

        Ia mohamad yang akan berbagi cerita. Sebuah nama yang banyak didoakan orang. Mohamad didambakan mempunyai perbuatan terpuji. Ia tokoh sepanjang masa. Ia seorang rasulnya rasul, nabinya nabi, rasul dan nabi untuk umatnya.

        Ia mendekat. Dua tiga detik ia memandangiku dengan kening mengernyit. Ia semacam menerawang siapa aku. Tentu, kami saling kenal dan akrab. Mohamad seorang pemuda rantau dari pulau seberang. Aku mengenalnya semenjak semester awal. Ia pemuda yang mau berusaha lebih. Ia akan melakukan segala hal untuk memenuhi kebutuhannya. Ya, ia anak ke dua dari dua bersaudara. Umur lima tahun menjadi alarm yang senantiasa hidup di kepalanya. Terakhir kali memandang bola mata yang menawan dan tajam dari seorang ayah.  Semenjak itu, ia menganggap ayah untuk perempuan paruh baya. Memanggil ibu di saat menemaninya di atas ranjang.

        “Nak, aku hanya punya uang sepuluh juta, barang kau bisa manfaatkan untuk bekal di tanah rantau,” ucap ibunya. Kala itu ia duduk di semester empat.

        Ia berdiri untuk mendirikan kedai makanan ringan. Dua bulan berjalan, ia menikmati setiap pelanggan yang datang. Ia meracik menunya sendiri. Ia namakan kapal selam, kapal karem, dan kapal kapal lainnya. Lima bulan  berjalan kedai mulai sepi. Ia tak sanggup lagi menggaji karyawan. Lantas, ia putuskan untuk menjadi pemilik sekaligus karyawan untuk kedainya. Pukul 05.30 ia sudah siap berdiri di tepi jalan menyetop angkot. Belanja terigu, bawang, ikan, gula, minyak, dll. Setibanya di kedai ia memasak dan menata ruangan. Ruangan yang sudah bercampur dengan buku-buku berserakan, baju-baju, dan bantal dengan kapuk lepek bekas tidurnya semalam. Kala kuliah jam tujuh ia selalu telat. Untuk jalan menuju kampus ia menghabiskan waktu sepuluh menit.

        Delapan bulan berjalan, pintu kedai hanya dibuka pagi dan malam hari. Di sela-sela kuliah ia menghabiskan waktunya di fotokopian. Sempat pula menjadi agen buku untuk teman-temannya. Menjadi kurir fotokopi buku pelajaran, menjadi agen kos-kosan. Barang masih banyak hal lagi yang dikerjakan untuk menyambung hidup. Untuk sekadar mengabari ibunya,  “Saya baik dan kuliah lancar.”

        Saat ini, ia merintis bimbel untuk sekolah dasar, menengah, dan atas. Di manajemen ada empat orang yang mengontrol dan enam belas pengajar. Dari senyum mungilnya ia menggodaku, “kapan kita akan memulai untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan ini?” belum sempat aku menjawab, “Pilihan untuk menyiapkan bekal sebelum mengenakan toga ternyata penting. Aku berencana untuk tinggal di jawa saja,” terangnya sembari menatap dan meyakinkan wanita mungil di sampingnya.

        “Kau nampak beda. Sejak tadi aku hampir tak mengenalimu. Pipi, bahu, dan paha mu …….,” tutupnya sembari ketawa. “Sssttt….barangkali ini dewi yang lain.”
        Rasa sakit yang dalam akan melahirkan ide-ide baru yang tak terduga. Rasa sakit bukan menjadi alasan untuk tidak melakukan apa-apa. Barangkali harus diawali dengan paksaan. Aku tak akan memandang kesuksesanmu di masa yang akan datang, Mohamad. Sebab, saat ini kau telah sukses menjadikan raja buat dirimu sendiri.


Tidak ada komentar: