Pit dan Sera membaca cerita |
Gerakan kaki setiap orang yang menginjak rumah baca, pasti akan terdengar. Apalagi gerakan anak-anak yang tak hanya melenggang, namun saling tubruk dan bertingkah polah atraktif. Gedebuk.. gedebuk.. Malam itu, Senin (4/1) saya berjalan menuju rumah baca. Dengan menyorotkan senter ke arah depan, saya sembari memanggil nama-nama anak. Tak ada satu pun yang menyahut. Hingga ada satu anak bernama Putri siswa kelas 4 sekolah dasar yang berlari menuju saya. Sesampai di rumah baca, aktivitas pertama kami adalah mengambil buku di rak. Buku tersebut melanjutkan dari bacaan di hari sebelumnya, atau membaca buku baru.
Aktivitas membaca berlangsung 15 menit sebelum menginjak aktivitas berikutnya. Kegiatan di rumah baca salah satunya yakni membangun gerakan membaca minimal 15 menit sehari. Rumah baca terletak di balai pertemuan yang gedungnya terbuka. Dengan begitu siapapun bisa membaca buku di rumah baca. Sementara pengontrol buku-buku supaya tetap utuh dan rapi adalah kite semua. Kami menerapkan sistem saling mengawasi entah anak kecil, remaja, hingga dewasa.
10 menit berlangsung, tiba-tiba rumah baca terdengar gemuruh akibat gerakan kaki dan suara sorakan anak. “Maaf Bu, kami terlambat. Kami pikir belajar ditiadakan karena listrik mati,” tutur Angga dengan memegang senter. Listrik di Pian Tengah hidup mulai pukul 18.00 hingga 22.00 wib. Namun, sering pula padam dengan jadwal yang tidak diketahui. Walau listrik padam, kami tetap membaca.
Dewi Maghfi | 13 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar