Selasa, 28 April 2015

Bangsal Psikiatri itu… Oh… Ah…


Senin, bagi sebagian orang menjadi hari yang melelahkan. Ia mesti kembali melakukan rutinitasnya, setelah minggu menjadi hari untuk sekadar bermalas-malasan atau hari ha ha-hi hi. Bagi pegawai pemerintah, ia harus datang lebih pagi untuk mengikuti upacara atau apel. Bagi pekerja swasta ia kembali membuat maping job selama satu minggu. Bagi siswa akan berkata “Ah, senin adalah hari patroli. Ah, senin akan mendengar ceramah kenegaraan.” Senin, biasanya menjadi jadwal tetap materi PKN (dan itu membosankan, sebab gitu-gitu aja), pun dalam setiap ujian, pkn selalu dibagi di hari senin. Entah? Mungkin, karena pkn ada muatan nasionalismenya jadi harus dinomorsatukan. He he
            
Rumah sakit umum daerah RA Kartini Jepara, senin (26/4) juga tak luput sibuknya. Duduk bersebelahan dengan ibu bermuka sayup dan ngantuk-ngantuk (datang ke rumah sakit jam 5 pagi!), atau lelaki paruh baya yang Nampak menerawang sangat dalam tembus hingga sepuluh lapisan, diam termangu, atau ibu yang sedang ngempongi anaknya daripada nangis jerit-jerit, atau mbah kakung yang sedang menggenggam tangan mbah uti (syahdu tenan), atau teriakan-teriakan yang melengking merdunya. “Wes to, senin kuwi wes koyo pasar. Wong berobat seperti beli sayur dan krupuk ning pasar. Tinggal sayur bedah, sayur kandungan, sayur syaraf, sasyur gigi, sayur psikiatri….” cerita dari ibu di seberang kursi.
            
Ya, sabtu-minggu rumah sakit libur. Dan kebanyakan obat pasien telah habis. Orang-orang akan kembali menebusnya di senin. Sejak kartu sehat mudah didapat, entah Jamkesmas, jamkesmasda, kartu sehat daerah, bpjs, dan tetek bengek kartu sakti lainnya rumah sakit tidak menjadi rumah yang mengerikan bagi sebagian orang. Dulu, orang banyak yang kehilangan nyawanya sebab sakit parah tak bisa berobat. Sekarang, sakit batuk-pilek, orang berbondong-bondong berobat sebab gratis. Ah, sebagian orang tentu bersyukur dengan adanya kemudahan kartu sakti tersebut sebab ada secuil harapan kembali untuk merajut hidup. Sementara, orang lupa melakukan pencegahan demi dianggap keren. Bilamana makan di tempat-tempat yang dianggap wah, KVC, MC Donat, Hokya-Hokya Bento, dan sebagainya, lalu upload, keren ndaa… Padahal, sejatinya itu hanyalah kenikmatan sesaat duhai kaum manusia, #halah. Kau tahu, betapa melimpahnya hasil sayur-mayur petani Wonosobo, semangka, melon orang demak, padinya orang sragen, ayamnya tetangga desaku he.., dan jadilah rumah makan sederhana.
            
Kali itu, aku sengaja mengunjungi bangsal psikiatri. Di kursi tunggu, di lantai 2 itu, suasana berbeda dengan di lantai 1. Suasana hening, tak ada tawar-menawar cerita. Namun, sesekali kau akan mendengar teriakan histeris dan begitu hilang seketika, muncul kembali. Di bangsal Psikiatri ini, terdapat sebuah tulisan di papan pengumuman. “Pasien harus datang, keluarga tidak dilayani jika hanya meminta obat.”

Lima banjar kursi penuh, ditambah satu lajur kursi di poli sebelah juga penuh. Juga beberapa orang bergeletakan di lantai. Aku berdiri sembari memandang kiri-kanan. Ingin segera duduk di samping pasien-pasien yang sedang diam termangu, tapi…. jangan dulu. Amati suasana, pandangi satu per satu. Ada mbah putri yang dari mulutnya nampak ndremimil sembari menggeleng-gelengkan kepalanya layaknya orang yang sedang berdzikir. Ada pula seorang yang mencuri-curi pandanganku dan lalu tersenyum sendiri tersipu malu. Ah, Ada juga yang lemas tak berdaya tiduran di kursi. Juga ada yang diam, serius dengan pandangan yang kosong. Nah, itu…
            
Aku mendekatinya, seorang yang mengenakan jaket biru dengan kupluk jaket yang ditutupkan di kepalanya dengan resleting penuh hingga bawah dagu. Ia menunduk dan sedakep. Ku curi-curi pandangan untuk melihat mukanya, tak nampak sedikit pun. Tunggu dulu…. Diam kira-kira 15 menit. Kursi yang ku duduki, ku sisakan setangah agar ada jeda antara aku dan dia. Juga telapak kaki yang kupersiapkan untuk lari sekencangnya. Haha.
            
“Hei….” ajakku untuk berinteraktif. Tak ada jawaban. “Hei, hei…..” hening. “Hello, aku Dewi, siapa namanu? Aku ingin ngobrol lho dengan kamu. Kamu kog diem terus, padahal aku mau cerita. Mau dengerin ceritaku nggak? Namamu siapa?” Aku merasa ketar-ketir, jug-jug, aku akan dicekik sebab aku mendadak menjadi seorang yang cerewet, bawel dan mengobral senyum di sampingnya. Duh,
            
“Azmi….Ulul Azmi,” tuturnya seraya menegakkan kepalanya yang sedari tadi menunduk. Aha… seneng bukan main. Akhirnya. Aku yang kegirangan itu, terus melontarkan pertanyaan seperti bercerita dengan kawan lama yang tidak bertemu. Walau aku hati-hati dalam bertanya, namun aku sebiasa mungkin. Ia, nampak mengambil jeda untuk berpikir di setiap jawaban-jawabannya.
            
“Nama yang bagus, Mi. Ada lima Nabi yang dijuluki Ulul Azmi sebab ia mempunyai kelebihan yang luar biasa. Begitu juga kamu. Kamu luar biasa,” lanjutku. Diam…dan memberi senyum padaku. Duh nyes-nyes rasane, kog aku begitu gembira dan sedih dalam sekali waktu.
            
Ia berasal dari daerah terjauh, terpencil, dan ter ter di Jepara, Keling nama daerahnya. Ia sudah 2 tahun berobat jalan di rsud kartini. 1 tahun di awal, ia diantar keluarga untuk berobat. Namun, 1 tahun belakangan ia datang sendiri. “Saya mungkin durhaka pada orang tua, makanya saya begini,” tuturnya. “Kog bisa?” “Ya, saya dulunya sering marah-marah. Saya bisa banting semua barang-barang dan mecahin kaca. Tapi sekarang sudah tidak. Eh masih, tapi jarang.” Bahasa Indonesia nya lumayan lancar dan rapi dalam menyusun kosa-katanya.
            
Ini berawal dari sebuah cerita pertemanan. Dulu, seusai menamatkan di madrasah aliyah, ia diterima kuliah di salah satu universitas di Yaman fakultas Syariah. Hanya 2 orang dari sekolahnya yang diterima. Tibalah di Yaman, hubungan pertemanan ternyata tak selamanya menyenangkan. Suatu hari, ia merasa gonduk pada temennya itu. Walhasil semua folder foto keluarganya di laptop, ia hapus. Temannya tersebut, katakanlah Abe, sangat marah. Ia terus mencari pelakunya namun tak kunjung ada yang mengaku. Dua semester saja, Azmi mengikuti kuliah. Setelahnya ia pulang ke Indonesia. Ia tidak bisa mengikuti pelajaran di sana, ia tidak pandai bahasa arab. Jadi, saat ujian tiba ia pasti menyontek, begitu juga tak merubah IP-nya menjadi bagus. Juga, keluarganya yang tak sanggup membiayai keperluan sehari-harinya, sebab beasiswa hanya untuk materi perkuliahan dan makan 2 kali sehari. Selebihnya sendiri. Ia tak kuat, akhirnya melambaikan tangan. Duh duh piye-piye meneh tanah air Indonesia luweh kepenak je…


Azmi, kini 25 tahun, 2 tahun silam sebelum terkena gangguan jiwa, ia sempat bekerja selama 2 tahun. Bekerja ngangkut kayu-kayu balok di tetangga rumah. Ia anak pertama dari empat bersaudara. Marahnya kerap kali meluap-luap jika adeknya yang paling kecil nangis. Kesehariannya selama 2 tahun ini, ia nyapu ngepel jika mau atau berdiam diri. Ia tak punya cita-cita muluk kecuali bisa berhenti dari obat.

Skizofrenia atau Bipolar
Di dalam terminologi ilmu kesehatan jiwa, di sana akan dikenal adanya 2 penyakit yang paling sering dibahas dalam ilmu psikiatri (ilmu kesehatan jiwa). Kedua penyakit itu adalah skizofrenia dan bipolar. Azmi sepertinya menderita bipolar.

Skizofrenia merupakan gangguan waham atau delusi dan halusinasi, sedangkan bipolar adalah gangguan suasana perasaan atau gangguan mood dari kondisi panik ke depresif, atau dari suasana yang sangat gembira menuju suasana yang depresif (sedih). Ciri ciri penderita skizofrenia adalah mereka sering mengalami delusi (sebuah keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan) dan halusinasi. Delusi atau waham adalah suatu gangguan isi pikiran, sebuah keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan, biasanya diwarnai oleh latar belakang kebudayaan. Sedangkan halusinasi adalah suatu persepsi sensorik yang salah tanpa adanya rangsangan dari luar yang sebenarnya. Mungkin terjadi karena gangguan emosi atau stres (reaksi histerik, deprivasi sensorik) atau psikosa fungsional.  

skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses berpikir serta disharmoni (perpecahan, keretakan) antara proses berpikir, afek / emosi, kemauan dan psikomotor disertai dengan distorsi kenyataan. Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu “Scheizen” yang berarti pecah, dan “Phren” yang berarti jiwa. Artinya penderita skizofrenia tidak dapat membedakan antara kenyataan dan halusinasi. Skizofrenia ditandai oleh adanya gejala gejala primer dan sekunder. Adapun gejala gejala primer antara lain gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan, dan gejala “autistik”. Sedangkan gejala-gejala sekunder dapat berupa adanya waham, halusinasi, gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain.

Sedangkan bipolar adalah gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren (sering kambuh) serta dapat berlangsung seumur hidup. Sementara gejala skizofrenia terdiri dari gejala positif (delusi atau waham, halusinasi, kekacauan alam pikir, gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, dll.) dan gejala negatif (alam perasaannya tumpul dan datar, menarik diri dari lingkungan, kontak emosional yang kurang, sukar diajak bicara, dan pendiam, pasif, apatis, sulit dalam berpikir abstrak, pola pikir stereotipe, tidak ada dorongan kehendak, keinginan, tidak mau berupaya dan kehilangan kemauan). Sementara gejala bipolar adalah perubahan mood secara ekstrem dari manik (keadaan mood yang meninggi) ke depresi (keadaan mood yang menurun).

          “Azmi, jika lah kau sembuh nanti apa yang ingin kamu lakukan?” tak ada jawaban.
“Apa kamu ingin menikah?”
“Mungkin, jika sudah tidak begini.”
 “Mi, apa kamu sedang berhalusinasi tentang cerita-ceritamu?
“Tidak, aku sadar kog.”
“Yakin?”
“Yakin,” tutupnya sembari tersenyum. Azmi, adalah satu di antara semua manusia yang mempunyai resiko gangguan jiwa. Azmi, yang datang rutin setiap bulan untuk melakukan terapi menjadi bukti keberaniannya menjalani hidup. Hidup memang begitu, namun yang begitu-begitu cobalah dilepaskan sembari belajar ikhlas. Selamat Azmi, selamat dengan hidup yang selalu baru.