Senin,
bagi sebagian orang menjadi hari yang melelahkan. Ia mesti kembali melakukan
rutinitasnya, setelah minggu menjadi hari untuk sekadar bermalas-malasan atau
hari ha ha-hi hi. Bagi pegawai pemerintah, ia harus datang lebih pagi untuk mengikuti
upacara atau apel. Bagi pekerja swasta ia kembali membuat maping job selama satu minggu. Bagi siswa akan berkata “Ah, senin
adalah hari patroli. Ah, senin akan mendengar ceramah kenegaraan.” Senin,
biasanya menjadi jadwal tetap materi PKN (dan
itu membosankan, sebab gitu-gitu aja), pun dalam setiap ujian, pkn selalu
dibagi di hari senin. Entah? Mungkin, karena pkn ada muatan nasionalismenya jadi
harus dinomorsatukan. He he
Rumah
sakit umum daerah RA Kartini Jepara, senin (26/4) juga tak luput sibuknya. Duduk
bersebelahan dengan ibu bermuka sayup dan ngantuk-ngantuk (datang ke rumah
sakit jam 5 pagi!), atau lelaki paruh baya yang Nampak menerawang sangat dalam
tembus hingga sepuluh lapisan, diam termangu, atau ibu yang sedang ngempongi
anaknya daripada nangis jerit-jerit, atau mbah kakung yang sedang menggenggam
tangan mbah uti (syahdu tenan), atau teriakan-teriakan yang melengking merdunya.
“Wes to, senin kuwi wes koyo pasar. Wong berobat seperti beli sayur dan krupuk
ning pasar. Tinggal sayur bedah, sayur kandungan, sayur syaraf, sasyur gigi,
sayur psikiatri….” cerita dari ibu di seberang kursi.
Ya,
sabtu-minggu rumah sakit libur. Dan kebanyakan obat pasien telah habis. Orang-orang
akan kembali menebusnya di senin. Sejak kartu sehat mudah didapat, entah
Jamkesmas, jamkesmasda, kartu sehat daerah, bpjs, dan tetek bengek kartu sakti
lainnya rumah sakit tidak menjadi rumah yang mengerikan bagi sebagian orang. Dulu,
orang banyak yang kehilangan nyawanya sebab sakit parah tak bisa berobat. Sekarang,
sakit batuk-pilek, orang berbondong-bondong berobat sebab gratis. Ah, sebagian
orang tentu bersyukur dengan adanya kemudahan kartu sakti tersebut sebab ada
secuil harapan kembali untuk merajut hidup. Sementara, orang lupa melakukan
pencegahan demi dianggap keren. Bilamana makan di tempat-tempat yang dianggap
wah, KVC, MC Donat, Hokya-Hokya Bento, dan sebagainya, lalu upload, keren ndaa… Padahal, sejatinya
itu hanyalah kenikmatan sesaat duhai kaum manusia, #halah. Kau tahu, betapa
melimpahnya hasil sayur-mayur petani Wonosobo, semangka, melon orang demak,
padinya orang sragen, ayamnya tetangga desaku he.., dan jadilah rumah makan
sederhana.
Kali
itu, aku sengaja mengunjungi bangsal psikiatri. Di kursi tunggu, di lantai 2
itu, suasana berbeda dengan di lantai 1. Suasana hening, tak ada tawar-menawar
cerita. Namun, sesekali kau akan mendengar teriakan histeris dan begitu hilang
seketika, muncul kembali. Di bangsal Psikiatri ini, terdapat sebuah tulisan di
papan pengumuman. “Pasien harus datang, keluarga tidak dilayani jika hanya
meminta obat.”
Lima
banjar kursi penuh, ditambah satu lajur kursi di poli sebelah juga penuh. Juga beberapa
orang bergeletakan di lantai. Aku berdiri sembari memandang kiri-kanan. Ingin segera
duduk di samping pasien-pasien yang sedang diam termangu, tapi…. jangan dulu. Amati
suasana, pandangi satu per satu. Ada mbah putri yang dari mulutnya nampak ndremimil sembari menggeleng-gelengkan
kepalanya layaknya orang yang sedang berdzikir. Ada pula seorang yang
mencuri-curi pandanganku dan lalu tersenyum sendiri tersipu malu. Ah, Ada juga
yang lemas tak berdaya tiduran di kursi. Juga ada yang diam, serius dengan
pandangan yang kosong. Nah, itu…
Aku
mendekatinya, seorang yang mengenakan jaket biru dengan kupluk jaket yang
ditutupkan di kepalanya dengan resleting penuh hingga bawah dagu. Ia menunduk
dan sedakep. Ku curi-curi pandangan untuk melihat mukanya, tak nampak sedikit
pun. Tunggu dulu…. Diam kira-kira 15 menit. Kursi yang ku duduki, ku sisakan
setangah agar ada jeda antara aku dan dia. Juga telapak kaki yang kupersiapkan
untuk lari sekencangnya. Haha.
“Hei….”
ajakku untuk berinteraktif. Tak ada jawaban. “Hei, hei…..” hening. “Hello, aku
Dewi, siapa namanu? Aku ingin ngobrol lho dengan kamu. Kamu kog diem terus,
padahal aku mau cerita. Mau dengerin ceritaku nggak? Namamu siapa?” Aku merasa
ketar-ketir, jug-jug, aku akan dicekik sebab aku mendadak menjadi seorang yang
cerewet, bawel dan mengobral senyum di sampingnya. Duh,
“Azmi….Ulul
Azmi,” tuturnya seraya menegakkan kepalanya yang sedari tadi menunduk. Aha…
seneng bukan main. Akhirnya. Aku yang kegirangan itu, terus melontarkan
pertanyaan seperti bercerita dengan kawan lama yang tidak bertemu. Walau aku
hati-hati dalam bertanya, namun aku sebiasa mungkin. Ia, nampak mengambil jeda
untuk berpikir di setiap jawaban-jawabannya.
“Nama
yang bagus, Mi. Ada lima Nabi yang dijuluki Ulul Azmi sebab ia mempunyai
kelebihan yang luar biasa. Begitu juga kamu. Kamu luar biasa,” lanjutku. Diam…dan
memberi senyum padaku. Duh nyes-nyes rasane, kog aku begitu gembira dan sedih
dalam sekali waktu.
Ia
berasal dari daerah terjauh, terpencil, dan ter ter di Jepara, Keling nama
daerahnya. Ia sudah 2 tahun berobat jalan di rsud kartini. 1 tahun di awal, ia diantar
keluarga untuk berobat. Namun, 1 tahun belakangan ia datang sendiri. “Saya
mungkin durhaka pada orang tua, makanya saya begini,” tuturnya. “Kog bisa?” “Ya,
saya dulunya sering marah-marah. Saya bisa banting semua barang-barang dan
mecahin kaca. Tapi sekarang sudah tidak. Eh masih, tapi jarang.” Bahasa Indonesia
nya lumayan lancar dan rapi dalam menyusun kosa-katanya.
Ini
berawal dari sebuah cerita pertemanan. Dulu, seusai menamatkan di madrasah
aliyah, ia diterima kuliah di salah satu universitas di Yaman fakultas Syariah.
Hanya 2 orang dari sekolahnya yang diterima. Tibalah di Yaman, hubungan
pertemanan ternyata tak selamanya menyenangkan. Suatu hari, ia merasa gonduk pada temennya itu. Walhasil semua
folder foto keluarganya di laptop, ia hapus. Temannya tersebut, katakanlah Abe,
sangat marah. Ia terus mencari pelakunya namun tak kunjung ada yang mengaku. Dua
semester saja, Azmi mengikuti kuliah. Setelahnya ia pulang ke Indonesia. Ia tidak
bisa mengikuti pelajaran di sana, ia tidak pandai bahasa arab. Jadi, saat ujian
tiba ia pasti menyontek, begitu juga tak merubah IP-nya menjadi bagus. Juga,
keluarganya yang tak sanggup membiayai keperluan sehari-harinya, sebab beasiswa
hanya untuk materi perkuliahan dan makan 2 kali sehari. Selebihnya sendiri. Ia tak
kuat, akhirnya melambaikan tangan. Duh
duh piye-piye meneh tanah air Indonesia luweh kepenak je…
Azmi,
kini 25 tahun, 2 tahun silam sebelum terkena gangguan jiwa, ia sempat bekerja
selama 2 tahun. Bekerja ngangkut kayu-kayu balok di tetangga rumah. Ia anak
pertama dari empat bersaudara. Marahnya kerap kali meluap-luap jika adeknya
yang paling kecil nangis. Kesehariannya selama 2 tahun ini, ia nyapu ngepel
jika mau atau berdiam diri. Ia tak punya cita-cita muluk kecuali bisa berhenti
dari obat.
Skizofrenia
atau Bipolar
Di dalam terminologi ilmu kesehatan jiwa, di sana akan
dikenal adanya 2 penyakit yang paling sering dibahas dalam ilmu psikiatri (ilmu
kesehatan jiwa). Kedua penyakit itu adalah skizofrenia dan bipolar. Azmi
sepertinya menderita bipolar.
Skizofrenia merupakan
gangguan waham atau delusi dan halusinasi, sedangkan bipolar adalah gangguan
suasana perasaan atau gangguan mood dari
kondisi panik ke depresif, atau dari suasana yang sangat gembira menuju suasana
yang depresif (sedih). Ciri ciri penderita skizofrenia adalah mereka sering
mengalami delusi (sebuah keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan) dan
halusinasi. Delusi atau waham adalah suatu gangguan isi pikiran, sebuah
keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan, biasanya diwarnai oleh latar
belakang kebudayaan. Sedangkan halusinasi adalah suatu persepsi sensorik yang
salah tanpa adanya rangsangan dari luar yang sebenarnya. Mungkin terjadi karena
gangguan emosi atau stres (reaksi histerik, deprivasi sensorik) atau psikosa
fungsional.
skizofrenia adalah suatu psikosa
fungsional dengan gangguan utama pada proses berpikir serta disharmoni
(perpecahan, keretakan) antara proses berpikir, afek / emosi, kemauan dan
psikomotor disertai dengan distorsi kenyataan. Skizofrenia berasal dari bahasa
Yunani yaitu “Scheizen” yang berarti pecah, dan “Phren” yang berarti jiwa. Artinya
penderita skizofrenia tidak dapat membedakan antara kenyataan dan halusinasi.
Skizofrenia ditandai oleh adanya gejala gejala primer dan sekunder. Adapun
gejala gejala primer antara lain gangguan proses pikiran, gangguan emosi,
gangguan kemauan, dan gejala “autistik”. Sedangkan gejala-gejala sekunder dapat
berupa adanya waham, halusinasi, gejala katatonik atau gangguan psikomotorik
yang lain.
Sedangkan
bipolar adalah gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh
gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren (sering
kambuh) serta dapat berlangsung seumur hidup. Sementara gejala skizofrenia
terdiri dari gejala positif (delusi atau waham, halusinasi, kekacauan alam
pikir, gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, dll.) dan gejala
negatif (alam perasaannya tumpul dan datar, menarik diri dari lingkungan,
kontak emosional yang kurang, sukar diajak bicara, dan pendiam, pasif, apatis,
sulit dalam berpikir abstrak, pola pikir stereotipe, tidak ada dorongan
kehendak, keinginan, tidak mau berupaya dan kehilangan kemauan). Sementara
gejala bipolar adalah perubahan mood secara ekstrem dari manik (keadaan mood
yang meninggi) ke depresi (keadaan mood yang menurun).
“Azmi, jika lah kau sembuh nanti apa yang
ingin kamu lakukan?” tak ada jawaban.
“Apa kamu ingin menikah?”
“Mungkin, jika sudah tidak begini.”
“Mi,
apa kamu sedang berhalusinasi tentang cerita-ceritamu?
“Tidak, aku sadar kog.”
“Yakin?”
“Yakin,” tutupnya sembari tersenyum. Azmi,
adalah satu di antara semua manusia yang mempunyai resiko gangguan jiwa. Azmi, yang
datang rutin setiap bulan untuk melakukan terapi menjadi bukti keberaniannya
menjalani hidup. Hidup memang begitu, namun
yang begitu-begitu cobalah dilepaskan sembari belajar ikhlas. Selamat Azmi,
selamat dengan hidup yang selalu baru.