Manusia
tak lepas dari interaksi terhadap manusia lain. Entah dalam obrolan biasa,
dalam organisasi, rekan kerja, keluarga, begitu pula dalam perkuliahan. Ada hal
yang seringkali diindahkan oleh mereka. Ya, sharing
dan refleksi. Pastinya sudah sangat familiar
dengan dua kata tersebut. Dan terkadang pun kita melakukannya. Nah, apakah
sudah maksimal?
Dari
KEM Menjadi Indonesia saya belajar banyak terkait sharing dan refleksi. Sharing
merupakan proses awal untuk membuka pintu rasa antar sesama. Seseorang berperan
sebagai penerima dan pengaman rasa. Namun, tak semuanya memang bisa dengan legowo bercerita dengan orang lain.
Apalagi jika dalam ranah pribadi dan hal-hal terprivasi dalam hidup
masing-masing. Seperti halnya aku. Aku termasuk seseorang yang susah untuk
mengungkapkan perasaan dan terbuka dengan orang lain. Biasanya saya memendam
saja apa yang saya rasakan, entah senang atau sedih. Bisa dikatakan orang yang
tidak ekspresif. Nah, setidaknya sharing
kemarin telah membantu aku untuk terbuka. Merasakan rasa plong ketika selesai
sharing. Tapi, saya pikir dalam sharing
pun harus ada rasa kepercayaan satu sama lain.
Dalam
KEM Menjadi Indonesia setiap hari kita melakukan sharing dan refleksi. Sharing dilakukan dengan kumpul satu
kelompok (lima sampai enam orang) membicarakan apa yang dirasa dari aktivitas
di esok hari. Tak jarang hal-hal yang diluar dugaan muncul. Cerita masa lalu,
senang, sedih, mengalir dengan seksama. Tak ada bantahan dan tanggapan karena
bukan dalam suasana debat. Kita sekadar mendengarkan dan merasakan hal yang
sama apabila kita dihadapkan pada posisi tersebut. Saya rasa hal tersebut cukup
efektif dipraktekkan dalam pekerjaan, keluarga, pertemanan, dll.
Kemudian
refleksi. Refleksi merupakan proses bercermin. Ketika bercermin tentunya kita
meneliti dan menelisik dalam diri. Bercermin terkadang hanya tahu apa yang kita
lihat saja, atau apa yang dilihat dalam cermin. Namun, berefleksi merupakan
bercermin apa yang bisa dilihat dan yang tak bisa dilihat. Terkait adanya
perbedaan, keanehan, kecacatan, dan kemulusan dalam diri. Bercermin bukan
menjadikan sombong. Namun, menelusuri lebih lanjut apa yang kita lihat dan
lakukan saat ini, saat lalu, dan saat yang tak hadir namun ada. Refleksi
merupakan menyadari kekurangan diri sendiri dan tekad apa yang akan dilakukan
untuk meminimalisir kekurangan tersebut. Serta mengembangkan dan mengasah
kelebihan diri. Seperti layaknya dua sisi mata uang saat melakukan refleksi.
Yakni, sikap optimisme dan pesimisme. Saat yang hening bagi aku enak dalam
melakukan refleksi. Kalau kata salah satu temenku, ada kecenderungan
masing-masing individu masih takut untuk melucuti diri sendiri. Nah, saat
berefleksi ini saya pikir yang tepat untuk mencoba melucuti diri sendiri. Sulit
memang, namun tak ada yang tak mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar