Beberapa hari lagi, aku akan bergabung dengan kawan-kawan
calon pengajar Muda Indonesia Mengajar. Entah atas apa, aku mengambil keputusan
ini. Namun, ada perasaan yang berbeda dari beberapa keputusan yang pernah aku
ambil. Jika sebelum-belumnya, ada rasa yang ‘harus dan kudu’, kali ini aku
ingin sekadar hadir melewati prosesnya dan sudah. Tanpa mau mikir ribet. Jika kata
orang mungkin, ‘mengikuti hati’, tapi lha wong aku sudah tak punya hati! Aku memilih
membuang hatiku ke tong sampah pada jam 1 dini hari. Dan 5 menit kemudian, Pak
Abadi mengambilnya lalu melempar ke bak sampah. Ya, sejak itu aku benar melepas
hatiku. Baru kali inilah, aku patah hati. Sakit memang. Maka, agar aku tak
patah hati (lagi) di kemudian hari, aku membetot hatiku dengan catut kecil. Toh,
tanpa hati aku yakin akan masih bisa tersenyum.
Patah hati dengan apa yang menyertaiku dan juga keputusan
yang pernah ku ambil. Hingga membuat membersalahi diri. Sebenarnya, toh aku bisa
tak berpikir dalem soal ini. Tapi, cobaan pada diriku, ku sadari memang terus
menerus membersalahi diri dari dulu. Aku ngeri dengan diriku sendiri. Pada semut-semut
yang ada di kepala ini. Walau sebenarnya tak semua bermula dari diriku. Namun,
lebih banyak aku ‘meresapi’ apa-apa di sekitarku. Aku benar patah hati. Ini kondisi
buruk yang pernah ada dalam diri.
Dalam kondisi kepatahhatian ini, kakiku diajak untuk
menempuh serangkaian proses seleksi IM. Memang, IM sempat ada di kerangka
pikirku di awal kuliah. Aku meliat brosur IM di UKM. Setelahnya ku baca dan
browsing di websitenya. Mulai kian tertarik. Hingga brosur itu ku temple di kos
pertamaku (al-baa’its). Kos yang masih terbuat dari papan kayu. Kamarku itu
yang sudah bergonta-ganti penghuni (sebab aku pindah kos), masih memampang
brosur itu. Walau di sana-sini sudah tertempel banyak hal kesukaan penghuninya,
namun brosur itu masih ada. Akhir-akhir kuliah, saat hatiku mulai patah aku
baru nggeh saat berkunjung ke kos itu. Ada senyum kecil yang menyungging. Semacam
aku diingatkan kembali. Oh Tuhan…. Saat ini, kosku itu sudah diruntuhkan. Dan dibangun
baru dengan model kos kekinian. Perih!
Mengikuti IM hanya dengan satu motivasi, mengembalikan
senyuman seperti kala sd dulu. Terlepas dari tugas berat yang diemban, aku
ingin menggunakan intuisiku. Mengembalikan keceriaan saat masih mengenakan
seragam putih-merah. Dimana, aku bisa naik-turun sungai saat musim kemarau,
bermain-main di sawah belakang sekolah, jajan minuman limun, bermain kasti,
jalan-jalan ke rel kereta yang sudah tak fungsi.
Teringat seorang kawan yang memandang sesuatu dengan pesimistik
dan aku selalu menolaknya. Bukan karena aku memandang sesuatu secara ideal,
tapi dalam kondisiku aku hanya ingin menjaga ikhtiar. Walau sering gagal. Dan
sekarang aku paham bahwa pemistik itu, kumaknai saat ini dengan patah hati. Atas
kengerian patah hati itu, lagi lagi aku membersalahi diri. Bagi siapapun, aku
memang jahat. Dan menebus dosa bukan perkara mudah soal maaf. Akan ku biarkan
diri menebus sedalam-dalamnya, sebahagia-bahagianya, dan seduka-dukanya.
Rumah, DM, | 12 Oktober 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar