Membangun mimpi
setinggi-tingginya adalah modal gratis setiap manusia. Begitu juga Indra.
Namun, memahami kondisi setelah melakukan ikhtiar panjang jauh lebih bijak atas
sejuta mimpi. Ia lah Indra, sang penerang bagi anak-anak spesial.
Sebuah plang bertulis MI LB YKTM Budi Asih Semarang
menggerakkan saya untuk menelusurinya. Plang tersebut terletak persis di
samping taman kanak-kanak di Jalan Dewi Sartika. Di situ pula saya bertanya
pada seorang ibu, walhasil ia menunjukkan sebuah gang sempit yang hanya cukup
dilewati satu mobil.
Lelaki dengan perawakan tinggi, kulit
putih, menyambut saya dengan mengulurkan tangan. “Maaf mbak sedang berantakan,
tunggu sebentar kami beresi dulu. Lembar jawaban untuk anak ujian sekolah
tertinggal,” kata Kepala Sekolah Indra Ariwibowo yang nampak panik dan
keringetan sembari menyilakan.
Madrasah Ibtidaiyah Luar biasa ini,
Senin (4/5) sedang menyelenggarakan ujian sekolah dengan diikuti 3 siswa, 1
tunanetra dan 2 tunanetra low vision. Suasana ujian jauh seperti ujian di
sekolah pada umumnya yang nampak ketat dan penuh pengawasan. Alvin ramadhan
misalnya, menjawab ujian dengan dibacakan soal oleh gurunya. Satu per satu
siswa didampingi guru dalam mengerjakan ujian. Jika ada soal yang kurang jelas,
Alvin meminta untuk dibacakan ulang. Tak ada suasana tegang, anak-anak nampak
gembira mengerjakannya. Mindset
mereka, tidak penting untuk lulus atau tidak lulus. Lebih pada mereka
mengerjakan sesuai kemampuan dan mereka yakin setelah ujian masih ada hal-hal
yang masih akan terus dilakukan. “Mbak, saya itu kembar lho. Saudara saya di
jauh sana. Dia normal, saya kangen ingin bertemu,” cerita Alvin dengan
sumringah ketika jam istirahat. Ketiga dari mereka berebut bercerita, saya
menjadi pendengar.
Saat ini, murid siswa MI LB di Budi
Asih sejumlah 37 siswa. Sekolah ini berdiri pada 2009 yang bertempat di
Semarang Timur dekat Pasar Langgar. Kala itu, jumlah siswanya hanya 5 orang.
Gedung terbuat dari tripleks yang disekat-sekat di tiap kelasnya. “Kalau
ngajar, kami serasa balapan suara. Haha-haha,” tutur Indra. Daerah yang rawan
rob tersebut menghambat proses belajar mengajar. Setiap rob, guru harus
menguras kelas dulu agar air surut. Baru, pada 2011 SLB tersebut pindah di
Jalan Dewi Sartika Sampangan atas bantuan pemerintah. Muasal pembangunan gedung
tersebut sebab ada beberapa siswa yang beprestasi, sehingga dihadiahi gedung
baru.
Sedari MI LB Budi Asih ini dibangun,
Indra tak pernah meminta-minta pada donatur. Ia lebih ingin menunjukkan pada
khalayak bahwa siswa-siswanya beprestasi. Dalam berbagai kesempatan, ia mencoba
memperkenalkan siswanya dengan bakat yang dimiliki misalnya, menyanyi, tausiah,
qiraah, memainkan alat musik, dll.
Prestasi Siswa
Siswa yang
mengalami disabilitas tersebut berprestasi bahkan ke tingkat provinsi kategori
menyanyi dan MTQ yang diselenggarakan Balai Pengembangan Pendidikan Khusus
Dinas Provinsi Jawa Tengah . Ia lah Alfin Ramadhan yang menjadi juara I lomba
MTQ 2014 antar siswa sekolah luar biasa tingkat provinsi. Muhamad Subhan juga
tak kalah berprestasi. Ia menjadi juara I loma menyanyi 2014 antar siswa
sekolah luar biasa tingkat provinsi.
Prestasi
Muhammad Subhan lainnya adalah juara II lomba memainkan alat musik
(instrumental) tingkat provinsi Jawa Tengah tahun 2013, Juara III menyanyi lagu
nasionalisme tingkat provinsi Jateng tahun 2013, Juara I lomba tilawah putra
tingkat SD tahun 2013. Sementara prestasi Alfian Ramadhan adalah juara I lomba
menyanyi putra tingkat Jateng tahun 2012, juara III lomba menyanyi tingkat
Jateng tahun 2014, juara II lomba menyanyi lagu nasionalisme tahun 2013, juara
II lomba azan tingkat SD tahun 2013.
Desember
2014, MI LB Budi Asih diganjar penghargaan dari Menteri Agama sebagai juara I
Madrasah Luar Biasa dalam rangka Hari Amal Bhakti Kementerian Agama ke 69.
“Saya sendiri heran, kog bisa MI LB Budi Asih yang menjadi juara, apalagi
kepala sekolanya masih muda. Hehe,” guyonan Indra. Indra adalah lelaki periang.
Dari awal perbincangan hingga selesai, ia terus menampakkan keceriaan dengan
ngelucu. Ia juga penyandang tunanetra low vision, tunanetra yang masih bisa
melihat dengan pandangan samar-samar. “Saya dulu pas muda seperti njenengan
itu, ganteng dan gagah lho. Haha,” banyolannya di sela-sela obrolan.
Mengurungkan Mimpi
Lelaki kelahiran 15 Mei 1982 ini sejak kecil bercita-cita menjadi
karyawan bank. Kala kecil, saat ia diajak orang tua melakukan transaksi di bank,
ia begitu sigap untuk bilang “saya ikut.” Bermula dari situ lah, ia
memperhatikan setiap lini ruangan. Ya, seorang yang nampak ganteng nan cantik,
wangi, berpakaian rapi, ramah, dan pintar. Itu semua sudah dimiliki anak kecil
tersebut. Di saat anak-anak seusianya masih umbelen meler, ia sudah bisa
membersihkannya sendiri. Ia, seorang yang mencintai kebersihan. Namun, satu
yang membuatnya ketar-ketir, ia penyandang tunanetra low vision. Berkat
dorongan orang tua, ia tak patah semangat sama sekali. Berada di lingkungan
yang dominon mendukung membuat Indra terus berkarya dan berkarya.
Tak
tanggung-tanggung, ia menyelesaikan kuliah sarjananya hingga dua kali. Ia
tercatat sebagai lulusan sarjana fakultas ekonomi Universitas Soegijopranoto
(Unika) dan sarjana pendidikan IKIP Veteran. Saat ini, ia berencana melanjutkan
master pendidikan. “Saya inginnya Unnes. Agar saya tetap bisa memantau MI LB
ini dan tetap kuliah. Doakan saja,” tuturnya lagi lagi dibumbui dengan
banyolan. “Doakan saja, semoga juga dalam waktu dekat bisa menikah. Ya kalau
punya teman bisa dikenalkan. Hehe,” lanjutnya.
Perjalanan
Indra ternyata berkata lain, Indra justru merintis sekolah yang waktu itu
dilakukannya dengan susah payah. Sempat sekolah tersebut ingin ditutup juga,
sebab ia ingin menjadi guru di sekolah lain yang gajinya lebih menjanjikan.
Pilihan yang dihadap-hadapkan Indra agaknya memang sulit. Namun, begitullah
perjalanan manusia adalah perjalanan spiritulitas menuju Tuhan-Nya. Manusia,
Indra, hanya berpegang pada keyakinan dan ikhtiar. Akhirnya, selamat Indra
memasuki usia 33 tahun yang penuh makna….
Dewi Maghfi