Konon,
di Tiongkok kuno orang menginginkan rasa damai dari kelompok Barbar Utara. Itu
sebabnya mereka membangun tembok besar. Tembok itu begitu tinggi dan tebal
sehingga mereka sangat yakin tidak seorang pun bisa memanjatnya atau
menghancurkannya. Sejak tembok itu dibangun dalam seratus tahun pertama,
setidaknya Tiongkok telah diserang tiga kali oleh musuh-musuhnya, namun tidak
ada satu pun yang berhasil masuk karena temboknya yang tinggi, tebal, dan kuat.
Suatu ketika, musuh datang dan membisiki penjaga perbatasan dengan
‘janji-janji’. Saat ini orang lebih akrab dengan kata ‘suap’. Apa yang terjadi
kemudian?
Musuh
berhasil masuk. Orang Tiongkok berhasil membangun tembok batu yang kuat dan
dapat diandalkan, tetapi gagal membangun integritas pada generasi berikutnya.
Seandainya, penjaga pintu gerbang tembok itu memiliki integritas yang tinggi,
ia tidak akan menerima suap yang akhirnya akan menghancurkan dirinya juga orang
lain.
Integritas
berasal dari bahasa Inggris integrity,
yang berarti menyeluruh, lengkap atau segalanya. Kamus Oxford menghubungkan
arti integritas dengan kepribadian seseorang yaitu jujur dan utuh. Paul J.
Meyer menyatakan bahwa “integritas itu nyata dan terjangkau dan mencakup sifat
seperti: bertanggung jawab, jujur, menepati kata-kata, dan setia. Atau dalam
bahasa latin integer yang artinya utuh. Lawan dari integritas yakni hipokrit.
Bahasa inggrisnya hypocrisy yang
artinya bohong.
Dalam
sebuah tulisan Andreas Harsono, ia menarasikan bagaimana kawan sesama jurnalis
yakni Bill Kovach pencetus sepuluh elemen jurnalisme memegang teguh sikap
independensi. Hemat saya, sikap independensi dan laku integritas adalah dua
modal yang mesti dimiliki manusia sebagai pertanggungjawaban keilahian.
Independensi lebih pada memperjuangkan sikap kebenaran dan integritas adalah
laku mental yang menyertainya. Maka tak heran, jika integritas menuntut bukti,
tindakan, dan pengamalan.
Ada
seorang bertanya pada Kovach, Apakah Kovach berani
bersikap independen terhadap orang-orang yang dicintainya? Bagaimana kalau
anaknya sendiri yang melakukan kesalahan? Apakah Kovach akan meliput mereka
sama dengan kalau meliput orang lain?
Kovach menanggapi serius ketika ditanya soal
ini. Dia bersyukur karena kini sudah pensiun dan selama bekerja sebagai
wartawan tak ada satu pun dari empat anaknya yang bikin perkara. ”Ada aturan
dalam rumah tangga saya. Saya selalu bilang pada anak-anak. Kalian boleh
melakukan apa saja tapi jangan sampai perbuatan itu masuk headline suratkabar.
Kalau itu terjadi, saya akan meliput kalian sama dengan saya meliput orang
lain,“ jawab Kovach.
Ada cerita yang melibatkan seorang teman dekatnya, Homer Peas, yang diliput Kovach dan berujung dengan pahit. Peas adalah teman main football Kovach ketika mereka sama-sama duduk di sekolah menengah atas. Mereka juga pada waktu yang bersamaan masuk ke dinas militer pada 1951 ketika Perang Korea pecah. Kovach masuk ke Angkatan Laut dan Peas jadi paratrooper. Ketika keluar dari dinas militer, Kovach kuliah dan lalu jadi wartawan. Peas masuk ke dunia politik dan jadi aktivis Partai Demokrat. Pada 1960, ketika Richard Nixon sedang bertanding melawan John F. Kennedy, untuk jadi presiden Amerika Serikat, Peas ikut bekerja memenangkan Kennedy. Peas membujuk veteran perang untuk memberikan suara mereka dengan imbalan sebotol whisky. Kovach saat itu menyelidiki tentang ”pembelian“ suara dan melihat Peas terlibat.
Ada cerita yang melibatkan seorang teman dekatnya, Homer Peas, yang diliput Kovach dan berujung dengan pahit. Peas adalah teman main football Kovach ketika mereka sama-sama duduk di sekolah menengah atas. Mereka juga pada waktu yang bersamaan masuk ke dinas militer pada 1951 ketika Perang Korea pecah. Kovach masuk ke Angkatan Laut dan Peas jadi paratrooper. Ketika keluar dari dinas militer, Kovach kuliah dan lalu jadi wartawan. Peas masuk ke dunia politik dan jadi aktivis Partai Demokrat. Pada 1960, ketika Richard Nixon sedang bertanding melawan John F. Kennedy, untuk jadi presiden Amerika Serikat, Peas ikut bekerja memenangkan Kennedy. Peas membujuk veteran perang untuk memberikan suara mereka dengan imbalan sebotol whisky. Kovach saat itu menyelidiki tentang ”pembelian“ suara dan melihat Peas terlibat.
Ia menelpon Peas dan memberitakan
keterlibatan sahabatnya ini. Peas diperiksa polisi, diadili, dan terbukti
bersalah. Hukumannya, Peas boleh memilih masuk penjara atau masuk dinas militer
lagi. Peas memilih militer dan dikirim ke Vietnam. Pada 1966 Peas meninggal
dalam sebuah pertempuran dekat Bien Dien Phu, Vietnam. Peas kehabisan peluru
dan melawan gerilyawan Vietnam dengan bayonet.
“Saya sering sedih dan marah karena secara langsung saya ikut menyebabkan kematian teman saya. Kalau saya tak menyebut nama Homer, dia jelas takkan berangkat ke Vietnam dan mati di sana. Tapi saya juga tahu bahwa keputusan untuk berbuat salah atau berbuat benar adalah keputusan Homer sendiri. Homer bisa menolak untuk ikut kejahatan yang membahayakan demokrasi kami. Tapi Homer memilih berbuat salah,” tutur Kovach.
“Saya sering sedih dan marah karena secara langsung saya ikut menyebabkan kematian teman saya. Kalau saya tak menyebut nama Homer, dia jelas takkan berangkat ke Vietnam dan mati di sana. Tapi saya juga tahu bahwa keputusan untuk berbuat salah atau berbuat benar adalah keputusan Homer sendiri. Homer bisa menolak untuk ikut kejahatan yang membahayakan demokrasi kami. Tapi Homer memilih berbuat salah,” tutur Kovach.
Independensi
dan Integritas BP2M
Organisasi
pers mahasiswa, kata Nida Usanah harus mempunyai integritas. Integritas
tersebut sangat penting dihayati anggota untuk kelangsungan sebuah organisasi.
Wabil khusus Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BP2M). Pers mahasiswa saat
ini kian kehilangan arah. Saat orde baru, kekuatan pers mahasiswa nampak
taringnya untuk menyorot pemerintahan Soeharto. Pelengseran Soeharto juga atas
campur tangan aktivis pers mahasiswa. Lalu, apakah benar pers mahasiswa kian tak
seksis?
Dalam
sebuah kutipan, when you are looking at
the characteristics on how to build your personal life, first comes integrity,
second motivation, and last experience, di situ jelas tertera bahwa
integritas adalah langkah pertama yang harus clear dalam tiap diri seseorang.
Melucuti
integritas ada dua poin yang mesti dipahami. Pertama, integritas batin diri. Dan kedua, integritas organisasi kehidupan publik. Integritas batin
diri bisa jadi beberapa orang sudah memilikinya sejak kecil. Berawal dari pola
pengasuhan keluarga dan lingkungan sekitar. Dan integritas batin diri bisa
diperoleh dari sebuah penegakan integritas organisasi. Organisasi punya peran
besar dalam membentuk integritas diri juga mewujudkan goal besar yang
dicita-citakan. Maka penting, membangun integritas organisasi sebagai
keluarannya. Jika Tuhan mampu meyakinkan ciptaannya untuk menikmati surga,
organisasi mesti mampu pula meyakinkan bagi awaknya akan integritas. Sebab,
integritas bukan hanya sebuah usaha atas kejujuran, tanggungjawab, disiplin,
dan sebagainya. Integritas pada akhirnya menghadirkan kenikmatan selayaknya
surga. Nikmat bahwa orang yang berintegritas jauh bisa menikmati olah rasa,
karsa, dan cipta. Kalau dalam bahasanya Ki Hajar Dewantara, asah, asih, asuh.
Bukankah itu suatu kenikmatan yang sungguh luar biasa?
Bagaimana
membangun integritas yang akan berdampak pada diri dan organisasi BP2M? Setidaknya,
ada 5 hal yang bisa saya petakan.
1) Mempunyai tujuan di BP2M.
Pers mahasiswa bertujuan untuk memberi pencerahan. Tentu tujuan awak di BP2M
tak lain adalah untuk menjadi ‘cerah’. Cerah dari segi nalar, rasa, dan laku
melalui diskusi, nonton film, menjalin silaturrahmi, dll. Teringat obrolan seorang
wartawan dan politisi. Jika seorang politisi punya kekuasaan, ia menggunakan
informasi untuk membuat orang mengikutinya. Namun, wartawan menggunakan
informasinya untuk membantu orang guna mengambil sikap mereka sendiri. Tentu
ini adalah tugas pencerahan bukan sekadar bujuk-rayu dan gombalan.
2) Posisi pemimpin dan
penanggungjawab kegiatan punya beban moril untuk lebih ‘memahami’. Memahami
tugasnya, awaknya, dan segala permasalahan yang muncul. Mereka tidak bisa
beralasan sibuk atau tak paham. Sebab beban moril itu mencakup
pertanggungjawaban yang luas, tidak hanya sekadar menjalankan tugas.
3) Awak atau anggota
menetapkan target kemampuan diri. Tidak memposisikan untuk ‘dipahami’
lebih-lebih perasaan. Masing-masing diri saja belum tentu paham betul akan perasaannya,
apalagi diminta untuk memahami perasaan orang lain. Kasus ini bisa menyebar
luas seperti epidemi penyakit. Tidak nampak (abstrak), namun terus menyebar dan
berjejaring. Hanya soal perasaan, ‘rasan-rasan’.
4) Memahami betul kenaikan
jenjang di BP2M. Sama halnya fase hidup manusia, dari kanak, remaja, dewasa,
tua, dan tiada. Di BP2M dari calon anggota harus paham jika akan naik jenjang
menjadi anggota. Anggota akan menjadi pengurus. Pengurus akan menjadi
demisioner. Dan akan menjadi alumni. Fase itu penting dipahami untuk
kaderisasi.
5) Membangun intership yang kuat. Kedekatan antar
awak perlu dibangun untuk mendiskusikan hal-hal penting, mendesak, dan
strategis demi kelangsungan organisasi. Secara otomatis, kedekatan emosional
akan terbangun. Bertemu untuk sekadar makan, malam mingguan, dan dekat secara
personal. Kenapa jaringan NII bisa kuat dan rapi? Karena intership di antara mereka kuat. Agaknya, kita patut mencontoh
untuk membangun BP2M.
BP2M
punya integritas sebab awaknya punya ikhtiar untuk membangun. Atas tujuan mulia
yakni sebagai laku kemanusiaan. Tiada lebih, pekerja pers akan tetap dikenang
sebab laku kemanusiaannya. Dan laku kemanusiaan adalah seruan Tuhan sebagai hablumminannas. Dan akhirnya integritas
bisa selalu kita pahami jika berikhtiar untuk memahami diri. Sebab, dalam surat
An-Nisa tertulis siapa yang berusaha menemu diri, ia akan menemu Tuhan-Nya.
Kalau dalam bukunya Jalaludin Rumi, lihatlah punggung tangan kananmu, maka kamu
akan tahu jika Tuhan-Mu begitu dekat dengan engkau. Di situ lah integritas.
Dewi
Maghfi, Ditulis Guna Diskusi Up-grading BP2M Unnes 2015, Josssss!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar